Chelsea memesan makanan untuk ia bawa ke kantor Roan. Dia berniat untuk mengunjungi suaminya di jam makan siang. Chelsea tak ingin orang-orang berpikir jika ia tak mempedulikan suaminya. Hal itu akan membuat para perempuan di sekitar Roan mengambil kesempatan untuk menarik perhatian suaminya. Apalagi perempuan yang waktu itu ditemui Chelsea sewaktu ia pertama kali datang ke kantor suaminya. Chelsea tak akan memberikan kesempatan pada perempuan tidak tahu malu itu.Suara bel pintunya berbunyi. Makanan yang dia pesan mungkin sudah diantarkan. Chelsea bersemangat untuk segera ke pintu depan menemui kurir pengantar makanan itu.Tapi, dugaannya ternyata salah. Bukan kurir pengantar makanan yang berdiri di depan pintu, melainkan Tristan, kekasihnya."Tristan?" Chelsea cukup terkejut. "Kamu datang?"Chelsea merasa sedikit heran. Kali ini Tristan menjadi lebih sering menemuinya. Dan dia juga tanpa ragu-ragu mendatangi Chelsea di rumah tempat ia dan suaminya tinggal. Dia tidak merasa segan sam
Istrinya datang ke kantor. Roan sudah merasa senang karena istrinya itu memiliki inisiatif sendiri untuk menemuinya. Akan tetapi, Roan menyadari jika raut wajah istrinya sedikit berbeda. Dia terlihat murung.Saat mereka tengah duduk bersama, menikmati makanan yang dibawa Chelsea, akhirnya Roan bertanya, "Ada apa?"Chelsea terkesiap."Kamu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apa ada masalah?"Roan hanya ingin memastikan jika tak ada sesuatu yang sedang terjadi. Dia tak ingin membuat istrinya memikul beban berat sendirian."Aku baik-baik saja." Sadar dirinya bersikap berbeda, Chelsea menegakkan tubuhnya dan mulai berusaha untuk terlihat tenang. Masalah tentang hubungannya dengan Tristan tentu bukan sesuatu yang bisa ia bahas dengan suaminya. "Mengapa bertanya seperti itu? Aku tidak memikirkan apapun. Mungkin itu hanya perasaanmu saja."Roan tahu istrinya tidak jujur. Tapi dia tak ingin memaksanya untuk bercerita. Roan pun hanya mengangguk dengan ringan."Roan, aku rasa kita tidak pernah
Roan membawa Chelsea ke restoran yang lebih mewah dari sebelumnya. Tindakan Roan kali ini membuat Chelsea ingin memprotes. Ia khawatir jika Roan terlalu memaksakan diri demi dirinya. Karena tidak seharusnya pria itu menghamburkan uang untuknya."Kita pilih tempat lain saja," ujar Chelsea. Dia enggan untuk masuk, meski kini mereka sudah sampai di depan restoran."Kenapa?" Roan menatapnya heran. Lalu dia melirik restoran yang telah ia pilih. "Apa restorannya kurang bagus?""Bukan!" Chelsea berdecak kesal. Mengapa pria itu masih belum mengerti? "Aku ... aku tidak ingin kamu menghamburkan uang untukku."Dia bicara dengan nada pelan. Khawatir jika ucapannya akan membuat Roan tersinggung.Namun ternyata, pria itu malah tertawa. Roan sedikit terhibur dengan perhatian yang diberikan istrinya."Tidak perlu khawatir. Aku tidak akan kehabisan uang hanya karena mengajakmu makan di restoran ini," ucap Roan, menenangkan.Chelsea tidak lantas percaya. Dia masih membujuk Roan untuk pergi ke tempat la
