Share

Kegilaan 1

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-05-18 16:09:19

“Nora.”

Suara yang sudah lama nggak aku denger. Ya, nggak lama juga, sih, menyebut namaku dengan penuh ketegasan. Aku menoleh dan melihatnya ada di luar kos-kosanku. Lekas aku menyambutnya.

Iya, dia bukan orang lain. Dia adalah calon mertua yang aku sayangi dan kami sudah melampaui batas serta tidur bersama layaknya suami istri. Gila. Udahlah, nggak usah dibilang berkali-kali.

“Om,” jawabku sambil tersenyum lebar. Ingin aku memeluknya, tapi di sini terlalu banyak orang.

“Apa kabar kamu?” tanyanya sambil mengembuskan asap rokok.

Aslinya aku tidak suka lelaki merokok, tapi apa mau dikata. Sudah telanjur terbuai. Ya sudah terima saja semuanya.

“Indah baik, Om. Om sendiri gimana? Kok, bisa sampai di sini?” Aku memainkan tangan saking gugupnya.

“Memangnya kenapa? Tidak boleh? Atau ada yang marah kalau Om mengunjungi kamu?”

“Nggak, kok, Om. Nggak sama sekali. Cuman, kan, katanya kemarin lebih suka mendekam di kampung. Terus tiba-tiba aja ke sini. Ya, Indah kaget.”

“Tapi senang, Om ke
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • CALON MERTUAKU    Kegilaan 2

    Terlalu jauh kalau harus ke hotel, apalagi mencari rumah sewa. Apa gunanya kos-kosan itu aku bayar mahal setiap bulannya. Selain privasi terjaga, juga nggak ada yang peduli siapa yang dibawa ke dalam kamar. Asal nggak mengusik penghuni sebelah aja deh. “Ke kos-kosan, Indah, aja, Om.” Gantian aku yang memegang tangannya. “Yakin, Nora? Apa tidak terlalu berbahaya. Setahu Om kosan itu ramai, seperti kata Angga dulu.” “Kosan Indah beda, Om. Buktinya Indah sama Bang Angga sudah lima tahun di sana. Nggak pernah ada yang peduli.” “Oh, begitu.” Om Andi mengikuti ke mana aku pergi. Dia melihat ke kiri dan kanan. Memang benar kota di sini sangat ramai daripada Desa Sagu yang sepi. Tapi tak sesepi hatiku yang baru sebentar tak berjumpa dengan Om Andi. Sampai juga kami berdua di depan kamar. Perhatian Om Andi tertuju pada kamar sebelah yang masih ada sisa-sisa garis kuning kepolisian. “Itu, tetangga tewas mengenaskan, Om. Padahal malamnya baru pinjem uang makan sama Indah. Dikasih, eh, bes

    Last Updated : 2023-05-18
  • CALON MERTUAKU    Pil KB

    Pagi harinya, aku bangun agak lambat. Sebabnya apa lagi kalau bukan gara-gara Om Andi. Ya, aku mengeluarkan semua tenaga hanya untuk meladeni hasrat gilanya. Aku nggak menyangka sama sekali kalau ternyata di umur kepala enam dia sangat gagah. Yang nota benenya kebanyakan lelaki sudah mulai stroke atau mati. Yang satu ini beneran berbeda sampai membuatku kesakitan ketika berjalan. Sialnya cerita cinta kami tadi malam menimbulkan bekas. Tepatnya di bagian leher yang warnanya sampai kemerahan. Sialanya lagi bajuku tinggal blouse berleher pendek. Oh, tidak bisa dibiarkan. Bisa-bisa aku diledekin sama Kimmi. Cepat aku ambil syal dan menutupi tanda merah di leher. Selesai, tinggal berangkat kerja walau nggak sempat sarapan. *** “Cieeeh, yang senyum-senyum sendiri dari tadi. Ada apaan, sih? Dapat gebetan baru, ya?” Kimmi memergokiku yang tengah melamunkan Om Andi. “Mau tahu aja, sih, urusin laporan, tuh, udah selesai belom.” Kemudian aku memberikan berkas kerjaku padanya. “Eits, apaan

