Share

BAB 7

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-29 20:30:04

Selena mengantar Linggar pulang sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan cara untuk membantu Linggar. Sesekali, ia melirik Rangga yang masih tertidur lelap di sebelahnya.

"Non, tadi bapak nelpon. Katanya, Non Selena diminta datang ke rumah sakit bawain jas ganti bapak sama amplop coklat di meja kerja," ujar sopirnya.

"Oh, iya. Terima kasih, Pak," jawab Selena singkat.

Setibanya di rumah, Selena membangunkan Rangga yang terlihat terkejut karena tertidur terlalu lelap.

"Ra, kamu istirahat aja di rumah. Aku mau ke rumah sakit," ujar Selena.

"Hah? Siapa yang sakit, Sel?" tanya Rangga terkejut.

"Nggak ada, aku cuma mau anter jas Papa," jawab Selena sambil tersenyum.

"Aku ikut," kata Rangga tegas, tak ingin lengah lagi.

"Baiklah. Aku ganti baju dulu," sahut Selena. Rangga mengangguk. Selena pun segera naik ke kamarnya.

Setelah berganti pakaian kasual, Selena turun ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil jas dan amplop yang diminta. Ketika keluar, Rangga sudah siap menunggu di depan pintu.

"Yuk, kita berangkat," ajak Selena. Rangga mengangguk dan mereka pun berangkat bersama.

Sepanjang perjalanan, Rangga terpesona melihat sisi lain Jakarta yang padat dengan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip menjelang malam. Itu kali pertama ia melihat kota dengan begitu ramai dan megah.

Mereka akhirnya tiba di rumah sakit besar. Selena segera turun dari mobil, diikuti Rangga yang terkesima melihat bangunan megah tersebut.

"Om Basuki tugas di sini, Sel?" tanyanya takjub.

"Yap," jawab Selena santai, tanpa sadar menggandeng tangan Rangga. Rangga terdiam, terpesona oleh sentuhan sederhana itu, meskipun Selena melakukannya tanpa maksud apa pun.

Om Basuki adalah ayang angkat Selena, ayah kandung Nicholas.

Selena terus menggandeng tangan Rangga hingga mereka masuk ke dalam lift. Bagi Selena, rumah sakit adalah tempat yang menyimpan banyak kesedihan. Ia sering melihat orang-orang yang tampak tegar namun sebenarnya menahan tangis. Mereka yang ditinggalkan, penuh penyesalan dan rasa kehilangan yang mendalam.

Seperti saat ini, di depan Selena terlihat sosok pria yang berjalan sambil terisak, mengiringi seorang perempuan. Ia terus memanggil nama perempuan itu, namun panggilannya tak terjawab. Wajar saja, perempuan itu sudah tiada. Sosok pria itu tampak begitu menyedihkan, tubuhnya berlumuran darah. Yang paling mengerikan adalah luka menganga di kepalanya, jelas bekas kecelakaan.

"Sayang... maafkan aku..." rintih pria itu dengan suara parau, penuh penyesalan.

Selena hanya melewatinya dengan wajah datar, seolah tidak melihat apa pun. Ia mempererat genggamannya pada tangan Rangga, mencoba menguatkan diri. Ia tahu, ada banyak yang bisa ia bantu, tapi menghadapi begitu banyak jiwa tersesat di rumah sakit ini, rasanya mustahil.

Mereka akhirnya sampai di lantai lima, tempat kamar ayah Nicholas berada.

Tok, tok, tok.

"Assalamualaikum, Papa," ucap Selena, mengetuk pintu perlahan.

"Waalaikumsalam, masuk saja, Nak," sahut ayah Nicholas dari dalam.

Selena masuk dan mendapati ayah Nicholas duduk di meja kerja, sibuk dengan tumpukan laporan.

"Maaf ya, Nak, Papa jadi merepotkanmu. Papa nggak sempat pulang, pasien masih banyak," katanya dengan nada lelah.

"Enggak apa-apa, Pa. Ini yang Papa minta," ujar Selena, meletakkan jas dan amplop coklat di meja.

"Terima kasih, anak Papa," balas ayah Nicholas sambil tersenyum dan meraih barang-barang itu. Selena mengangguk, membalas senyuman sebelum duduk di salah satu kursi.