Ketika Chelsea pergi ke toilet sebentar. Seseorang menghadangnya. Chelsea terkejut, melihat jika itu adalah Tristan. Bagaimana pria itu bisa berada di sini?"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Tristan, menatap Chelsea dengan mata menyalang. Saat ini, emosi seakan telah mengumpul dalam dadanya dan hanya tinggal menunggu beberapa saat untuk meledak. Rasanya dia begitu marah hingga bisa memukul siapa saja.Dia baru menerima informasi dari salah satu temannya tentang Chelsea. Emosi seketika menguasainya kala dia mendengar jika Chelsea tengah makan malam romantis dengan suaminya. Tanpa menunggu waktu lama, Tristan bergegas datang ke tempat yang dimaksud hanya untuk memastikan apakah informasi yang ia dapatkan ini benar.Dan, Tristan tidak dapat menahan lagi saat ia benar-benar melihat dengan matanya jika Chelsea ada di sana, bersama pria itu.Tristan hanya bisa memperhatikan dari kejauhan bagaimana kekasihnya menikmati makan malam romantis dengan pria itu. Dia menunggu kesempatan untuk m
Chelsea akhirnya kembali ke rumah setelah Tristan mengijinkan. Sebenarnya, ia merasa sedikit takut untuk menghadapi Roan. Chelsea tak berani bertemu suaminya. Namun, Chelsea tak memiliki pilihan lain selain kembali ke rumah ini. Dia tak memiliki tujuan lain selain kembali ke sini.Dengan hati-hati Chelsea membuka pintu. Dia melihat jika ruangan di rumahnya masih terang. Sepertinya suaminya belum tidur.Chelsea berusaha untuk tidak menimbulkan suara apapun. Dia bergerak dengan sangat pelan. Tapi, di langkahnya yang keempat, tubuhnya membeku. Dia menemukan Roan berdiri tidak jauh darinya.Kini, Chelsea bingung harus bagaimana. Dia tidak berani bicara atau beranjak. Pada akhirnya, dia hanya bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk.Chelsea sudah siap menerima amarah suaminya. Ia bahkan tak akan terkejut jika pria itu menampar wajahnya.Akan tetapi, diluar dugaannya. Pria itu sama sekali tidak marah.Dia mendekati Chelsea dan bertanya, "Kamu baik-baik saja?"Chelsea kebingungan. N
Roan membiarkan Melisa membalut lukanya.Karena menolak untuk dipanggilkan dokter, sekretaris Roan akhirnya meminta bantuan Melisa untuk mengobati Roan. Karena ia tahu, sebagai teman yang paling dekat dengan Roan di kantor, dia bisa membujuk Roan supaya mau mengobati tangannya."Kau ini bodoh atau apa? Luka seperti ini malah tidak diobati." Sembari membalut tangan Roan dengan perban, Melisa tak membuang kesempatan untuk mengomeli pria itu. Roan sudah membuatnya hampir terkena serangan jantung saat menemukan darah pria itu yang bercecer di sepanjang jalan. Melisa pikir pria itu terluka parah. Untungnya, hanya tangannya saja. Namun tetap saja, luka yang dia terima memang tidak bisa disebut ringan."Siapa bilang aku tidak mau mengobatinya?""Sekretarismu.""Bukan aku tidak mau mengobati. Aku hanya tidak mau dipanggilkan dokter." Roan menjelaskan. Dia tentu tidak sebodoh itu untuk membiarkan tangannya terluka tanpa diobati sama sekali. "Kupikir itu terlalu berlebihan. Aku bisa mengobatiny
Chelsea berlari menuju mobilnya. Dia tak ingin sedikit pun melambatkan langkahnya. Satu hal yang ia inginkan saat ini hanya segera pergi dari tempat ini.Danang terkejut saat melihat majikannya kembali dengan sangat cepat. Ia pikir, ia perlu menunggu sekitar setengah sampai satu jam di dalam mobil. Ternyata, hanya beberapa menit saja, majikannya sudah kembali.Ini sedikit membingungkannya. Terlebih, dia menyadari raut wajah tak biasa dari majikannya."Nyonya tidak apa-apa?" tanya Danang. Dia melihat perempuan itu mengucurkan keringat yang sangat banyak di wajahnya. Napasnya terengah-engah. Kedua matanya memerah. Dia terlihat cukup kacau sekarang."Saya baik-baik saja," balas Chelsea dengan susah payah. Dia menggerakkan tangannya, menyuruh Danang untuk segera melajukan mobilnya, "jalan, Pak!"Chelsea tak ingin berada di sini lebih lama. Ia ingin menjauh.Danang mengikuti perintah Chelsea dengan patuh. Namun, sesekali dia masih memperhatikan bagaimana kondisi perempuan itu dari balik ka
