Share

BAB 6 Malam Itu

Penulis: Pritca Ruby
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-13 10:41:40

Setelah cuti sehari, Nindy sudah kembali lagi ke rumah Faiz.

Perasaannya yang mulai goyah kemarin, perlahan kuat kembali—meski tentu saja sikap dinginnya tak bisa seutuhnya balik lagi.

Seperti saat ini, alih-alih masa bodoh karena Faiz dan Sela belum pulang kendati sudah lewat pukul 10 malam lewat, Nindy justru khawatir. Terlebih, pada Faiz yang tidak biasa pulang larut, berbeda dengan Sela.

“Tidak biasanya dia tidak memberi kabar.”

Tidak ada satu pun telepon atau pesan yang dikirimkan Faiz padanya membuat kekhawatiran wanita itu semakin besar.

Sejak komunikasi mereka mencair lagi, Nindy memang sudah terbiasa menyambut kepulangan Faiz di kamar Arelia. Namun kali ini, ia menunggu kepulangan Faiz dengan perasaan gelisah.

Bukan takut akan keduanya pergi bersama, tetapi takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Beruntung, ketika baru saja ia hendak menelepon pria itu, terdengar suara gerbang dan deru mobil memasuki rumah.

Nindy segera keluar dari kamar untuk melihat.

"Lho, kamu belum tidur?" tanya Faiz baru saja masuk ke dalam rumah dan melihat Nindy menghampirinya.

Padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam, tetapi Nindy belum tidur.

"Kamu lembur sampai selarut ini? Biasanya jam 8 atau 9 paling malam. Kerjaan di kantor banyak? Apa harus selesai malam ini juga? Kalau kamu sesibuk itu biasanya kamu selalu lupa makan, kamu sudah makan?"

Tanpa sadar, Nindy mengatakan banyak hal yang menjadi kekhawatirannya sedari tadi.

Faiz yang tadinya lesu, bahkan penampilannya sudah tidak karuan karena lelah bekerja dari pagi, mendadak tersenyum.

Perhatian itulah yang ia butuhkan, tetapi tidak ia dapatkan dari sang istri.

"Boleh aku memelukmu?"

Nindy tidak mengatakan iya, tetapi ia juga tidak menolaknya.

Akhirnya Faiz mendekat dan memeluk Nindy begitu eratnya.

Sekuat tenaga Nindy mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh, berusaha keras untuk tidak membalas pelukan itu.

Ia sadar hal itu adalah salah, sehingga ia tidak ingin menambah kesalahan dengan tidak menjaga sikapnya.

"Tadi ada masalah di kantor. Aku harus bereskan malam ini juga.”

Faiz menjelaskan apa yang sudah dilalui olehnya dihari itu dengan tidak melepaskan pelukannya untuk Nindy.

Namun, karena berpikir pria pekerja keras itu pasti melewatkan makan malam, Nindy pun melepas pelukan Faiz.

"Aku akan siapkan makan malam. Kamu pasti belum makan, kan?” tanyanya yang dijawab Faiz dengan senyuman. “Sementara aku siapin makan, kamu mandi dulu pakai air hangat."

Dua orang itu pun memasuki rumah. Nindy bersiap di dapur, sementara Faiz langsung naik ke lantai 2, di mana kamarnya berada.

Makanan yang disiapkan Nindy sudah ada, tetapi sudah sepuluh menit pria itu tidak kunjung turun. Khawatir Faiz tidur dengan perut kosong, ia pun berinisiatif membawa makanannya ke atas.

Tokk ....

Tokk ....

Tokk ....

"Masuk," sahut Faiz, terdengar kurang bersemangat.

"Aku bawa makanannya ke sini, karena kamu belum juga turun."

Faiz tersenyum. "Aku kehabisan tenaga untuk jalan ke bawah," jawabnya yang sudah duduk dan bersandar di atas tempat tidurnya.

"Aku mengerti, kalau begitu ini habiskan dulu. Aku bawa makannya sedikit, kok." Nindy menaruh piring di nakas samping tempat tidur Faiz dan bersiap untuk langsung keluar dari kamar.

"Nin ...."

Nindy berhenti tanpa berbalik badan. "Kenapa?"

"Tidak bisakah kamu menemaniku di sini?"

Nindy merasa iba. Ia kasihan dengan Faiz yang bekerja keras, setiap hari selalu pulang malam, dan rindu perhatian istri yang tidak ia dapatkan.

Meski begitu, Nindy mencoba tidak termakan kalimat pria itu. Ia berbalik badan dan mendekat pada Faiz.

"Sebentar lagi istri kamu pasti akan pulang. Tidak baik jika aku ada di sini satu kamar denganmu. Dia akan salah paham."