"Ini laporan pasien yang Papa operasi kemarin. Kondisinya sangat kritis, sekarang dia koma. Kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil, tapi entah kenapa dia masih bertahan... seolah ada yang membuatnya enggan pergi," ungkap ayah Nicholas sambil membaca laporan.

"Menurut Selena, mungkin dia punya janji yang belum terpenuhi?" Selena menatap ayahnya serius.

Ayah Nicholas terdiam sejenak, tampak merenung. "Memang, Papa juga merasakan hal yang sama. Bahkan jiwa pasien itu sudah mulai meninggalkan tubuhnya, tapi tetap saja dia bertahan."

"Apa kita bantu saja, Pa?" usul Selena.

Ayah Nicholas menghela napas dalam. "Masalahnya, waktu Papa sangat terbatas. Membantu jiwa yang tersangkut butuh proses panjang."

"Kalau begitu, biar Selena yang bantu, Pa. Kasihan kalau dia terus terjebak di antara hidup dan mati. Kalau janji itu terpenuhi, dia pasti bisa pergi dengan tenang," ujar Selena dengan mantap.

"Anak Papa memang selalu peduli... Tapi jangan, Nak. Itu bisa menarik perhatian makhluk yang lebih kuat," ujar ayah Nicholas dengan nada khawatir.

Jika Selena membuka komunikasi dengan mereka yang ada di rumah sakit, makhluk-makhluk lain akan menyadarinya. Mereka mungkin saja mengikuti Selena, dan ayah Nicholas tidak ingin hal itu terjadi. Mendengar kekhawatiran ayahnya, Selena akhirnya menurut. Bersama Rangga, ia pun meninggalkan ruangan itu.

Saat tiba di lobi rumah sakit, pandangan Selena kembali tertuju pada pria yang ia lihat sebelumnya. Pria itu kini memeluk perempuan yang menangis tersedu-sedu, wajahnya tertutup tangan. Pria tersebut terus meminta maaf sambil menangis, seolah menanggung beban yang amat berat.

‘Kasihan…’ batin Selena. Ia mengalihkan pandangannya dengan perasaan berat. Ketika mobil mereka tiba, Selena masuk ke dalam bersama Rangga.

"Kamu kenapa, Sel? Kelihatan sedih," tanya Rangga, memperhatikan Selena yang terus menatap jendela.

"Kamu lihat perempuan yang tadi nangis di lobi?" Selena bertanya pelan.

"Iya, kenapa?" Rangga menoleh penasaran.

"Ada pria yang meluk dia sambil nangis, minta maaf terus-terusan," ujar Selena lirih.

Rangga refleks menoleh ke belakang, berusaha mencari sosok yang Selena maksud, tapi tentu saja ia tidak melihat apa-apa.

"Aku kadang takut, Ra... Takut Allah mengambil nyawaku saat aku belum siap. Saat aku masih penuh dosa, kesalahan, dan janji-janji yang belum terpenuhi. Aku pasti akan menangis seperti dia, tanpa ada yang tahu..." Selena berkata lirih, membuat Rangga terdiam.

Ya, tidak ada yang tahu kapan ajal akan datang. Tak ada yang tahu kapan nyawa kita akan diambil atau dalam keadaan seperti apa kita dipanggil oleh Allah. Bahkan dengan segala persiapan terbaik sekalipun, hanya Dia yang tahu kapan waktunya tiba.

"Haihh... Udah terlanjur di luar, gimana kalau kita jajan aja?" usul Selena mencoba mencairkan suasana. Rangga tersenyum dan mengangguk setuju.

Mereka menuju tempat makan di pinggiran jalan yang penuh dengan keramaian. Suasana layaknya festival makanan kaki lima, ramai dan meriah. Rangga terlihat bingung melihat banyaknya orang serta jajanan yang beragam.

Selena tersenyum kecil, mengingat tempat itu ia ketahui dari Nicholas. Nicholas memang suka menjelajahi kota, menemukan tempat makan enak dan menarik, lalu mengajak Selena ke sana.

"Sel, ramai banget di sini! Kok kamu bisa tahu ada pasar malam kayak gini?" tanya Rangga heran. Selena hanya terkekeh kecil, senang melihat reaksi Rangga.