Roan menghela napas. Satu tangannya bergerak memijit pelipisnya sendiri. Dia memegang handphone dengan tangannya yang lain, yang ia tempelkan tepat di telinganya, mendengarkan temannya mengoceh tanpa henti, mengomelinya."Kamu tidak bisa keluar seenaknya. Apa kamu tidak tahu jika Ellie sangat kebingungan saat kamu pergi? Dia yang harus menyelesaikan masalah yang kamu buat.""Aku minta maaf, Melisa." Roan akui kali ini dia bertindak cukup ceroboh. Dia terlalu panik hingga meninggalkan tanggungjawabnya. Roan juga merasa bersalah pada sekretarisnya dan juga Melisa. "Aku akan kembali ke sana dengan segera.""Meeting jadi ditunda gara-gara kamu tidak ada," ucap Melisa, menggerutu. Rasanya dia masih belum puas memarahi Roan. "Sekarang cepatlah kembali! Atau aku akan menuntut kenaikan gajiku!"Dia menutup telepon begitu saja. Roan menatap layar handphonenya dan tanpa sadar tertawa kecil.Ekspresi Roan saat itu ditangkap oleh Chelsea. Dia mengetahui jika yang baru menghubungi suaminya adalah
Roan bergegas karena merasa ada sesuatu yang terjadi saat mertuanya tiba-tiba meminta untuk bertemu secara pribadi dengannya. Roan khawatir jika ada masalah serius yang sedang terjadi.Dia masuk ke ruang kerja Argan setelah sekretaris pria itu membukakan pintu untuknya. Roan melihat ayah mertuanya yang tengah berdiri melihat pemandangan di luar jendela.Saat Roan melangkah masuk mendekatinya, pria itu berbalik, menyadari kedatangannya."Kamu datang dengan cepat," ucap Argan. Pria itu memberikan intruksi pada Roan untuk duduk di kursi. Sementara dirinya menduduki kursi kerja miliknya. Mereka kini saling berhadapan satu sama lain, hanya dibatasi dengan meja besar saja."Ada apa, Ayah?" Roan bertanya, khawatir. "Apa terjadi sesuatu?""Ya, aku tidak mungkin memanggilmu ke sini untuk sesuatu yang tidak penting." Argan tampak berat mengungkapkannya. Pria itu mengambil waktu sesaat untuk menarik napas panjang. "Tahanan itu ... dia berhasil melarikan diri."Roan terkejut.Ini bukan kabar yang
Terseok-seok melewati gang sempit, Tristan perlu usaha keras untuk melarikan diri dari penjagaan yang ketat. Tubuh babak belurnya tak membuat keinginan melarikan dirinya pudar. Dia hanya ingin lepas dari tangan anak buah Argan.Pria itu membuang ludah bercampur darah ke tanah. Lalu mengelap mulutnya dengan punggung tangan. Ekspresi wajahnya menggelap, bibirnya berdesis penuh amarah, "keparat!"Pandangannya menyiratkan dendam membara. Kejadian hari ini membuat Tristan semakin membenci Argan dan keluarganya.Tunggu saja, Tristan akan pastikan satu keluarga itu merasakan balasan berkali-kali lipat."Tristan!" Seseorang datang menghampirinya.Tristan menatap orang di depannya. Dia menoyor kepala orang itu dengan tenaganya yang lemah."Kau terlambat, bodoh!" seru Tristan.Sam berdecak kesal. Dia sudah cepat-cepat datang demi menjemput temannya itu. Tapi yang ia dapatkan malah makian."Tidak tahu diri! Sudah bagus aku ke sini menolongmu.""Aku hampir mati di tangan pria sialan itu!""Salahm