“Dia tidak akan mungkin masuk ke kamar ini.”

Nindy tahu itu benar. Sebab, sebulan lebih berada di rumah ini, tidak sekali pun ia melihat Sela memasuki kamar Faiz, meski kamar mereka bersebelahan.

Mendengar itu, Nindy termenung. Bisikan di telinganya begitu kuat menyuruh ia untuk tetap di sini dan menuruti Faiz.

Melihat Nindy terdiam, Faiz pun mengulurkan tangannya dan menyentuh jemari Nindy.

Ia menarik lembut tangan gadis itu, dan menyuruhnya duduk di atas ranjang, tepat di sampingnya.

“Aku merindukanmu.” Pria itu langsung menyandarkan kepala di pundak Nindy.

Wanita itu terdiam sempurna, dengan debaran jantung yang menggila. Faiz kemudian bercerita tentang perasaannya yang juga tersiksa dengan pernikahan ini, dan perasaannya yang masih tidak berubah pada Nindy.

Akan tetapi, Nindy hanya mendengarkan ocehan pria itu saja, tanpa berniat menyahut apa-apa.

"Aku tau, kamu juga merasakan hal yang sama," ucap pria itu lagi, memancing Nindy menjawab.

"Kalau pun iya, kita tidak akan bisa kembali seperti dulu lagi.” Perlahan, Nindy menggeser sedikit tubuhnya. Kepala Faiz pun tak lagi menempel di bahunya. “Jangan mempermainkan pernikahan. Ingat, kalau kamu sudah memiliki anak bersama istri kamu."

"Kamu sudah menyaksikan sendiri bagaimana rumah tanggaku.” Nada pria itu terdengar frustrasi. Ia lalu duduk tegak dan menatap pada Nindy dengan serius. “Jika aku berpisah dari Sela, apa kamu mau menerimaku, juga Arelia?"

Sesaat, Nindy terhenyak. Akan tetapi, ia tak mau berharap lagi. Sehingga, ia menjawab sekadarnya. "Entahlah."

"Kali ini, aku akan mengusahakan segalanya, Nin.”

Nindy memejamkan matanya. Sungguh pilihan berat.

Di satu sisi, ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri jika ia masih menginginkan Faiz. Tidak sulit juga rasanya menerima Arelia, karena bayi itu sudah dekat padanya. Nindy pun sudah jatuh cinta pada bayi cantik itu.

Namun di sisi lain, ia tahu ia tidak bisa membuka celah itu semakin melebar.

Keterdiaman Nindy itu, rupanya membuat Faiz semakin berani. Dengan perlahan, pria itu mendekat, dan merangkum wajah Nindy.

Sebuah kecupan singkat yang tidak ditolak Nindy itu perlahan tapi pasti berubah menjadi pagutan penuh hasrat. Adrenalin keduanya memacu, seiring perasaan kerinduan, juga memori indah masa lalu.

Ini memang bukan ciuman pertama mereka. Akan tetapi, inilah ciuman mereka yang paling berhasrat. Dan malam itu, Faiz menginginkan lebih.

Namun, tepat saat tangan Faiz mencoba untuk meraba bagian sensitif ditubuh Nindy, mata terpejam wanita itu tiba-tiba terbuka.

"Jangan, Iz! Ini tidak benar," kata Nindy dengan suara parau.

Tatapan dua insan yang telah terbawa hasrat itu kini bertubrukan. Lalu, karena hasrat sama-sama telah terlihat menguasai keduanya, Faiz kembali memberanikan diri.

"Aku akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi malam ini.”

Bab terkait

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 7 Ketegangan Malam

    Nindy menggelengkan kepalanya perlahan sambil tertunduk. Kesadaran masih bisa mengendalikan sesuatu yang menggebu dari rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya itu. Meski ada rasa takut, entah kenapa menolak dengan tegas pun tidak ingin dia lakukan."Jangan berbuat lebih jauh, aku takut.""Apa yang kamu takutkan? Sela tidak akan melihat kita."Faiz mencoba untuk kembali mendekat dan meraih bibir Nindy. Namun dengan cepat Nindy menahan tubuh Faiz yang sudah merangkulnya dalam pelukan."Jangan mengujiku, Iz. Aku hanya wanita biasa. Aku masih menaruh hati padamu, aku tidak ingin tergoda. Statusmu adalah suami dari wanita lain. Ikatan pernikahan itu suci, apalagi ada anak diantara kalian. Aku tidak bisa di posisi seperti ini. Kamu jangan menggoyahkanku.""Pernikahan itu suci jika keduanya saling mencintai. Kalau saling membenci, bagaimana bisa suci jika diantara kami hanyalah perasaan kebencian saat bersama. Ikutilah kata hati kamu, Nin. Jangan mengelak. Karena itu juga yang sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 8 Pagi yang Tak Biasa

