Malam panas pun berlangsung, Nindy dan Faiz tenggelam dalam suasana syahdu yang mereka ciptakan untuk melepaskan kerinduan yang tertidur selama setahun lebih itu.Untuk kali pertamanya, Nindy melepaskan mahkota yang ia jaga hanya untuk suami masa depan. Meski begitu, ia tetap menyerahkannya pada Faiz karena memang Faiz lah yang ia inginkan untuk menjadi pasangan hidup selamanya.Sakit yang berlangsung beberapa menit itu, kini sudah tergantikan dengan rasa nikmat yang tidak bisa Nindy utarakan dengan kata-kata. Rasa yang hanya bisa dirasakan, bukan manis atau pahit yang bisa diungkapkan."Masih sakit?" tanya Faiz berbisik tanpa menghentikan aktivitasnya.Nindy menggelengkan kepalanya pelan. "Sekarang ..., tidak, tapi masih ada rasa perih ...." jawab Nindy dengan nafas yang tersengal-sengal.Tubuh keduanya begitu basah bak bermandikan air keringat karena aktivitas malam yang berlangsung lama. Nindy tidak menyangka jika akan selama itu, tetapi karena rasa kenikmatan itulah yang membuat N
Selepas liburan sendiri untuk menyenangkan diri setelah melahirkan dan mengalami baby blues. Sela dengan terpaksa, mau tidak mau harus kembali ke rumahnya bersama Faiz, sang suami, hasil dari perjodohan satu tahun yang lalu.Jauh dalam hatinya, ia sama sekali tidak ingin kembali ke rumah itu dan ingin melanjutkan hidupnya sendiri dengan fokus kuliah dan bermain bersama teman-teman sebayanya.Umurnya kini baru memasuki kepala dua, dimana egonya masih tinggi dan fokusnya hanya pada diri sendiri, menyayangi diri sendiri, mencoba hal baru dengan teman-teman kampusnya.Namun kenyataan malah membuatnya harus menjadi istri dari pria asing terpaut 6 tahun lebih tua, yang tidak ia kenal sebelumnya demi kehormatan dan nama baik juga bisnis keluarga.Meskipun sikap Faiz baik, tetapi ia tidak bisa membalas bentuk kebaikan itu. Malah Sela merasa selalu muak dan jijik jika bertemu dengan Faiz.Saat kembali masuk kuliah setelah cuti hamil dan melahirkan, Sela seolah kembali bak seorang perempuan mud
Namun sayangnya, meskipun Sela memohon agar bisa berbicara dengan Gery, tetapi Gery tetap pada pendiriannya dengan tidak mengabulkan keinginan Sela yang amat sederhana itu. Mungkin sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Nindy, yang tiba-tiba saja ditinggal menikah oleh sang kekasih. Bedanya Nindy karena perbedaan status ekonomi dengan Faiz, sedangkan dengan Gery bukan karena hal itu sebab Gery sendiri berasal dari keluarga berada sama seperti Sela, sehingga bisa dikatakan jika mereka masih setara. Itulah yang malah membuat Sela merasa tidak habis pikir sehingga ia lampiaskan dengan membenci Faiz.Akibat malu dengan penolakan dari Gery secara terang-terangan di depan semua teman-temannya, akhirnya Sela mengajak Amel dan Via untuk pergi dari tempat itu."Sel, udah lo nginep di apart gue aja," ucap Via pada Sela yang sedari perjalanan pulang hanya terus menangis dan meracau dengan kata-kata kasar. Seolah masih tidak percaya jika dia benar-benar tidak bisa lagi mendekat pada Gery.Ba
Dari lewat celah pintu yang terbuka, Nindy bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi dari dalam kamar Arelia. Nafasnya terasa sesak kala ia melihat Faiz tengah mengajarkan wanita lain dari apa yang sudah dia ajarkan.Cemburu?Jelas saja!Cemburu dan ketakutan bercampur menjadi satu saat melihat sepasang suami istri yang tengah bersama-sama mengasuh bayi mereka. Jika itu orang lain, mungkin Nindy akan merasa bahagia dan berdoa supaya kelak dia bisa memiliki keluarga yang harmonis, tetapi tidak dengan apa yang dia lihat saat itu.Tokk .... Tokk ....Tokk ....Tanpa berpikir panjang, Nindy langsung mengetuk pintu guna memberitahu jika dia ada di situ juga dan tidak ingin membiarkan mereka berduaan saja."Maaf, Tuan, Nyonya, saya telat untuk mengecek baby Arel," ucap Nindy sambil melihat Faiz dengan tatapan tajam.Sela langsung memberikan Arelia pada Nindy. "Nih, jaga lagi bayinya." Selepas itu dia keluar begitu saja tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Dia juga tidak berniat ingin mengasuh