Chelsea memeluk Roan cukup lama. Setelah tiba di rumah dan selepas ia membersihkan diri yang tidak memakan waktu sebentar, Chelsea mendekap tubuh suaminya dengan erat.Roan sudah menegur dan meminta Chelsea melepaskan pelukannya. Bukan tak suka atau tak menginginkannya. Tapi mereka memiliki banyak hal yang harus dilakukan."Sayang!" Roan menegur sekali lagi. Dia sudah hampir menyerah untuk bicara pada istrinya.Namun, jawaban Chelsea masih sama. Perempuan itu tetap menggelengkan kepalanya. Tak ingin menuruti permintaan Roan."Biarkan seperti ini," rengek Chelsea. Dia mendongak, menatap Roan yang lebih tinggi darinya. "Aku masih merindukanmu."Roan terkekeh gemas. Dia mencubit puncuk hidung istrinya itu dan berceletuk, "ternyata kau itu sangat manja, ya?""Seharusnya, kamu sudah tahu itu," tanggap Chelsea. "Bukankah sikapku memang seperti ini? Apa kamu tidak memperhatikan?""Emm, tidak juga." Roan berusaha mengingat saat pertama kali dia mengenal Chelsea. Sejujurnya, ia memang tak meng
Roan meregangkan tangannya setelah ia merasa puas melampiaskan amarah yang sejak tadi berusaha ia tahan. Kini, orang yang baru saja menjadi pelampiasan amarahnya itu tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Kondisinya mengenaskan. Wajahnya babak belur dan berlumuran darah. Giginya ada yang copot karena Roan yang memukulnya terlalu keras. Roan juga menendang perut korbannya itu hingga dia memuntahkan darah. Sepertinya, kondisinya sangat buruk setelah Roan menghajarnya kali ini."Ini mungkin akan menimbulkan masalah untukku. Tapi aku tidak peduli," gumam Roan. Dia terlalu berlebihan menghukum Tristan. Tapi Roan tak menyesal sedikit pun. Jika dia tak menerima peringatan dari ayah mertuanya, Roan akan memilih untuk membunuh pria ini."Sepertinya tidak akan, Tuan." Bodyguard Argan yang menemani Roan di sisinya menyahut. Dia berpendapat, "kau melakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Saya rasa, Tuan Besar justru akan senang dengan tindakanmu ini."Pria itu berjongkok, memeriksa napas dan na
Argan masuk ke dalam setelah salah satu anak buahnya berhasil mendobrak pintu. Dia melangkah dengan santai. Kepalanya menoleh ke arah ranjang, tepat ke arah putrinya yang terlihat meringkuk ketakutan, menyembunyikan tubuhnya dengan selimut tebal.Argan melepas jasnya lalu melemparkannya ke arah Chelsea.Chelsea tersentak. Dia menoleh, baru menyadari jika yang datang menyelamatkannya adalah ayahnya dan anak buahnya. Buru-buru Chelsea mengambil jas yang dilemparkan ayahnya itu dan segera memakainya untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang sudah tak mengenakan apapun.Dia hampir menangis karena gembira melihat kedatangan ayahnya. Ingin dia berlari ke pelukan pria itu. Namun, ayahnya sepertinya masih ingin melampiaskan amarahnya pada Tristan.Sejak awal, pandangan Argan hanya tertuju pada pria yang berani menculik putrinya dan lecehkannya.Pandangan Argan tampak menggebu. Dia melangkah mendekati pria itu yang masih berusaha bangun dari posisinya.Argan membiarkan anak buahnya yang tadi pe
Chelsea tersentak saat seseorang menarik tangannya begitu saja. Dia semakin terkejut ketika mengetahui jika ternyata orang yang menariknya adalah mantan kekasihnya yang baru ia campakkan."Lepaskan, Tristan!""Tidak, Chels!" Tristan menolak. Pria itu marah. Apalagi saat dia melihat hubungan Chelsea yang semakin lengket dengan suaminya. Amarah Tristan serasa mau meledak. "Apa maksudnya ini? Kau membuangku karena kau mulai mencintai pria itu?""Memang apa urusanmu?" balas Chelsea tak mau kalah. "Ini pernikahanku. Kau tidak perlu tahu apapun. Lagipula, kita sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.""Oh, ya?" Tristan mendengus sinis. "Kau pikir mudah untuk lepas dariku, Sayang?"Chelsea mulai waspada. Terlebih, ketika dia menyadari jika pria ini ternyata memiliki sifat yang begitu licik."Apa yang kau inginkan?" tanya Chelsea. "Uang?"Tristan terkekeh. "Chelsea, aku tahu kau kaya. Tapi, aku tidak menginginkan uang darimu."Karena uang yang diberikan Chelsea tidak akan sebanding dengan u