    Last Updated : 2023-05-21
  • CALON MERTUAKU    Bukhor dan Minuman

    “Indah, Om Andi merokok nggak?” Kimmi sepertinya masih penasaran banget sama sosok teman tidurku yang baru. “Dikit,” aku jawab saja apa adanya. “Kok mau? Dulu sama Bang Angga harus nggak boleh merokok sama sekali?” Alisnya naik sebelah. Kekepoan Kimmi udah sampai tahap akut luar biasa. “Ya, namanya juga cinta. Ada sensasi dikit ternyata kalau bibir lakik pernah merokok. Rasanya, gimana gitu, ya.” Aku bergidik ngeri. Bisa-bisanya aku berbicara mesum seperti ini. “Kalian itu lagi dimabuk cinta, nanti kalau cintanya udah hilang juga baru tahu kalau kalian itu salah. Dua bucin yang seharusnya jad ayah dan anak. Tapi takdir membuat kalian jadi teman satu selimut. Tanpa pernikahan, tanpa ada kepastian, tanpa ada komitmen. Awas bunting loh, Indah.”“Tenang aja, aku udah pakai pengaman, kok.” “Ya, bisa aja, kan tembus, jadi deh tu bayi. Kayak nggak tahu aja udah sering ada kebobolan.” “Aku beli pengaman yang mahal, top cer dengan tinggal kegagalan satu persen aja.” “Dan satu persennya

    Last Updated : 2023-05-23
  • CALON MERTUAKU    Sensasi Gila

    Aku bisa merasakan tubuhku melayang. Bukan terbang sebenarnya, melainkan ada yang mengangkatku sampai ke atas ranjang. Sudah jelas sekali pelakunya Om Andi. Aku tidak bisa melawan, tubuhku lemas. Asap tipis dari bukhor itu membuatku tak bisa bergerak sama sekali. Bahkan hanya untuk berbicara pun sulit. Tanganku mengarah pada Om Andi ketika dia mulai membuak kaus kaki tipis warna cokelat yang aku gunakan. Aku ingin bilang padanya agar tunggu sebentar. Bisa tidak ditunda dulu karena rasanya aku lemas sekali tanpa tenaga. Nyatanya, Om Andi terus melepas semua penutup tubuhku. Aku tak berdaya untuk mencegah. Jujur saja dari dalam hati aku merasa asap bukhor itu membuatku tunduk sedemikian rupa. Ketika ingin menjerit aku tak bisa mengupayakan apa pun. Jangan. Rasanya aku ingin berterik seperti itu sama Om Andi. Kali ini dia sedikit kasar dan beringas. Seperti drakula yang menghisap darah di leher korbannya. Sakit, benar-benar sakit. Tapi tanganku tak bisa mencegah karena dipegang erat

    Last Updated : 2023-05-23
  • CALON MERTUAKU    Tanda Biru

    Aku udah pulang, pagi-pagi buta dari hotel tempat Om Andi menginap. Nggak menunggu waktu lama buatku untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Sebelumnya aku berhenti di tempat dulu aku sama Bang Angga sering sarapan berdua. “Sendiri aja, Neng, pacarnya mana?” tanya tukang nasi uduk yang udah lama aku nggak ke sini. “Udah meninggal, Bu.” Sekarang aku jawabnya biasa aja. Nggak terlalu terbawa perasaan seperti dulu. Ya, karena udah ada penggantinya mungkin. “Hah, kapan?” Kan, ditanyain lagi. Sebenernya aku males, tapi nggak enak kalau nggak dijawab. “Udah sekitar satu bulan lebih yang lalu.” “Karena?” “Sakit, tipes.” Aku jawab asal aja. Males merembet ke sana ke sini. Selesai sarapan aku langsung berhentikan taksi menuju ke kantor. Akhir-akhir ini pengeluaranku bengkak banget. Transportasi salah satu alasannya. Nggak ada yang antar jemput lagi. Uang dari Om Andi aku pakai bayar. Aku belum kepikiran untuk beli mobil, males, kena macet. Motor juga aku nggak pinter bawanya. Dari dulu aku