    Malam panas pun berlangsung, Nindy dan Faiz tenggelam dalam suasana syahdu yang mereka ciptakan untuk melepaskan kerinduan yang tertidur selama setahun lebih itu.Untuk kali pertamanya, Nindy melepaskan mahkota yang ia jaga hanya untuk suami masa depan. Meski begitu, ia tetap menyerahkannya pada Faiz karena memang Faiz lah yang ia inginkan untuk menjadi pasangan hidup selamanya.Sakit yang berlangsung beberapa menit itu, kini sudah tergantikan dengan rasa nikmat yang tidak bisa Nindy utarakan dengan kata-kata. Rasa yang hanya bisa dirasakan, bukan manis atau pahit yang bisa diungkapkan."Masih sakit?" tanya Faiz berbisik tanpa menghentikan aktivitasnya.Nindy menggelengkan kepalanya pelan. "Sekarang ..., tidak, tapi masih ada rasa perih ...." jawab Nindy dengan nafas yang tersengal-sengal.Tubuh keduanya begitu basah bak bermandikan air keringat karena aktivitas malam yang berlangsung lama. Nindy tidak menyangka jika akan selama itu, tetapi karena rasa kenikmatan itulah yang membuat N

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 9 Sang Mantan

    Selepas liburan sendiri untuk menyenangkan diri setelah melahirkan dan mengalami baby blues. Sela dengan terpaksa, mau tidak mau harus kembali ke rumahnya bersama Faiz, sang suami, hasil dari perjodohan satu tahun yang lalu.Jauh dalam hatinya, ia sama sekali tidak ingin kembali ke rumah itu dan ingin melanjutkan hidupnya sendiri dengan fokus kuliah dan bermain bersama teman-teman sebayanya.Umurnya kini baru memasuki kepala dua, dimana egonya masih tinggi dan fokusnya hanya pada diri sendiri, menyayangi diri sendiri, mencoba hal baru dengan teman-teman kampusnya.Namun kenyataan malah membuatnya harus menjadi istri dari pria asing terpaut 6 tahun lebih tua, yang tidak ia kenal sebelumnya demi kehormatan dan nama baik juga bisnis keluarga.Meskipun sikap Faiz baik, tetapi ia tidak bisa membalas bentuk kebaikan itu. Malah Sela merasa selalu muak dan jijik jika bertemu dengan Faiz.Saat kembali masuk kuliah setelah cuti hamil dan melahirkan, Sela seolah kembali bak seorang perempuan mud

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 10 Memberikan ASI

    Namun sayangnya, meskipun Sela memohon agar bisa berbicara dengan Gery, tetapi Gery tetap pada pendiriannya dengan tidak mengabulkan keinginan Sela yang amat sederhana itu. Mungkin sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Nindy, yang tiba-tiba saja ditinggal menikah oleh sang kekasih. Bedanya Nindy karena perbedaan status ekonomi dengan Faiz, sedangkan dengan Gery bukan karena hal itu sebab Gery sendiri berasal dari keluarga berada sama seperti Sela, sehingga bisa dikatakan jika mereka masih setara. Itulah yang malah membuat Sela merasa tidak habis pikir sehingga ia lampiaskan dengan membenci Faiz.Akibat malu dengan penolakan dari Gery secara terang-terangan di depan semua teman-temannya, akhirnya Sela mengajak Amel dan Via untuk pergi dari tempat itu."Sel, udah lo nginep di apart gue aja," ucap Via pada Sela yang sedari perjalanan pulang hanya terus menangis dan meracau dengan kata-kata kasar. Seolah masih tidak percaya jika dia benar-benar tidak bisa lagi mendekat pada Gery.Ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 11 Jangan Sampai

    Dari lewat celah pintu yang terbuka, Nindy bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi dari dalam kamar Arelia. Nafasnya terasa sesak kala ia melihat Faiz tengah mengajarkan wanita lain dari apa yang sudah dia ajarkan.Cemburu?Jelas saja!Cemburu dan ketakutan bercampur menjadi satu saat melihat sepasang suami istri yang tengah bersama-sama mengasuh bayi mereka. Jika itu orang lain, mungkin Nindy akan merasa bahagia dan berdoa supaya kelak dia bisa memiliki keluarga yang harmonis, tetapi tidak dengan apa yang dia lihat saat itu.Tokk .... Tokk ....Tokk ....Tanpa berpikir panjang, Nindy langsung mengetuk pintu guna memberitahu jika dia ada di situ juga dan tidak ingin membiarkan mereka berduaan saja."Maaf, Tuan, Nyonya, saya telat untuk mengecek baby Arel," ucap Nindy sambil melihat Faiz dengan tatapan tajam.Sela langsung memberikan Arelia pada Nindy. "Nih, jaga lagi bayinya." Selepas itu dia keluar begitu saja tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Dia juga tidak berniat ingin mengasuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 12 Mengulik Kehidupan