"Kayak pasar malam, ya? Tapi ini bukan, soalnya nggak ada yang jual baju atau wahana. Di sini cuma ada makanan," ujar Selena sambil tersenyum.

"Bang Nicholas yang sering ngajak aku ke sini. Katanya, lidahku masih lidah kampung, hehe..." Selena terkekeh, membuat Rangga ikut tertawa kecil.

‘Banyak yang sudah berubah dari Selena,’ batin Rangga. ‘Dia jadi lebih ceria dan tampak menikmati hidupnya. Sepertinya Nicholas benar-benar memperlakukan Selena dengan baik.’

"Ayo, aku ajak kamu makan sempol ayam, enak banget!" ajak Selena penuh semangat sambil menarik tangan Rangga.

Rangga hanya tersenyum, membiarkan Selena menggandengnya. ‘Selena... tetaplah bahagia seperti ini,’ pikirnya. Ia senang melihat senyum Selena yang kini selalu menghiasi wajahnya, sesuatu yang jarang ia lihat saat Selena masih kecil.

Related chapters

  • CALON TUMBAL   BAB 8

    Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya."Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir."Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas."Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku...""Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu,

    Last Updated : 2024-11-29
  • CALON TUMBAL   BAB 1

    Jakarta, 10 Oktober 2022."Tess!""Tess!""Di mana aku.."Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan perlahan di sebuah tempat yang asing. Langkahnya penuh keraguan, karena ketakutan menyelimutinya. Gadis itu adalah Selena.Selena menelusuri area yang lembab dan diselimuti kabut tebal. Suasana di sekitarnya terasa suram, dan jarak pandangnya terbatas hanya beberapa meter dari tempat ia berdiri."Papa?" panggil Selena, berharap ayah angkatnya mendengar. Namun, keanehan tempat itu membuatnya semakin resah."Rangga?"Selena melangkah dengan hati-hati, seolah-olah ia berjalan dalam kegelapan. Lalu, dari balik kabut di depannya, tampak sosok perempuan berdiri mengenakan busana kerajaan zaman dahulu, dengan bunga melati menghiasi sisi kanan kepalanya.Wanita itu berdiri membelakangi Selena. Rasa penasaran menyelimuti Selena, namun ia tetap diam, hanya memperhatikan tanpa berani bertanya."Jangan ikut campur, Nak," ujar perempuan itu tiba-tiba."Anda berbicara padaku?" tanya Selena kebingu

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 2

    Selena pulang ke rumah bersama Rangga setelah seharian di sekolah, namun pikirannya terasa sangat kacau. Sosok wanita yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang terus menghantui pikirannya, wanita itu seperti seorang ratu, berwibawa dan misterius. Ia berusaha fokus, namun otaknya tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Di tengah kebingungannya, ia malah tanpa sadar mengacak-acak isi tasnya sendiri."Eh, lupa... ini bukunya Rangga," gumam Selena pelan saat matanya tertumbuk pada buku Rangga yang tergeletak di dalam tas.Selena berdiri dan meninggalkan kamar. Ia turun ke bawah menuju kamar Rangga. Setelah mengetuk pintu kamar Rangga beberapa kali, pintu pun akhirnya terbuka."Selena, ada apa?" tanya Rangga dengan senyum santainya."Balikin bukumu, nih," ujar Selena, menyodorkan buku itu padanya. Rangga menerima dengan senyum."Makasih ya, Ra," ujar Selena, dan Rangga terkekeh."Siap, ada acara apa nggak?" tanya Rangga, membuat Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan itu."Acara ap

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 3

    Pagi itu, Selena tiba di sekolah bersama Rangga. Sejak turun dari mobil, Rangga terus menempatkan dirinya selangkah di belakang Selena, seolah menjadi bodyguard pribadi. Tingkahnya yang terlalu waspada tak membuat Selena merasa sedikit canggung."Aku juga nggak ngerti sih. Nanti aku coba tanya ke Ustad Sholeh," ujar Selena, merujuk pada kejadian semalam saat sosok Ratu mendatanginya.Rangga mengangguk, namun raut wajahnya tetap serius. "Selena, kamu nggak harus melibatkan dirimu seperti ini, kan? Aku cuma khawatir, nanti kamu yang kena dampaknya," katanya, penuh kekhawatiran.Selena berhenti sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Aku akan coba dulu, Ni. Aku nggak mau hal seperti ini terulang lagi," ucapnya, nada suaranya menyiratkan tekad yang bulat.Namun, Rangga yang tak tahu banyak hanya bisa menatapnya bingung. "Terulang? Maksudmu apa, Selena?" tanyanya hati-hati.Selena menghela napas, menghindari tatapan Rangga. "Nggak penting. Pokoknya aku harus melakukan ini," ujarnya singkat.Mer

