"Bukti apa yang kamu inginkan?" Manusia seperti Jagad ini jika keinginannya belum terpenuhi maka akan terus-terusan bersikap tidak tahu diri. Ana sendiri juga sama kok. Bahkan Ana jauh lebih parah karena sekalipun keinginan Ana sudah terpenuhi pun dirinya masih saja tetap tidak tahu diri. Hanya saja menghadapi orang seperti ini ternyata melelahkan juga. "Memang bukti apa ya yang kamu bisa kasih ke aku? Aku juga bertanya-tanya sih. Tapi mungkin bukti yang kamu bisa kasih ke aku itu adalah pengorbanan?""Pengorbanan apa?" Ana benar-benar tidak mengerti. Jagad ini keinginannya sungguh di luar nalar dan itu membuat Ana jadi tambah terlihat menyedihkan. "Gugurkan kandungan kamu dalam sebuah kecelakaan. Lalu aku akan berperan sebagai calon suami yang akan menyelamatkan kamu dan anak itu. Jika anak itu selamat ya bagus kalau tidak ya mau bagaimana lagi. Itu berarti dia ikut berkorban bersama ibunya kan?" Jagad mengatakan hal tersebut dengan sangat ringan seolah pembicaraan ini seperti memb
Patrik merasa kewalahan. Saat ini Claudia tidak berhenti dalam menyalahkan Harjokusumo. Rumah ini benar-benar terasa seperti di neraka. "Kamu lihat apa yang kamu lakukan?! Anak kita keguguran dan sekarang dia malah menikah dengan orang yang paling kita benci. Apa ini akhir yang kamu pikirkan saat mengirimkan anak kita tinggal di kos murah itu? Kamu bilang kamu sudah menaruh beberapa orang disana untuk mengawasi Edna. Nyatanya orang-orang itu tidak menjalankan perannya dengan baik dan Edna malah langsung celaka. Edna disiksa sampai seperti itu, mas. Kamu pikir dia akan jadi mandiri atau pulang lagi ke rumah ini karena tidak betah kan? Lihat dia sekarang! Belum ada satu hari dia sudah celaka. Jagad, orang yang paling kita benci malah menyelamatkan anak kita." Claudia bahkan sampai terduduk karena begitu terguncang dengan keadaan saat ini. Harjokusumo yang mendapat serangan kata-kata seperti itu hanya bisa terdiam. Harjokusumo tidak tahu harus berbuat seperti apa karena saat ini dia ta
Ana menatap ke arah punggung Jagad dengan tatapan kosong. Jagad pasti akan menjawab iya karena dia kan memang menyayangi dan mencintai Edna yang asli. Jagad kemudian berbalik dan menghadap ke arah Ana, Patrik, dan Claudia. "Saya bersumpah atas nama Tuhan kalau saya menyayangi dan mencintai Griselda Edna Hariman. Tante gak perlu khawatir dengan Edna. Edna akan baik-baik saja dengan saya." Mata Jagad bahkan berkaca-kaca dan entah mengapa Ana merasa air mata yang tak sempat turun itu adalah bukti ketulusan Jagad. Rupanya Edna memang seberuntung itu hingga disayangi dan dicintai Jagad sampai seperti ini. "Bagus kalau gitu. Saya harap kamu memang beriman dengan Tuhan sehingga ucapan yang keluar dari mulut kamu itu adalah kenyataan." Nada bicara Claudia sudah tidak terlalu dingin seperti biasanya. Mungkin karena dia memang sudah mencoba untuk mempercayai Jagad. Hanya saja tentu masih sedikit kepercayaan yang bisa Claudia berikan pada Jagad. "Saya pamit keluar dulu ya, tante. Mohon maaf n
"Aku sudah berbaik hati dengan tidak membawa kamu menemui keluargaku. Yah bagaimana pun aku tetap berhati-hati karena status kamu kan adalah anak keluarga Hariman." Sudah satu bulan sejak kejadian Ana keguguran. Saat ini Ana pindah ke rumah Jagad. Kepindahannya ini pun sebenarnya tidak mudah karena Claudia terus memohon agar Edna tidak perlu tinggal bersama Jagad. Claudia ingin agar Jagad dan Edna menikah di atas kertas saja tapi kehidupan Edna tetap sama seperti sebelumnya. Tentu saja ide tidak masuk akal seperti itu langsung dipatahkan oleh Jagad dan anggota keluarga Edna yang lain. Bagi mereka keinginan Claudia itu terlalu mengerikan dan muluk-muluk. Claudia seperti ingin mengenggam Edna terlalu erat sehingga itu tidak akan baik. "Selama ini Edna ingin sekali terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota legislatif. Bagi Edna yang benci kemiskinan dia ingin sebisa mungkin memberikan kemajuan bagi masyarakat miskin agar ekonomi mereka bisa sedikit meningkat. Edna adalah orang yang