    Last Updated : 2023-05-25
  • CALON MERTUAKU    Bersama Dia

    Aku pulang, tepatnya dipulangkan karena sampai istirahat makan siang keadaanku nggak juga membaik. Inginnya aku ke hotel tempat Om Andi, tapi nanti nggak bisa istirahat atau jadi mengganggu istirahatnya. Aku putuskan pulang ke kosan.Mana perut laper dan kateringan datangnya sore. Aku memutuskan masak mi instan daripada nggak ada yang bisa mengisi perut. Sayangnya, pas mi itu mateng, aku seperti melihat ada cacing-cacing bergerak banyak banget. Huueks! Aku buang mi instan di tong sampah semuanya. Sebenarnya aku ini sakit apa, ya? Apa mungkin hamil? Ah, yang bener aja, sih. Oke, aku harus tetap tenang. Walau kata Kimmy bisa aja 1% nya itu aku, tapi aku nggak boleh mikir yang aneh-aneh. Test pack, benda yang aku cari. Benda yang dulu sering aku pakai waktu masih sama Bang Angga. Nggak peduli mau uji coba pagi, siang, malam, hasilnya akurat karena harga yang mahal. Aku coba, aku tunggu sekian menit dan hasilnya sesuai dugaanku, negatif. Syukur deh, aku lagi belum mau punya anak. Teru

    Last Updated : 2023-05-25
  • CALON MERTUAKU    Penampakan

    Mungkin karena lapar, jadi makanan Korea di depan mataku cepat habis. Om Andi makan sedikit saja, katanya untuk menghilangkan penasaran dengan rasa masakan luar negeri. Sisanya aku yang disuruh menghabiskan. “Nanti Indah jadi gemuk, Om,” ucapku padanya. “Tidak akan mungkin makan dalam satu malam terus berat badan kamu naiknya sampai 10 kilo, bukan? Makan saja kalau kurang tambah lagi. Jangan takut, seperti biasa, Om yang bayar semuanya.” Baiklah karena kata calon mertuaku juga masuk akal, semua hidangan di piring dan mangkuk aku habiskan. Terakhir aku minum kuah sup sampai angkat mangkuknya. Aku nggak peduli ada yang bilang kampungan atau nggak. Om Andi hanya tersenyum saja melihat tingkahku. Salah dia sendiri. Aku tanya dia cinta padaku atau tidak, tak mau Om menjawabku sampai sekarang. “Minum.” Lelaki yang dulunya calon mertuaku menawarkan soju. Aku mengangguk saja, mungkin kalau segelas dua gelas aku nggak akan mabuk. Kalau mabuk juga mau ngapain? Paling dibawa Om ke kamar ho

    Last Updated : 2023-05-26
  • CALON MERTUAKU    Perempuan Lain

    Kami pulang berdua, belum tahu akan menginap ke mana. Tapi waktu diajak ke hotel, aku iyain aja semua kata Om Andi. Lagian di kos sendirian, sepi banget rasanya. “Kalau kamu mau pindah saja ke hotel selama Om ada di sini, bagaimana?” tawarnya padaku. Aku lihat mata supir taksi melirik dari spion. Mungkin pikirannya kami ini sugar daddy dan babby. Agak sedikit mirip memang. “Emang rencana Om, berapa lama di sini? Biaya sehari tinggal di hotel itu mahal loh, Om.” Iya, aku pikir-pikir kok Om Andi kayak golongan sultan dari Arab sana. Padahal rumah di kampungnya kayu, motor butut, mobil nggak ada. “Satu minggu saja, tidak lama lagi Om akan pulang.” Mendengar perkataannya aku langsung melepaskan tangan Om Andi. Satu minggu sudah berjalan tiga hari, berarti empat hari lagi donk. “Kenapa nggak sebulan aja, Om. Uang, Om, kan banyak?”“Kalau kamu mau, ikut Om saja ke kampung dan tinggalkan semua yang ada di kota. Semuanya termasuk orang tua kamu.” Degh! Hatiku memanas mendengarnya. Supi

    Last Updated : 2023-05-27

Latest chapter

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status