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 4

    "Kalo emang mau ngomong, ngomong di sini aja. Gue nggak akan ikut lo ke mana-mana," tegas Selena.Linggar menatapnya lama, lalu menghela napas berat. "Oke, di sini aja," jawabnya akhirnya, dengan suara yang sedikit lebih tenang.Selena menoleh sekilas pada Rangga. "Dan lo, Rangga, santai aja. Gue tahu lo jagain gue, tapi gue bisa atur urusan gue sendiri," ujarnya sambil tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan.Rangga menghela nafas, lalu mundur setengah langkah, meski matanya tetap mengawasi Linggar dengan curiga."Apa sih?! Lihat, gara-gara kalian, kita sekarang jadi tontonan!" Selena mendesis pelan, matanya melirik ke arah teman-teman sekelas yang mulai berbisik-bisik sambil melirik mereka bertiga."Masalahnya bukan gue, tapi temen lo yang ribet!" balas Linggar dengan nada datar, wajahnya berpaling seolah tak peduli.Kesabaran Selena mulai diuji. Dia menghela nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. ‘Sabar, Selena, sabar’. Dia memalingkan pandangannya ke arah Rangga, yang

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 5

    Dan setelah pulang sekolah, Selena sungguhan menunggu Linggar. Rangga tak percaya Selena sungguhan mau menolong anak nakal dengan wajah dingin itu, walau Rangga sendiri tidak tahu apakah Linggar nakal atau tidak. Mereka sedang berdiri di lobby menunggu Linggar muncul, dan tak lama Linggar pun tiba.Linggar menatap Selena tapi lalu kemudian ia menatap Rangga yang kini menatap datar juga ke arah nya, Selena yang melihat itu pun terkekeh canggung."Li, Rangga boleh ikut, kan?" Tanya Selena."Li??" Linggar mengulangi ucapan Selena."Ya, Li.. Linggar, namamu kan?" Ujar Selena. Linggar sedikit tersenyum tipis mendengar Selena memanggilnya lain dengan yang lain, tak ada yang melihat senyum Linggar sama sekali karena hanya seperti kedutan bibir."Nggak bisa, gue nggak mau orang lain tahu." Sahut Linggar."Rangga bukan orang lain, dia kayak abangku." Ujar Selena, Rangga melirik Selena saat Selena berkata menganggap nya sebagai kakak. Linggar memperhatikan Rangga, tapi lalu akhir nya dia mengan

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 6

    Sementara itu, Selena keluar dari mobil. Di kejauhan, Linggar tampak berjalan keluar pagar, mendekati mobil Selena yang berhenti di luar pekarangan. Namun langkah Selena terhenti. Pandangannya terpaku pada pemandangan mengerikan: seekor ular hitam besar melingkar di sekitar rumah Linggar. Ular itu tidak nyata, tapi ghaib, dengan aura gelap yang memancar kuat. Mata ular itu menatap tajam ke arah Selena, seperti ingin menyerangnya. “Selena, mobilnya masuk saja,” ajak Linggar dengan nada datar. Selena menggeleng pelan. “Linggar, ada sesuatu yang nggak bisa aku abaikan. Aku nggak bisa masuk ke rumahmu. Kita bisa bicara di luar saja?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. Linggar mengernyit, lalu menoleh ke rumahnya sendiri. “Ada sesuatu di rumah gue?” tanyanya ragu. Selena mengangguk singkat, mendengar suara Aki di dalam batinnya terus memintanya menjauh. Tanpa banyak bicara, Selena menarik tangan Linggar dan membimbingnya kembali ke mobil. Saat mereka masuk ke

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 8

    Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya."Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir."Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas."Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku...""Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu,

