Pov Saga. Sudah tiga hari ini Arana menempati kamar VIP di rumah sakit. Dia sudah merengek minta pulang. Namun belum aku kabulkan, selama dokter belum menyatakan dia benar-benar sudah sehat. Dokter mengatakan keadaannya belum pulih benar, tensi nya masih sangat rendah untuk ukuran orang normal. Apalagi sekarang dia sedang hamil dan kandungannya lemah, karena itu Dokter menyarankan untuk Arana dirawat beberapa hari dulu di rumah sakit. Setiap hari Ibu selalu datang untuk ikut menjaga Arana. Tapi saat malam beliau pulang dan datang lagi keesokan harinya. Mama juga tidak pernah absen menjenguk Arana, Mama datang sebelum pergi menemani Rendra menjalani terapi. Bunda Ratih dan Ayah Adi bukannya tidak pernah datang tapi sengaja aku melarangnya untuk masuk. Aku meminta pengertian mereka agar bisa membiarkan Arana lebih tenang dulu. Ayah Adi mengerti, setelahnya dia tidak datang lagi hanya menelfon atau mengirim pesan menanyakan keadaan Arana. Namun sebaliknya dengan Bunda Ratih, dia te
"Mbak Arana tolong maafin Bunda ya." Pria kecil itu memandang Arana penuh harap. "Aku sering lihat Bunda melamun terus tiba-tiba nangis kalau di tanya kenapa? Bilangnya ingat sama Mbak Arana." kata Zidan bercerita. "Bunda bilang kalau Bunda nyesel, biar Mbak Arana maafin Bunda." Zidan menggoyang-goyangkan tangan Bundanya. Arana memandang sendu pada Bunda Ratih dan Zidan. Aku yakin penjelasan Zidan sedikit melunakkan hatinya. "Semua orang butuh kesempatan kedua untuk menjadi lebih baik" bisik Saga di samping telinganya. "Tidak ada yang salah dengan memaafkan" ucap saga memeluknya dari samping. Dengan mata yang berkaca-kaca dia mengangguk, "Iya. Maafin Arana juga Bunda" ucapnya setelah berperang dengan hatinya. Ratih memandang Arana seperti tidak percaya. "Kamu mau maafin Bunda" tanya Ratih dengan air mata yang sudah merembes di pipinya. "Beneran mau maafin Bunda" ulangnya. "Iya Bunda." jawab Arana lalu tersenyum."Makasih sayang. Bo leh Bunda pe luk kamu?" pinta Ratih ragu -ragu.
Di sisi Lain.Aditama sedang bersiap berangkat kekantor setelah mendapatkan telfon dari Raka ketika Dara, cucunya menangis histeris karena kedua orang tuanya bertengkar. "Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Aditama sambil menggendong cucu kesayangannya. "Mami sama Papi bentak bentak sama lempar barang, Dara takut kek." adu gadis kecil di gendongan Aditama itu. "Sudah jangan nangis ya! cucu kakek yan cantik nanti jadi jelek kalau nangis terus." bujuk Aditama. "Dara sama suster dulu. Kakek mau lihat Papa sama Mami dara dulu" katanya lalu menyerahkan Dara pada suster nya. Di ruang tengah sudah terdengar suara teriakan Kiara, "Kamu sudah bikin aku malu, Mas. Jujur sama aku, uang dari jual sahamku Mas pakai buat apa?" teriakan Kiara di iringi barang di banting. PYAAAARRRR"Kamu bisa gak ngomong gak usah pakai teriak-teriak, pusing aku dengarnya" balas Duta dengan meninggikan suaranya. "Kalau Mas jawab pertanyaan aku dengan jujur, aku gak akan teriak." Kiara menatap tajam suami
Sudah satu minggu Arana keluar dari rumah sakit. Setiap hari Ratih datang ke rumah jatmiko untuk bertemu dengan Arana, setelah mengantar Zidan ke sekolah. Setiap kali datang Ratih selalu membawakan makanan kesukaan Arana. Pagi ini Saga dan Arana duduk di bangku panjang di belakang rumah. Saga duduk dengan melipat kakinya memangku laptop yang sejak tadi dipandanginya. Sesekali Saga mengelus kepala dan perut buncit Arana yang duduk di sebelahnya sambil memakan buah jeruk. "Mau lagi jeruknya" tanya Saga tanpa mengalihkan fokusnya dari laptop di pangkuannya. "Gak Mas. Sudah kenyang" jawab Arana sembari melihat beberapa pekerja kebun memanen hasil kebun Bapaknya. Sekarang kebun Bapak Arana bertambah luas. Saga membeli tanah yang ada di samping kanan kiri kebun Jatmiko dan di atas namakan Jatmiko sebagai hadiah untuk Jatmiko dan Lastri. Jatmiko mempekerjakan beberapa orang untuk membantunya dan Lastri mengurus kebunnya. Tiga orang laki-laki dan dua orang ibu-ibu. "Assalamualaikum." sa
