"Sayang kamu kenapa?" Saga mengikuti Arana masuk ke kamar. Arana duduk di sofa kamar tetap dengan kebisuannya yang membuat Saga bingung. Saga meletakkan laptopnya di meja belajar milik Arana. "Mas ada salah sama kamu? Kalau ada yang kamu gak suka, bilang. Jangan diam saja." Saga berlutut didepan Arana. "Mas beneran gak tau kalau kamu gak bicara sayang" ucapnya selembut mungkin. "Kamu marah karena Mas cuekin kamu?" tanya Saga lagi, meraih tangan Arana lalu di genggamnya, "Maaf tadi ada kerjaan yang harus segera di selesaikan"Arana tak menyahut tetap diam dan membuang muka kearah lain. Saga menghela nafas panjang, dia harus ekstra sabar menghadapi Arana yang sedang sensitif. Beberapa hari ini Arana jadi lebih gampang marah dan tersinggung. Sangat berbeda dengan Arana yang biasanya, tenang dan pengertian. Saga menghela nafas lagi."Aku minta maaf ya!" ucap Saga lalu ikut duduk disebelah Arana. "Maaf sudah buat kamu marah" Saga menarik tubuh Arana agar menghadap kearah nya. "Iya Mas
Saga mempercepat kecepatan mobilnya. Tak menghiraukan klakson dan umpatan orang yang dia salip. TIIN TIIIIIIINNNNN. "Brengsek,!!" umpat Saga saat mobilnya hampir saja menabrak pengendara motor yang tiba-tiba muncul menyebrang di depannya. "Sial.." Saga memukul stir mobilnya menatap kesal pada pengendara yang mengangguk-angguk meminta maaf. Saga mulai menjalankan mobilnya kembali dengan kecepatan lebih santai karena jarak rumahnya sudah dekat. "Assalamu'alaikum." ucap Saga melangkah masuk. "Sudah pulang Ga?" tanya Lastri yang duduk di ruang tengah bersama Ratih yang terlihat cemas. "Iya Bu" jawab Saga mencium tangan kedua wanita parah baya itu. "Arana belum bangun Bu?" tanyanya. "Belum Ga. Kamarnya di kunci dari dalam" jawab Lastri. "Sepertinya dia marah sama Bunda, karena ngomongin Kiara terus tadi" sahut Ratih dengan wajah sedih. "Kalau Bunda yang ketuk pintunya dia gak mau jawab" sambungnya. Saga menghela nafas lelah. Hari ini dia bebannya sangat banyak. "Arana memang kada
Pov Arana.Sejak kemarin aku tidur di kamar Kak Raka. Aku masih sakit hati dengan perkataan Mas Saga yang mengatakan aku seperti anak kecil dan berpikiran sempit. Aku merasa tidak pantas untuk menjadi pendampingnya. Aku istrinya tapi kenapa dia tidak berbicara dulu denganku jika dia ingin membantu Ayah menyelesaikan masalah Mbak Kiara. Mengapa harus di sembunyikan dariku? Apa Mas Saga pikir aku begitu jahat sehingga tak mengizinkan dia membantu Ayah. Ya, aku akui beberapa hari ini aku begitu sensitif dan mudah sekali marah. Namun itu bukan alasan menganggap aku anak kecil yang tidak pantas di ajak tukar pikiran dan mendengarkan keluh kesahnya.Sejak dulu Mas Saga memang seperti itu, tidak pernah mengatakan masalahnya padaku. Dia selalu Menyimpan masalahnya sendiri tanpa sedikit pun ingin berbagi masalah dengan ku. Itu membuatku merasa menjadi orang bodoh dan tidak penting untuk nya. Bahkan sekedar menjadi tempat nya berkeluh kesah saja tidak bisa. Setidak berguna itu kah aku? Bunda
Setelah pulang mengantar Zidan ke sekolah Ratih pergi ke supermarket untuk belanja bulanan. Tak lupa dia juga membeli susu Ibu hamil dan cemilan untuk Arana.Sesampainya di rumah Jatmiko Ratih langsung masuk ke rumah dan menyapa Saga yang ada di ruang tamu bersama Ferdy sedang membahas pekerjaan. Setelah meletakkan sekantong cemilan dan susu Ibu hamil di atas meja makan, Ratih menaiki tangga menuju kamar Arana. Ketika hendak mengetuk pintu kamar Arana terdengar suara dari kamar sebelahnya. Karena penasaran Ratih mendekat untuk mencuri dengar pembicaraan yang menyebut namanya. Beberapa saat Ratih terpaku mendengar suara tiga orang yang sangat dikenalnya. Emosi Ratih memuncak, tangannya mengepal erat di kedua sisi tubuhnya. Ketika hanya terdengar isak tangis Arana yang masuk ke gendang telinganya, Ratih berbalik berniat pergi meninggalkan rumah Jatmiko.Matanya membulat kaget ketika nampak Saga sedang berdiri menatapnya dengan pandangan yang sulit sekali di artikan. "Ternyata kalia