  • CALON TUMBAL   BAB 7

    Selena mengantar Linggar pulang sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan cara untuk membantu Linggar. Sesekali, ia melirik Rangga yang masih tertidur lelap di sebelahnya."Non, tadi bapak nelpon. Katanya, Non Selena diminta datang ke rumah sakit bawain jas ganti bapak sama amplop coklat di meja kerja," ujar sopirnya."Oh, iya. Terima kasih, Pak," jawab Selena singkat.Setibanya di rumah, Selena membangunkan Rangga yang terlihat terkejut karena tertidur terlalu lelap."Ra, kamu istirahat aja di rumah. Aku mau ke rumah sakit," ujar Selena."Hah? Siapa yang sakit, Sel?" tanya Rangga terkejut."Nggak ada, aku cuma mau anter jas Papa," jawab Selena sambil tersenyum."Aku ikut," kata Rangga tegas, tak ingin lengah lagi."Baiklah. Aku ganti baju dulu," sahut Selena. Rangga mengangguk. Selena pun segera naik ke kamarnya.Setelah berganti pakaian kasual, Selena turun ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil jas dan amplop yang diminta. Ketika keluar, Ran

  • CALON TUMBAL   BAB 6

    Sementara itu, Selena keluar dari mobil. Di kejauhan, Linggar tampak berjalan keluar pagar, mendekati mobil Selena yang berhenti di luar pekarangan. Namun langkah Selena terhenti. Pandangannya terpaku pada pemandangan mengerikan: seekor ular hitam besar melingkar di sekitar rumah Linggar. Ular itu tidak nyata, tapi ghaib, dengan aura gelap yang memancar kuat. Mata ular itu menatap tajam ke arah Selena, seperti ingin menyerangnya. “Selena, mobilnya masuk saja,” ajak Linggar dengan nada datar. Selena menggeleng pelan. “Linggar, ada sesuatu yang nggak bisa aku abaikan. Aku nggak bisa masuk ke rumahmu. Kita bisa bicara di luar saja?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. Linggar mengernyit, lalu menoleh ke rumahnya sendiri. “Ada sesuatu di rumah gue?” tanyanya ragu. Selena mengangguk singkat, mendengar suara Aki di dalam batinnya terus memintanya menjauh. Tanpa banyak bicara, Selena menarik tangan Linggar dan membimbingnya kembali ke mobil. Saat mereka masuk ke

  • CALON TUMBAL   BAB 5

    Dan setelah pulang sekolah, Selena sungguhan menunggu Linggar. Rangga tak percaya Selena sungguhan mau menolong anak nakal dengan wajah dingin itu, walau Rangga sendiri tidak tahu apakah Linggar nakal atau tidak. Mereka sedang berdiri di lobby menunggu Linggar muncul, dan tak lama Linggar pun tiba.Linggar menatap Selena tapi lalu kemudian ia menatap Rangga yang kini menatap datar juga ke arah nya, Selena yang melihat itu pun terkekeh canggung."Li, Rangga boleh ikut, kan?" Tanya Selena."Li??" Linggar mengulangi ucapan Selena."Ya, Li.. Linggar, namamu kan?" Ujar Selena. Linggar sedikit tersenyum tipis mendengar Selena memanggilnya lain dengan yang lain, tak ada yang melihat senyum Linggar sama sekali karena hanya seperti kedutan bibir."Nggak bisa, gue nggak mau orang lain tahu." Sahut Linggar."Rangga bukan orang lain, dia kayak abangku." Ujar Selena, Rangga melirik Selena saat Selena berkata menganggap nya sebagai kakak. Linggar memperhatikan Rangga, tapi lalu akhir nya dia mengan

  • CALON TUMBAL   BAB 4

    "Kalo emang mau ngomong, ngomong di sini aja. Gue nggak akan ikut lo ke mana-mana," tegas Selena.Linggar menatapnya lama, lalu menghela napas berat. "Oke, di sini aja," jawabnya akhirnya, dengan suara yang sedikit lebih tenang.Selena menoleh sekilas pada Rangga. "Dan lo, Rangga, santai aja. Gue tahu lo jagain gue, tapi gue bisa atur urusan gue sendiri," ujarnya sambil tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan.Rangga menghela nafas, lalu mundur setengah langkah, meski matanya tetap mengawasi Linggar dengan curiga."Apa sih?! Lihat, gara-gara kalian, kita sekarang jadi tontonan!" Selena mendesis pelan, matanya melirik ke arah teman-teman sekelas yang mulai berbisik-bisik sambil melirik mereka bertiga."Masalahnya bukan gue, tapi temen lo yang ribet!" balas Linggar dengan nada datar, wajahnya berpaling seolah tak peduli.Kesabaran Selena mulai diuji. Dia menghela nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. ‘Sabar, Selena, sabar’. Dia memalingkan pandangannya ke arah Rangga, yang

