Saga sedang sibuk dengan laptop di pangkuannya ketika terdenagr suara gelas pecah dan pekikan asisten rumah tangganya. PYAAARRRR..... "Astaga Nyonya" pekik Bibi dari arah dapur. Saga segera meletakkan laptopnya di atas meja lalu berlari menuju dapur. "Ada apa?" tanyanya panik melihat sang istri meringis dengan di pegangi oleh Asisten Rumah tangganya. "Perut kamu sakit?" tanya Saga mengambil alih memegangi Arana. Sejak sore perut Arana sudah terasa mules tapi rasa sakitnya masih ringan dan jarang karena itu dia tidak memberitahu Saga karena tidak ingin Saga panik.Setelah makan malam kontraksinya mulai terasa intens tapi Arana mengalihkan dengan membuat jus agar tidak terlalu fokus pada rasa sakitnya. "Hemm. Kayaknya aku mau lahiran Mas," jawab Arana, " Kontraksi nya makin sering dan lama." lanjutnya sambil meringis memegang perutnya. "Kenapa gak bilang dari tadi?" tanya Saga dengan wajah bingung dan panik. "Sebaiknya di bawa ke rumah sakit sekarang Tuan" sahut Bibi sambil memb
Dokter dan beberapa perawat datang memeriksa Arana. Hasil pemeriksaan Arana sudah sampai pada pembukaan sepuluh. "Ibu Arana sudah pembukaan sepuluh jadi akan segera di pindahkan ke ruang bersalin" beritahu Dokter. " Silahkan hanya satu orang jika ingin ikut menemani di ruang bersalin." lanjut sang Dokter. "Iya saya akan menemani Istri saya Dok." sahut Saga tegas. "Iya," Dokter mengangguk. Lalu meminta perawat membawa Arana keluar dari ruang pemeriksaan. "Kamu pasti kuat Nak. Bunda tunggu di luar" Ratih memberi semangat pada putrinya tersebut. "Ga. Temani Arana, jangan lupa berdo'a dalam hati" Ratih menepuk pundak menantunya itu. "Pasti Bunda" kata Saga tegas. Perawat membawa Arana ke ruang bersalin dengan di ikuti Saga di sisi ranjang sambil memegang erat tangan Arana. Sedangkan Ratih dan suaminya menunggu didepan ruangan bersalin. Terlihat dari jauh Jatmiko dan Lastri juga Raka, berjalan cepat menghampiri Ratih dan suaminya. "Bagaimanapun Dik, Arana sudah melahirkan?" tanya
"Sudah punya nama untuk anak kalian" tanya Jatmiko pada Saga yang duduk disisi Arana. "Sudah Pak. Tapi kalau bapak punya usul silahkan," jawab Saga setelah menoleh pada Arana. "Ya sudah pakai nama yang kalian siapkan saja" ujar Jatmiko. "Kalau Bapak mau ngasih nama nanti di gabungin," sahut Arana. Arana sudah mengira jika Jatmiko pasti menyiapkan satu nama untuk bayinya. "Aksara." kata Jatmiko. "Bagus Pak namanya." Saga memuji nama yang di berikan Jatmiko. "Bapak kamu sudah menyiapkan nya dari awal dengar kamu hamil Na." sahut Lastri berjalan mendeKati Arana. "Iya Bu." kata Arana lalu mengambil alih bayinya dari gendingan Ratih. "Namanya, Aksara kahiyang Ayu Bagaskara" beritahu Saga menyentuh pipi mungil putrinya dengan jari telunjuk nya. "Nama yang bagus. Bisa di panggil Aksara, atau kahiyang, Ayu juga bisa." Ratih menimpali lalu berjalan kearah sofa duduk di sebelah Hendra. "Jangan lupa kasih kabar mbak miranda." sambung Ratih mengingatkan. "Iya Bunda." Saga beranjak izi
Ratih membawa Aksara keluar agar Aditama berhenti menangis. "Sudah jangan menangis lagi kakek, aku gak bisa tidur," kata Ratih dengan menirukan suara anak kecil. "Maafkan kakek" ucap Aditama sambil mengusap wajahnya lalu berdiri menuju tempat cuci tangan. "Boleh Kakek gendong cucu kakek yang cantik ini," pinta Aditama sambil mengulurkan tangannya ke depan Ratih setelah selesai mencuci tangannya. "Tentu saja Kakek." jawab Ratih sambil tersenyum."Mas duduk aja!" intruksi Ratih lalu meletakkan Aksara di pangkuan Aditama. Arana memandang haru pada sang Ayah. Dia tak menyangka jika Ayahnya yang dulu sama sekali tak pernah mau berbicara padanya tapi sekarang bersedia menggendong putrinya. "Bagaimana kabar Kiara dan Dara Yah?" Arana bertanya tentang keadaan saudaranya. "Kiara, baik." jawab Aditama sambil menimang Aksara. "Sekarang dia tinggal di rumah mertuanya, tapi sesekali datang ke rumah mengantar Dara bertemu Ayah" "Ayah tinggal sendirian di rumah?" tanya Arana sedikit terkejut.