Hari ini Ana memulai harinya seperti biasa. Hanya saja saat ini dirinya tidak berkuliah dan Leona tidak bekerja untuk mendampinginya hari ini. Jujur saja Ana merasa sangat jenuh dengan rutinitas yang ada. Apa yang kira-kira harus dia lakukan ya? "Ketemu dengan Marchelia?" Ah tidak. Ana ingin menghindari Marchelia dulu untuk sementara ini. Rasanya tidak menyenangkan harus dicerca oleh Marchelia karena keputusannya untuk berhenti kuliah. Keluarga Hariman juga menyayangkan keputusan Ana yang berhenti kuliah padahal sebentar lagi akan mendapatkan gelar sarjana kedokteran. "Permisi, ibu Edna. Kata pak Jagad ibu membutuhkan saya untuk menemani ibu. Apakah ibu ingin pergi jalan-jalan atau melakukan sesuatu?" Tiba-tiba saja suara Leona terdengar dari belakang punggung Ana. Tentu saja Ana yang sedang rebahan itu merasa terkejut. "Leona? Bukannya saya sudah bilang kamu tidak perlu kesini dulu ya? Saya ingin menghabiskan waktu saya sendiri dulu." Ana masih belum siap untuk berakting di depan
"Kamu yang membunuh kakakku?" Ana bertanya dengan dingin kepada Jagad. Saat ini mereka sedang makan malam bersama. Hanya ada mereka berdua karena asisten rumah tangga yang ada bukan asisten rumah tangga yang menginap. "Kakakmu? Ketiga kakak tirimu itu hilang entah kemana sejak kematian ibu mereka. Ayah kandungmu juga menghilang. Aku gak tahu keberadaan mereka tapi tiba-tiba saja kamu memfitnah aku dengan ucapan tidak berguna seperti itu. Lagipula saat ini tidak ada gunanya untuk membunuh ketiga kakak tirimu itu, Ana. Aku tidak mungkin membunuh orang tanpa alasan." Jagad kemudian menikmati lagi makanannya. Makanan ini sengaja dia pesan dari luar karena dia tahu Ana tidak mampu memasak makanan yang sesuai dengan seleranya sedangkan Jagad sendiri tidak ingin ada asisten rumah tangga atau siapapun yang ikut menginap di rumah ini kecuali satpam dan pengawal yang berjaga di luar. Jagad tidak ingin sedikitpun rencananya bocor kepada orang yang salah apalagi Ana masih sulit dihadapi karena s
"Ana, kalau kerja yang becus! Jangan cuma leha-leha aja! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini?!"Ana menghela napas mendengar ucapan dari wanita paruh baya itu. "Kerjaan aku udah beres semua, Tante. Piring sama perabotan yang lain udah dicuci, baju kalian semua juga udah dicuci, rumah udah dibersihin. Bukannya kalian yang dari tadi cuma leha-leha?"PLAK!"Dasar jalang gak tahu diri! Masih untung kamu masih diterima di rumah ini. Anak haram itu gak usah kebanyakan bacot!” sergah Rita, ibu tiri Ana. Setelah puas mencacinya, wanita itu pergi dan memanggil ketiga anaknya.Ana merasakan bekas tamparan yang sakit sekaligus panas. Dari dulu ibu tirinya itu memang punya dendam yang membara pada Ana karena ia adalah anak selingkuhan ayahnya. Ana tahu, Rita merasa sakit hati dengan bukti perselingkuhan suaminya yang hidup di rumah yang sama dengan dirinya. Dan Ana tidak bisa melakukan apapun untuk itu. Ibu tirinya akan selalu memperlakukannya dengan kasar, seolah dirinya bukan manusia. "Heh pel
Keesokan harinya, Ana bekerja seperti biasa sebagai buruh cuci. Ia berencana untuk menemui Jagad setelah ini."Ana, mau pulang sekarang?" Suryani, salah satu ibu-ibu yang tinggal di kawasan tempat Ana tinggal, muncul dari arah belakangnya. Hari ini, Ana bekerja di rumah wanita itu."Iya, bu. Ada apa ya?" tanya Ana. Ia baru saja selesai menyetrika baju. "Ini tolong kasih ke ibu kamu. Kebetulan ibu kemarin baru saja dapat rejeki." Suryani menyerahkan satu box besar kue kepada Ana. Ana pun menerima pemberian itu sambil tersenyum. "Terima kasih ya, bu. Kalau begitu saya izin pamit ya." "Eh, tunggu dulu,” kata Suryani menahan Ana. “Ini, kamu makan dulu kuenya di sini. Kalau di rumah pasti gak akan kebagian. Bentar, ibu panggilkan Leona dulu ya buat nemenin makan." Wanita itu kembali masuk ke dalam rumah sambil memanggil anaknya. Ana menatap potongan kue yang disajikan di piring itu dengan seksama. Ana tidak kaget kalau para tetangganya sudah tahu dengan perlakuan buruk keluarganya kepa