"Kamu senang? Mau berapa kali kamu mengorbankan Arana? Bunuh saja dia!" teriak Ratih di akhir kalimatnya. "Arana itu juga anak kamu Aditama" ucap Ratih dengan berurai air mata sambil tangannya memukul dadanya sendiri. "Lakukan tes DNA! Jika dia benar anakmu, kamu harus bersujud di kakinya" pungkas Ratih lalu melempar selembar kertas yang diambil dari tasnya. Ratih menatap Aditama penuh kebencian lalu mengusap air matanya. Berjalan keluar tanpa memperdulikan teriakan Kiara yang memohon maaf. Aditama mengambil kertas yang di lempar oleh Ratih sebelum pergi. Matanya membulat kaget menatap kertas hasil tes DNA atas nama Aditama dan Keysa Arana. Tertulis kecocokan nya 99,99999 dengan kata lain Aditama dan Arana adalah ayah dan anak. Aditama menghela nafas panjang bukan hasil dari tes DNA yang membuatnya terkejut, tapi kenekatan Ratih melakukan tes DNA. Apa begitu buruk perlakuannya pada Arana sehingga Ratih nekat melakukan tes DNA tanpa sepengetahuannya dan Arana. "Yah. Bunda salah
"Rana. Izinkan aku masuk sebentar." pinta Saga didepan pintu kamar. "Aku turuti permintaan kamu. Aku akan pulang ke rumah tapi beri aku waktu untuk bicara sebentar sama kamu" ucapnya sambil sesekali mengetuk pintu kamar. "Aku gak akan pergi sampai kamu memberi waktu aku bicara sebentar sama kamu" ujar Saga tegas. "Aku bisa memaksa dengan kekerasan jika aku mau" kesalnya tak mendapatkan respon dari Arana. BRAAAKKKKArana melemparkan novel yang dia baca kearah pintu. Arana bukan tipe wanita yang akan menurut jika di ancam. Saga memijit pangkal hidungnya, dia lupa jika Arana wanita yang tidak takut dengan ancaman. "Aku sudah berkemas, semua pakaianku sudah aku masukkan koper. Aku akan pergi dari rumah ini seperti yang kamu mau, tapi kita harus bicara sebentar." kata Saga tanpa ada nada ancaman sama sekali. "Aku juga tidak lagi ikut campur soal perusahaan mu dan masalah Kiara. Aku hanya ingin bicara sebentar sebelum aku pergi" Arana mengerutkan dahinya mendengar kata 'perusahaanmu.'
pov Arana.Saat aku terbangun aku merasa ada yang aneh dengan ranjang yang aku tempati. Aku memaksa membuka mataku meskipun terasa berat karena aku masih sangat mengantuk. Aku mengerutkan keningku bingung setelah menyadari dimana aku berada. Aku mengedipkan mataku berulangkali untuk memperjelas penglihatan ku. Hal pertama yang aku lihat saat membuka mata adalah foto pernikahanku dan Mas Saga yang tertempel di dinding kamar. Aku beranjak duduk bersandar pada sandaran ranjang sambil memandang ke sekeliling kamar. "Bukannya tadi aku tidur di kamar Kak Raka"Aku mencoba untuk mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum aku tertidur? Ya, aku ingat. Aku makan makanan yang dibawakan oleh Ferdy asisten pribadi Mas Saga. Setelah itu aku merasa sangat mengantuk dan tertidur. Pasti ada sesuatu di dalam makanannya. CEKLEK... Suara pintu terbuka. "Kamu sudah bangun?" tanya Mas Saga berjalan mendekat, "Mandi dulu setelah itu sholat magrib dulu kita makan malam." katanya setelah duduk di sisi ran
Pov Saga. "Terima kasih Sayang.. I love you My Rana" bisik ku tepat didepan wajah Arana. "I love you too" kata Arana dengan wajah merona. Aku kembali memeluknya dengan hati-hati mengingat perutnya yang sudah membuncit. Rasanya sangat lega seperti sebuah beban berat yang menindih di dada terangkat dan aku bisa bernafas dengan lega. Aku memang salah. Aku terlalu menyepelekan masalah. Bagiku tidak penting bercerita tentang masalah yang tidak ada hubungannya dengan dengan rumah tangga kami. Selama aku bisa menghandle masalahnya aku tidak perlu memberitahunya. Namun, sekarang aku tahu jika seperti itu bisa menimbulkan salah faham antara Aku dan Arana. Aku baru menyadari jika aku juga harus terbuka dan berbagi perasaan dengan Arana. Kami suami istri sudah sepantasnya Arana mengetahui semua hal tentang diriku.Jika aku yang berada di posisinya pasti aku akan berpikir yang hal yang sama. Aku akan menganggap Arana tidak menganggap ku penting sehingga dia mengambil keputusan tanpa bertanya