Rumah Saga dan Arana ramai riuh dengan tawa keluarga dekat mereka yang datang untuk melihat anggota baru keluarga mereka. Aksara kahiyang Ayu Bagaskara putri pertama Saga dan Arana yang menjadi pusat perhatian semua orang yang datang.Semua orang mengelilingi Miranda untuk melihat bayi kecil yang ada di gendongannya."Cantik sekali sih cucu oma," puji Miranda sambil sesekali mencium pipi Aksara.Miranda dan Bima sampai di Indonesia dini hari tadi. Langsung menuju ke rumah Saga untuk melihat cucu pertama mereka. Sedangkan Jatmiko dan Raka sudah sejak sore menyusul Lastri yang sudah lebih dulu menginap di rumah Arana."Tante boleh gendong sebentar?" pinta Rania memelas. Sejak datang dia sudah merengek ingin menggendong Aksara tapi tidak juga di izinkan oleh Miranda."Jangan, nanti jatuh. Kamu kan belum pernah pegang bayi Rania. Lagian kamu orangnya gemesan nanti cucu oma yang cantik ini kamu uyel uyel." Miranda menolak permintaan Rania untuk kesekian kalinya. "Gak tante. Bentar aja ta
Sekarang umur Akasara sudah menginjak 3 bulan. Sudah banyak perkembangan yang sudah ditunjukkan oleh bayi cantik tersebut. Sudah sejak Aksara berumur satu bulan setengah Arana sudah mulai merawatnya sendiri. Lastri sudah pulang kembali kerumahnya. Hanya sesekali saja saat rindu dia datang menjenguk. Untuk Ratih, dia masih sering datang ke rumah Arana. Setiap kali tidak sibuk dia akan datang walau hanya untuk sekedar mengobrol dengan Arana dan melihat cucunya. Saga juga sudah kembali aktif di kantor. Setiap hari dia berangkat ke kantor dan pulang tepat waktu sebelum jam 4 sore. Dia selalu menyempatkan waktu untuk ikut memandikan Aksara setiap pagi dan sore. Saga menolak untuk lembur setiap kali ada jika ada pekerjaan yang belum selesai dia akan membawanya pulang. Dia akan menyelesaikan pekerjaannya setelah Arana dan Aksara tidur. Sembari mengerjakan pekerjaan kantor nya dia berjaga-jaga jika Akasara terbangun karena lapar atau ganti popok. "Halo putri Papa yang cantik,," puji Saga
Tanpa terasa umur Aksara sudah delapan bulan. Setiap hari Aksara menunjukkan perkembangannya yang tak jarang membuat Saga dan Arana tertegun dengan kepandaian putri pertamanya. Aksara sudah mulai pandai menanggapi dengan celoteh celotehan lucu nya. Bayi kecil itu juga sudah bisa merangkak sehingga Saga benar-benar memberi pengawasan ekstra pada sang putri yang mulai aktif. Saga sudah memberi peringatan kepada Arana agar tidak melakukan pekerjaan rumah dan hanya fokus mengurus dan menjaga Aksara. Saga juga berpesan kepada Bibi, tidak membiarkan Arana untuk melakukan pekerjaan rumah. Dia juga menambah dua asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan Bi Sarti. Satu untuk mencuci pakaian dan satu untuk bersih-bersih rumah. "Papa berangkat kerja dulu ya sayang," pamit Saga pad anak dan istrinya yang mengantar sampai di terasa rumah. "Iya Papa. Yang semangat ya kerjanya" ucap Arana sambil menggoyang kan tangan Aksara. "Iya pasti. Papa selalu semangat kerja buat kalian" ujar Saga lalu
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.