  • CALON TUMBAL   BAB 3

    Pagi itu, Selena tiba di sekolah bersama Rangga. Sejak turun dari mobil, Rangga terus menempatkan dirinya selangkah di belakang Selena, seolah menjadi bodyguard pribadi. Tingkahnya yang terlalu waspada tak membuat Selena merasa sedikit canggung."Aku juga nggak ngerti sih. Nanti aku coba tanya ke Ustad Sholeh," ujar Selena, merujuk pada kejadian semalam saat sosok Ratu mendatanginya.Rangga mengangguk, namun raut wajahnya tetap serius. "Selena, kamu nggak harus melibatkan dirimu seperti ini, kan? Aku cuma khawatir, nanti kamu yang kena dampaknya," katanya, penuh kekhawatiran.Selena berhenti sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Aku akan coba dulu, Ni. Aku nggak mau hal seperti ini terulang lagi," ucapnya, nada suaranya menyiratkan tekad yang bulat.Namun, Rangga yang tak tahu banyak hanya bisa menatapnya bingung. "Terulang? Maksudmu apa, Selena?" tanyanya hati-hati.Selena menghela napas, menghindari tatapan Rangga. "Nggak penting. Pokoknya aku harus melakukan ini," ujarnya singkat.Mer

  • CALON TUMBAL   BAB 2

    Selena pulang ke rumah bersama Rangga setelah seharian di sekolah, namun pikirannya terasa sangat kacau. Sosok wanita yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang terus menghantui pikirannya, wanita itu seperti seorang ratu, berwibawa dan misterius. Ia berusaha fokus, namun otaknya tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Di tengah kebingungannya, ia malah tanpa sadar mengacak-acak isi tasnya sendiri."Eh, lupa... ini bukunya Rangga," gumam Selena pelan saat matanya tertumbuk pada buku Rangga yang tergeletak di dalam tas.Selena berdiri dan meninggalkan kamar. Ia turun ke bawah menuju kamar Rangga. Setelah mengetuk pintu kamar Rangga beberapa kali, pintu pun akhirnya terbuka."Selena, ada apa?" tanya Rangga dengan senyum santainya."Balikin bukumu, nih," ujar Selena, menyodorkan buku itu padanya. Rangga menerima dengan senyum."Makasih ya, Ra," ujar Selena, dan Rangga terkekeh."Siap, ada acara apa nggak?" tanya Rangga, membuat Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan itu."Acara ap

  • CALON TUMBAL   BAB 1

    Jakarta, 10 Oktober 2022."Tess!""Tess!""Di mana aku.."Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan perlahan di sebuah tempat yang asing. Langkahnya penuh keraguan, karena ketakutan menyelimutinya. Gadis itu adalah Selena.Selena menelusuri area yang lembab dan diselimuti kabut tebal. Suasana di sekitarnya terasa suram, dan jarak pandangnya terbatas hanya beberapa meter dari tempat ia berdiri."Papa?" panggil Selena, berharap ayah angkatnya mendengar. Namun, keanehan tempat itu membuatnya semakin resah."Rangga?"Selena melangkah dengan hati-hati, seolah-olah ia berjalan dalam kegelapan. Lalu, dari balik kabut di depannya, tampak sosok perempuan berdiri mengenakan busana kerajaan zaman dahulu, dengan bunga melati menghiasi sisi kanan kepalanya.Wanita itu berdiri membelakangi Selena. Rasa penasaran menyelimuti Selena, namun ia tetap diam, hanya memperhatikan tanpa berani bertanya."Jangan ikut campur, Nak," ujar perempuan itu tiba-tiba."Anda berbicara padaku?" tanya Selena kebingu

DMCA.com Protection Status