Karena terlalu dimabuk asmara, semalam Nindy tidak sampai berpikiran jika di rumah itu tidak hanya ada Sela saja, melainkan Bi Lastri pun ada setiap harinya. Hanya sedikit tidak menyangka saja kalau semalam ternyata Bi Lastri mengetuk kamar hanya untuk memberikan makanan."Lewat dari jam 11 aku sudah tidur, Bi. Semalam kan Tuan Faiz pulang malam, karena aku mau ambil minum sekalian saja aku siapkan makan malamnya aku antar ke kamar dia. Kayanya pas Bi Lastri kembali ke belakang, aku baru turun dari atas," jelas Nindy dengan mencoba bersikap santai."Oh pantas saja kalau begitu. Lain kali gak apa-apa bangunkan Bibi aja, Mbak Nin. Kasihan kan itu tugas Bibi, tugas Mbak Nindy hanya mengasuh Non Arel."Nindy mengangguk sambil terus meneruskan makannya tanpa ingin memperpanjang topik yang mereka bahas tentang semalam."Bi Lastri kerja di rumah ini dari awal Tuan Faiz dan Nyonya Sela menikah?" tanya Nindy sekalian saja ia ingin tahu lebih jauh tentang Sela dan keluarganya, juga bagaimana ke
"Dibandingkan kamu ditolak kerja terus, lebih baik kamu ibu jodohkan saja, lah."Langkah Nindy yang menuju kamarnya kembali terhenti usai mendengar kalimat sinis sang ibu, Lita.Sudah setahun ini memang ia mencari pekerjaan yang sesuai, akan tetapi selalu berakhir sia-sia. Semua ini pun tidak lepas dari permintaan ibunya. Karena ia adalah sarjana pertama di keluarga, Lita ingin Nindy hanya bekerja kantoran. Padahal, Nindy sendiri tidak mempermasalahkannya. Baginya, berpenghasilan jauh lebih penting, daripada menuruti gengsi.Terakhir, Nindy sebetulnya sudah diterima bekerja. Hanya saja, ketika akan tanda tangan kontrak, pihak HRD membatalkannya karena posisi yang akan diisi Nindy telah diisi orang lain, bawaan orang dalam."Bu, apa sih? Nindy masih muda, masih belum mau menikah. Kenapa harus dijodoh-jodohin?" protes Nindy langsung. “Aku mau bekerja dan berkarir dulu. Aku mau mendapatkan penghasilan dari keringat aku sendiri.""Kerja apa?” tantang Lita, ibu dari Nindy, sembari menatap
"Kak! Kak Nin, aku mau pinjam dress yang warna putih itu, lho. Aku ada acara—" Ucapan Alika, adik Nindy yang terhenti ketika melihat kakaknya tengah mematung dengan mata berkaca-kaca. "Kakak kenapa? Sakit? Aku panggil Ibu dulu.""Lika ....""Ya?" Alika mengurungkan niatnya untuk mengadu.Nindy menunjuk pada ponselnya yang jatuh. "I--itu ....""Oh, HP Kakak jatuh? Ish, ish, kan bisa diambil." Alika pun berjongkok dan mengambil ponsel kakaknya.Layar ponsel itu yang masih menyala dan memperlihatkan isi pesan dari Faiz sontak terlihat oleh Alika.Setelah membaca empat pesan dari nomor yang tak disimpan, Alika menjadi marah dan sangat emosi."Ngapain cowok ini hubungin Kakak? Kapan Kakak buka blokiran nomor cowok brengsek ini?” tanyanya tak sabaran. “Jawab, Kak! Atau aku akan kasih tau ini sama Ayah dan Ibu!"Untuk sesaat, Nindy tak bisa menjawab. Ia hanya terus menangis, menunjukkan ketidaktahuannya atas alasan pria itu kembali menghubunginya.Melihat kakaknya terpuruk untuk kedua kali k
"Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"Lama tidak bertemu, membuat Nindy hampir saja lupa bagaimana rupa pria yang pernah menjalin hubungan 3 tahun dengannya ini.Setelah setahun menahan keinginan mencaritahu kabar pria itu, Nindy sedikit pangling. Faiz yang dulu terlihat tampan, murah senyum, kini menjelma menjadi pria dingin. Belum lagi, keberadaan kantong mata pria itu yang sedikit menghitam, yang tidak pernah Nindy temukan dulu.Namun, teringat kembali keperluannya yang sudah mendesak… ia menolak untuk bernostalgia."Aku tidak ingin berbasa-basi. Seperti yang sudah aku katakan padamu lewat handphone semalam, apa kamu sanggup?"Semalam, ketika berpamitan pada ibu untuk mencari pinjaman, Faiz lah orang yang Nindy tuju. Wanita itu juga telah berterus terang, jika ia bersedia menjadi pengasuh anak sang mantan, jika Faiz bisa langsung membayar gajinya di muka.Ia akan membayarnya dengan dicicil, dipotong dari setengah gajinya yang telah digelontorkan lebih dulu untuk biaya operasi sa