"Sayang kamu kenapa?" Saga mengikuti Arana masuk ke kamar. Arana duduk di sofa kamar tetap dengan kebisuannya yang membuat Saga bingung. Saga meletakkan laptopnya di meja belajar milik Arana. "Mas ada salah sama kamu? Kalau ada yang kamu gak suka, bilang. Jangan diam saja." Saga berlutut didepan Arana. "Mas beneran gak tau kalau kamu gak bicara sayang" ucapnya selembut mungkin. "Kamu marah karena Mas cuekin kamu?" tanya Saga lagi, meraih tangan Arana lalu di genggamnya, "Maaf tadi ada kerjaan yang harus segera di selesaikan"Arana tak menyahut tetap diam dan membuang muka kearah lain. Saga menghela nafas panjang, dia harus ekstra sabar menghadapi Arana yang sedang sensitif. Beberapa hari ini Arana jadi lebih gampang marah dan tersinggung. Sangat berbeda dengan Arana yang biasanya, tenang dan pengertian. Saga menghela nafas lagi."Aku minta maaf ya!" ucap Saga lalu ikut duduk disebelah Arana. "Maaf sudah buat kamu marah" Saga menarik tubuh Arana agar menghadap kearah nya. "Iya Mas
Saga mempercepat kecepatan mobilnya. Tak menghiraukan klakson dan umpatan orang yang dia salip. TIIN TIIIIIIINNNNN. "Brengsek,!!" umpat Saga saat mobilnya hampir saja menabrak pengendara motor yang tiba-tiba muncul menyebrang di depannya. "Sial.." Saga memukul stir mobilnya menatap kesal pada pengendara yang mengangguk-angguk meminta maaf. Saga mulai menjalankan mobilnya kembali dengan kecepatan lebih santai karena jarak rumahnya sudah dekat. "Assalamu'alaikum." ucap Saga melangkah masuk. "Sudah pulang Ga?" tanya Lastri yang duduk di ruang tengah bersama Ratih yang terlihat cemas. "Iya Bu" jawab Saga mencium tangan kedua wanita parah baya itu. "Arana belum bangun Bu?" tanyanya. "Belum Ga. Kamarnya di kunci dari dalam" jawab Lastri. "Sepertinya dia marah sama Bunda, karena ngomongin Kiara terus tadi" sahut Ratih dengan wajah sedih. "Kalau Bunda yang ketuk pintunya dia gak mau jawab" sambungnya. Saga menghela nafas lelah. Hari ini dia bebannya sangat banyak. "Arana memang kada
Pov Arana.Sejak kemarin aku tidur di kamar Kak Raka. Aku masih sakit hati dengan perkataan Mas Saga yang mengatakan aku seperti anak kecil dan berpikiran sempit. Aku merasa tidak pantas untuk menjadi pendampingnya. Aku istrinya tapi kenapa dia tidak berbicara dulu denganku jika dia ingin membantu Ayah menyelesaikan masalah Mbak Kiara. Mengapa harus di sembunyikan dariku? Apa Mas Saga pikir aku begitu jahat sehingga tak mengizinkan dia membantu Ayah. Ya, aku akui beberapa hari ini aku begitu sensitif dan mudah sekali marah. Namun itu bukan alasan menganggap aku anak kecil yang tidak pantas di ajak tukar pikiran dan mendengarkan keluh kesahnya.Sejak dulu Mas Saga memang seperti itu, tidak pernah mengatakan masalahnya padaku. Dia selalu Menyimpan masalahnya sendiri tanpa sedikit pun ingin berbagi masalah dengan ku. Itu membuatku merasa menjadi orang bodoh dan tidak penting untuk nya. Bahkan sekedar menjadi tempat nya berkeluh kesah saja tidak bisa. Setidak berguna itu kah aku? Bunda
Setelah pulang mengantar Zidan ke sekolah Ratih pergi ke supermarket untuk belanja bulanan. Tak lupa dia juga membeli susu Ibu hamil dan cemilan untuk Arana.Sesampainya di rumah Jatmiko Ratih langsung masuk ke rumah dan menyapa Saga yang ada di ruang tamu bersama Ferdy sedang membahas pekerjaan. Setelah meletakkan sekantong cemilan dan susu Ibu hamil di atas meja makan, Ratih menaiki tangga menuju kamar Arana. Ketika hendak mengetuk pintu kamar Arana terdengar suara dari kamar sebelahnya. Karena penasaran Ratih mendekat untuk mencuri dengar pembicaraan yang menyebut namanya. Beberapa saat Ratih terpaku mendengar suara tiga orang yang sangat dikenalnya. Emosi Ratih memuncak, tangannya mengepal erat di kedua sisi tubuhnya. Ketika hanya terdengar isak tangis Arana yang masuk ke gendang telinganya, Ratih berbalik berniat pergi meninggalkan rumah Jatmiko.Matanya membulat kaget ketika nampak Saga sedang berdiri menatapnya dengan pandangan yang sulit sekali di artikan. "Ternyata kalia