Saga mempercepat kecepatan mobilnya. Tak menghiraukan klakson dan umpatan orang yang dia salip. TIIN TIIIIIIINNNNN. "Brengsek,!!" umpat Saga saat mobilnya hampir saja menabrak pengendara motor yang tiba-tiba muncul menyebrang di depannya. "Sial.." Saga memukul stir mobilnya menatap kesal pada pengendara yang mengangguk-angguk meminta maaf. Saga mulai menjalankan mobilnya kembali dengan kecepatan lebih santai karena jarak rumahnya sudah dekat. "Assalamu'alaikum." ucap Saga melangkah masuk. "Sudah pulang Ga?" tanya Lastri yang duduk di ruang tengah bersama Ratih yang terlihat cemas. "Iya Bu" jawab Saga mencium tangan kedua wanita parah baya itu. "Arana belum bangun Bu?" tanyanya. "Belum Ga. Kamarnya di kunci dari dalam" jawab Lastri. "Sepertinya dia marah sama Bunda, karena ngomongin Kiara terus tadi" sahut Ratih dengan wajah sedih. "Kalau Bunda yang ketuk pintunya dia gak mau jawab" sambungnya. Saga menghela nafas lelah. Hari ini dia bebannya sangat banyak. "Arana memang kada
Pov Arana.Sejak kemarin aku tidur di kamar Kak Raka. Aku masih sakit hati dengan perkataan Mas Saga yang mengatakan aku seperti anak kecil dan berpikiran sempit. Aku merasa tidak pantas untuk menjadi pendampingnya. Aku istrinya tapi kenapa dia tidak berbicara dulu denganku jika dia ingin membantu Ayah menyelesaikan masalah Mbak Kiara. Mengapa harus di sembunyikan dariku? Apa Mas Saga pikir aku begitu jahat sehingga tak mengizinkan dia membantu Ayah. Ya, aku akui beberapa hari ini aku begitu sensitif dan mudah sekali marah. Namun itu bukan alasan menganggap aku anak kecil yang tidak pantas di ajak tukar pikiran dan mendengarkan keluh kesahnya.Sejak dulu Mas Saga memang seperti itu, tidak pernah mengatakan masalahnya padaku. Dia selalu Menyimpan masalahnya sendiri tanpa sedikit pun ingin berbagi masalah dengan ku. Itu membuatku merasa menjadi orang bodoh dan tidak penting untuk nya. Bahkan sekedar menjadi tempat nya berkeluh kesah saja tidak bisa. Setidak berguna itu kah aku? Bunda
Setelah pulang mengantar Zidan ke sekolah Ratih pergi ke supermarket untuk belanja bulanan. Tak lupa dia juga membeli susu Ibu hamil dan cemilan untuk Arana.Sesampainya di rumah Jatmiko Ratih langsung masuk ke rumah dan menyapa Saga yang ada di ruang tamu bersama Ferdy sedang membahas pekerjaan. Setelah meletakkan sekantong cemilan dan susu Ibu hamil di atas meja makan, Ratih menaiki tangga menuju kamar Arana. Ketika hendak mengetuk pintu kamar Arana terdengar suara dari kamar sebelahnya. Karena penasaran Ratih mendekat untuk mencuri dengar pembicaraan yang menyebut namanya. Beberapa saat Ratih terpaku mendengar suara tiga orang yang sangat dikenalnya. Emosi Ratih memuncak, tangannya mengepal erat di kedua sisi tubuhnya. Ketika hanya terdengar isak tangis Arana yang masuk ke gendang telinganya, Ratih berbalik berniat pergi meninggalkan rumah Jatmiko.Matanya membulat kaget ketika nampak Saga sedang berdiri menatapnya dengan pandangan yang sulit sekali di artikan. "Ternyata kalia
"Kamu senang? Mau berapa kali kamu mengorbankan Arana? Bunuh saja dia!" teriak Ratih di akhir kalimatnya. "Arana itu juga anak kamu Aditama" ucap Ratih dengan berurai air mata sambil tangannya memukul dadanya sendiri. "Lakukan tes DNA! Jika dia benar anakmu, kamu harus bersujud di kakinya" pungkas Ratih lalu melempar selembar kertas yang diambil dari tasnya. Ratih menatap Aditama penuh kebencian lalu mengusap air matanya. Berjalan keluar tanpa memperdulikan teriakan Kiara yang memohon maaf. Aditama mengambil kertas yang di lempar oleh Ratih sebelum pergi. Matanya membulat kaget menatap kertas hasil tes DNA atas nama Aditama dan Keysa Arana. Tertulis kecocokan nya 99,99999 dengan kata lain Aditama dan Arana adalah ayah dan anak. Aditama menghela nafas panjang bukan hasil dari tes DNA yang membuatnya terkejut, tapi kenekatan Ratih melakukan tes DNA. Apa begitu buruk perlakuannya pada Arana sehingga Ratih nekat melakukan tes DNA tanpa sepengetahuannya dan Arana. "Yah. Bunda salah
"Rana. Izinkan aku masuk sebentar." pinta Saga didepan pintu kamar. "Aku turuti permintaan kamu. Aku akan pulang ke rumah tapi beri aku waktu untuk bicara sebentar sama kamu" ucapnya sambil sesekali mengetuk pintu kamar. "Aku gak akan pergi sampai kamu memberi waktu aku bicara sebentar sama kamu" ujar Saga tegas. "Aku bisa memaksa dengan kekerasan jika aku mau" kesalnya tak mendapatkan respon dari Arana. BRAAAKKKKArana melemparkan novel yang dia baca kearah pintu. Arana bukan tipe wanita yang akan menurut jika di ancam. Saga memijit pangkal hidungnya, dia lupa jika Arana wanita yang tidak takut dengan ancaman. "Aku sudah berkemas, semua pakaianku sudah aku masukkan koper. Aku akan pergi dari rumah ini seperti yang kamu mau, tapi kita harus bicara sebentar." kata Saga tanpa ada nada ancaman sama sekali. "Aku juga tidak lagi ikut campur soal perusahaan mu dan masalah Kiara. Aku hanya ingin bicara sebentar sebelum aku pergi" Arana mengerutkan dahinya mendengar kata 'perusahaanmu.'