Melisa merasa sangat cemburu saat melihat Roan dan Chelsea keluar dari ruangan dengan bergandengan tangan. Kemesraan mereka membuat dadanya panas. Melisa benar-benar ingin mendekati mereka dan memisahkan keduanya. Mereka tidak cocok! Karena Melisa berharap dirinyalah yang berada di sana, tepat di samping Roan."Roan." Melisa mencoba bersikap biasa. Dia berjalan menghampiri mereka. Sekilas, dia melirik Chelsea dan beradu pandang penuh permusuhan. Namun, Melisa segera memusatkan perhatiannya pada Roan. Dia tak ingin pria itu menyadari ketidaksukaannya terhadap istrinya itu. Melisa juga berpikir jika keberadaan Chelsea di sana tak begitu berarti. Dia hanya cukup memperhatikan Roan saja. Melisa menganggap Chelsea hanya sosok makhluk halus."Kau mau kemana?""Aku akan makan siang dengan istriku," jawab Roan, seadanya. Dia melempar senyum pada Chelsea saat mengatakannya dan dibalas senyum yang sama oleh istrinya itu."Bukankah aku sudah memberikan makan siang untukmu?" tanya Melisa, melipat
Chelsea masih tak menyangka jika pria yang selama ini ia cintai ternyata tidak sebaik yang ia pikirkan selama ini. Chelsea sangat kecewa. Namun, sebenarnya hatinya tak begitu sakit. Sampai saat ini, ia bahkan tak meneteskan satu air mata pun. Entahlah, Chelsea sendiri tidak mengerti. Dia tak merasakan sakit yang terlalu atau merasa sedih. Yang tersisa sekarang hanya perasaan jijik untuk pria itu.Chelsea juga menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya untuk mencintai pria itu sangat lama. Padahal, jika ia mengetahui semua ini sejak awal, Chelsea akan memilih mencampakkan pria itu. Rasanya, dia sangat bodoh karena dengan mudahnya tertipu selama bertahun-tahun."Aku bersyukur tidak memutuskan untuk meninggalkan Roan. Setidaknya, pria itu lebih baik dari Tristan," ucap Chelsea, bermonolog.Dia tahu, ayahnya sangat baik dan perhatian. Pria itu sengaja memaksa Chelsea menikah dengan pria pilihannya karena telah mengetahui kebusukan Tristan yang sebenarnya. Ayahnya memang sudah memberita
Chelsea sampai di lantai dimana kamar Tristan berada. Dia menghitung setiap kamar, mencari nomor yang diberitahukan padanya sebelumnya. Tidak butuh waktu lama, Chelsea akhirnya menemukannya. Bibirnya tertarik ke atas. Ini semakin menegangkan dan membuatnya tak sabar.Chelsea memasukkan kunci di tangannya ke lubang pintu. Dia memutar dengan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara. Setelah berhasil membuka kunci, dia memutar knop pintu dengan hati-hati. Sejauh ini, dia tampaknya belum ketahuan.Saat pintu semakin dibuka, Chelsea mulai bisa mendengar suara desahan. Dia bergidik. Ini terasa menjijikan.Meski sedikit enggan, Chelsea tetap melanjutkan langkahnya ke dalam. Di balik dinding penyekat, dia melihat kekasihnya yang tengah berada di atas tubuh perempuan tadi. Mereka benar-benar melakukannya. Selain si perempuan yang mendesah keras, Chelsea juga menemukan Tristan yang melengguh penuh kenikmatan. Ini pemandangan yang membuat Chelsea hampir muntah. Dia benar-benar tidak tahan bera