    Karena terlalu dimabuk asmara, semalam Nindy tidak sampai berpikiran jika di rumah itu tidak hanya ada Sela saja, melainkan Bi Lastri pun ada setiap harinya. Hanya sedikit tidak menyangka saja kalau semalam ternyata Bi Lastri mengetuk kamar hanya untuk memberikan makanan."Lewat dari jam 11 aku sudah tidur, Bi. Semalam kan Tuan Faiz pulang malam, karena aku mau ambil minum sekalian saja aku siapkan makan malamnya aku antar ke kamar dia. Kayanya pas Bi Lastri kembali ke belakang, aku baru turun dari atas," jelas Nindy dengan mencoba bersikap santai."Oh pantas saja kalau begitu. Lain kali gak apa-apa bangunkan Bibi aja, Mbak Nin. Kasihan kan itu tugas Bibi, tugas Mbak Nindy hanya mengasuh Non Arel."Nindy mengangguk sambil terus meneruskan makannya tanpa ingin memperpanjang topik yang mereka bahas tentang semalam."Bi Lastri kerja di rumah ini dari awal Tuan Faiz dan Nyonya Sela menikah?" tanya Nindy sekalian saja ia ingin tahu lebih jauh tentang Sela dan keluarganya, juga bagaimana ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 13 Perusak Suasana

    Hal itulah yang dari awal pernah ditanyakan Nindy pada Faiz tetapi sampai sekarang dia belum juga menemukan jawabannya. Perasaan Nindy sudah sangat sesak jika dia membayangkan malam pertama Faiz dengan wanita lain sebelum dirinya.Padahal perjodohan dengan kasus seperti Faiz dan Sela, ditambah dengan hubungan keduanya yang bahkan sudah satu tahun menikah tidak pernah baik-baik membuat Nindy semakin sulit mencari hal masuk akal yang bisa menjadikan alasan keduanya bisa bercinta sampai lahirlah buah hati mereka.'Aku harus segera tanyakan lagi sama Faiz. Perasaanku tidak tenang sekarang, takut saja jika aku harus mendengar jawaban yang tidak aku harapkan,' batin Nindy.Malam tiba ....Suara mobil Faiz sudah terdengar memasuki area rumah, Nindy segera keluar dari kamar sambil menggendong Arelia untuk menyambut kepulangan Faiz seperti malam-malam biasanya jika kebetulan Arelia belum tidur dan Faiz tidak pulang larut malam."Dengar? Papa kamu sudah pulang, ayo kita sambut," ucapnya pada Ar

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20
  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 14 Dalam Satu Meja

    "Lho, jangan, Tuan. Mbak Nin biasa makan sama saya ko di belakang."Sudah bisa ditebak oleh Nindy jawaban itulah yang akan dikatakan oleh Bi Lastri."Untuk malam ini makan di sini saja ..., Bi Lastri juga makan di sini sama-sama. Sudah lama saya makan sendiri terus di meja makan sebesar ini. Jadi, kalian berdua temani saya makan."Tidak ingin menimbulkan kecurigaan karena mencegah Nindy makan di belakang, Faiz langsung berinisiatif untuk mengajak Bi Lastri untuk turut serta makan di meja makan bersama-sama.Nindy yang sudah kesenangan, langsung saja mengangguk tanpa menolak seperti yang dilakukan oleh Bi Lastri meski pada akhirnya Bi Lastri juga ikut makan di meja makan itu."Silakan duduk, Tuan. Saya bantu ambilkan makannya." Nindy mengambil nasi juga lauk-pauk ke dalam piring Faiz, sementara Bi Lastri ke belakang untuk mengambil piring lagi. "Makan yang banyak, ya. Biar tidurnya nyenyak, Mas Faiz," bisik Nindy dengan mengingatkan kembali panggilan sayang saat mereka berdua menjalin

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20

Bab terbaru

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 93 Memulai dari Nol?

    "Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 92 Salah Besar

    Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 91 Perbincangan Dua Asing

    "Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 90 Aula Serbaguna

    "Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 89 Tamparan

    Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 88 Ranjang Baru

    "Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 87 Waktu Berdua yang Langka

    "Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 86 Mengendus Kecurigaan

    "Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah

  • Bukan Sekadar Pengasuh   BAB 85 Sofa menjadi Saksi

    Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u

DMCA.com Protection Status