pov Arana.Saat aku terbangun aku merasa ada yang aneh dengan ranjang yang aku tempati. Aku memaksa membuka mataku meskipun terasa berat karena aku masih sangat mengantuk. Aku mengerutkan keningku bingung setelah menyadari dimana aku berada. Aku mengedipkan mataku berulangkali untuk memperjelas penglihatan ku. Hal pertama yang aku lihat saat membuka mata adalah foto pernikahanku dan Mas Saga yang tertempel di dinding kamar. Aku beranjak duduk bersandar pada sandaran ranjang sambil memandang ke sekeliling kamar. "Bukannya tadi aku tidur di kamar Kak Raka"Aku mencoba untuk mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum aku tertidur? Ya, aku ingat. Aku makan makanan yang dibawakan oleh Ferdy asisten pribadi Mas Saga. Setelah itu aku merasa sangat mengantuk dan tertidur. Pasti ada sesuatu di dalam makanannya. CEKLEK... Suara pintu terbuka. "Kamu sudah bangun?" tanya Mas Saga berjalan mendekat, "Mandi dulu setelah itu sholat magrib dulu kita makan malam." katanya setelah duduk di sisi ran
Pov Saga. "Terima kasih Sayang.. I love you My Rana" bisik ku tepat didepan wajah Arana. "I love you too" kata Arana dengan wajah merona. Aku kembali memeluknya dengan hati-hati mengingat perutnya yang sudah membuncit. Rasanya sangat lega seperti sebuah beban berat yang menindih di dada terangkat dan aku bisa bernafas dengan lega. Aku memang salah. Aku terlalu menyepelekan masalah. Bagiku tidak penting bercerita tentang masalah yang tidak ada hubungannya dengan dengan rumah tangga kami. Selama aku bisa menghandle masalahnya aku tidak perlu memberitahunya. Namun, sekarang aku tahu jika seperti itu bisa menimbulkan salah faham antara Aku dan Arana. Aku baru menyadari jika aku juga harus terbuka dan berbagi perasaan dengan Arana. Kami suami istri sudah sepantasnya Arana mengetahui semua hal tentang diriku.Jika aku yang berada di posisinya pasti aku akan berpikir yang hal yang sama. Aku akan menganggap Arana tidak menganggap ku penting sehingga dia mengambil keputusan tanpa bertanya
Kehamilan Arana sudah memasuki bulan ke sembilan dan tinggal menunggu hari saja untuk melahirkan. Saga sangat siaga sebagai suami. Tak jarang dia bergadang untuk menjaga Arana yang sering terjaga di malam karena bolak balik ke kamar mandi. Karena ketika kehamilan sudah pada trimester akhir, ibu hamil akan sering buang air kecil. Dengan sigap Saga akan mengantar bahkan ikut masuk ke kamar mandi ketika Arana buang air kecil. Meskipun Arana menolak Saga tetap memaksa ikut masuk atau jika Arana benar-benar tidak ingin ditemani, Saga melarang Arana untuk menutup pintu kamar mandi. Hubungan Arana dengan Ratih juga sudah membaik. Berawal dari suami Ratih datang menemui Arana dan menjelaskan yang sebenarnya jika Ratih tidak tahu menahu tentang rencana Kiara yang mencoba untuk mendekati Saga. Pada dasarnya Arana sendiri juga tidak menyalahkan Ratih sehingga hubungan Ibu dan anak itu bisa kembali membaik dan semakin dekat.Setiap hari Ratih datang ke rumah Saga untuk menjaga dan memperhatikan
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.