Home / Romansa / Bukan Sang Pewaris / 2. Calon Tunangan

Share

2. Calon Tunangan

last update Last Updated: 2025-02-22 11:40:09

Suara denting bel yang ditekan terus menerus memaksa Leon membuka kedua matanya. Dengan penuh keengganan, pria itu melangkah turun dari ranjangnya yang hangat. Yoanna Ezardy, anak kedua dari tiga bersaudara sekaligus mama kandungnya berdiri di depan pintu apartemen. Memasang wajah kesal ketika menerobos masuk ke dalam apartemennya.

“Mama tidak akan merestui pernikahanmu dengan anak cacat itu.”

“Kenapa? Dia keponakan mama.”

“Anak tiri,” koreksi Yoanna. Menahan kesal di kedua ujung bibir.

“Anak tiri tante Monica, adik mama.”

“Dia sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan keluarga kita, Leon.” Suara Yoanna mulai diselimuti kefrustrasian akan permainan kata sang putri. “Tak ada keuntungan apa pun yang akan kau dapatkan dengan menikahinya.”

“Mama lebih suka aku menikah dengan Anna?”

Sejenak wajah Yoanna terdiam, tetapi kemudian menggeleng. “Berlian Mamora.”

“Calon tunangan Bastian?”

Yoanna mengangguk. “Mama sudah bicara dengan kedua orang tuanya. Kau hanya butuh mendekati Berlian. Bastian jelas tak lebih tampan dan pintar darimu. Dia akan lebih memilihmu.”

Meski Leon setuju dengan kalimat terakhir sang mama, kepalanya menggeleng dengan tegas. Keantusiasan sang mama pada Berlian dan ketidak sukaan yang terlalu jelas pada Aleta malah membuat Leon semakin tertantang. “Leon akan menikahi Aleta.”

Mata Yoanna membeliak akan keputusan telak sang putra. “Jangan gila kau, Leon.”

Leon mendesah pelan. Beranjak dari duduknya dan berjalan pergi. Hendak kembali tidur sebelum acara makan malam keluarga di kediaman Thobias. Acara keluarga yang diadakan sebulan sekali dan bergantian. Di minggu pertama. 

Yoanna setengah berlari menyusul langkah sang putra sebelum masuk ke dalam kamar. “Tantemu sengaja menjodohkanmu dengannya karena tak ingin kau mengancam posisi Bastian. Kau sadar apa yang akan kau lakukan?”

“Lalu, apakah sekarang mama meragukan kemampuanku untuk duduk di kursi tertinggi Thobias Group?”

Pertanyaan balasan Leon membuat mulut Yoanna terkatup rapat. 

“Percayalah, Berlian akan menjadi menantu yang lebih merepotkan ketimbang Aleta. Leon bisa melihatnya dengan jelas.” Leon menarik tangannya dari pegangan Yoanna. “Kecuali mama tak percaya dengan penilaianku.”

“Dia bahkan tak bisa menggunakan kakinya dengan benar.”

“Dokter mengatakan dia tidak akan bangun dari komanya lima bulan yang lalu.”

“Mama akan memilih mati daripada harus cacat.”

“Itulah yang membedakan mama dan Aleta.”

“Kau membela anak cacat itu?”

“Yang kutahu. Mama sebaiknya bersiap untuk acara keluarga nanti malam. Ada kejutan yang menunggu.”

Wajah kesal Yoanna berubah pucat. “N-nanti malam?”

Leon mengedikkan bahunya. “Mama hanya perlu tahu perjodohan ini serius, tak harus memberikan restu.”

*** 

Wanita dengan tinggi semampai itu melenggok penuh kepercayaan diri saat turun dari mobil mewahnya yang sudah terparkir rapi di halaman kediaman Thobias yang luas. Suara hak sepatu yang beradu dengan jalanan setapak menuju teras rumah, memecah keheningan malam. Udara malam yang dingin sama sekali tak membuatnya kapok untuk berpakaian tipis yang hanya sebagian menutupi tubuhnya. Mengabaikan rasa dingin menusuk kulitnya di mana-mana. Tak hanya perhiasan mahal yang menggantung di telinga dan melingkari leher serta pergelangan tangannya. Tas bermerk yang menggantung di pundaknya menyempurnakan penampilannya yang super mewah tersebut.

“Aleta?” Wanita itu memasang raut terkejut yang dibuat ketika langkahnya harus terhenti oleh seorang gadis yang duduk di kursi roda. Matanya yang bening mengamati penampilan sederhana dan pas-pasan Aleta.

Mata bulat Aleta terangkat, menatap Berlian yang menyilangkan kedua lengan di depan dada penuh keangkuhan. Wanita itu tampak berkilau. Terlalu berkilau hingga menyilaukan pandangannya. “Kau di sini?”

“Ya, tentu saja. Aku mendapatkan undangan langsung dari tante Maida.”

Mata Aleta berkedip. Kesedihan menyelimuti kedua bola hijaunya yang jernih saat wajahnya tertunduk. 

“Sebaiknya kau sadar diri, Aleta. Sebelum keinginanmu terhadap Bastian memberimu kekecewaan yang lebih besar. Hanya kau yang bisa menghentikan dirimu sendiri,” ucap Berlian dengan raut mencemooh. Sebelum kemudian berjalan melewati Aleta dan sengaja menendang roda kecil yang bahkan sama sekali tak menghalangi langkah wanita itu.

Aleta hanya mendesah pelan, menatap kepergian Berlian yang sudah menaiki undakan teras dan masuk ke dalam rumah. Kedua tangan Aleta kembali mendorong roda kursinya, sedikit kesulitan dengan undakan yang tak lebih dari lima senti tersebut. Beberapa kali usahanya tak membuahkan hasil, yang membuatnya tersadar akan kebenaran kata-kata Berlian.

Baru saja ia berpikir seharusnya menunggu mama dan papanya, tiba-tiba dorongan dari arah belakang membuatnya terkejut. Semakin terkejut ketika kepalanya berputar dan menemukan bukan sang mama yang membantunya.

“Terima kasih, Leon,” ucapnya dengan kaku. Mendorong kursinya maju, sengaja agar pria itu segera melepaskan pegangan.

Leon hanya mengedikkan bahunya. Kakinya menghalangi roda kecil Aleta, mencegah gadis itu menjauh.

“Lepaskan, Leon.” Kepala Aleta terangkat, masih berusaha mendorong kursinya. Tetapi kekuatan Leon jauh lebih besar ketimbang kedua tangannya kecil dan kedua kakinya yang sama sekali tak bisa digunakan untuk melawan. 

Leon menangkap kedua lengan kursi Aleta, mendorong mundur dan berjongkok di depan lutut Aleta. Kedua matanya yang tajam mengamati wajah Aleta yang tertunduk. Dengan tubuh yang beringsut ketakutan. “Kau sudah tahu?”

“T-tahu apa?”

“Kejutan di acara makan malam keluarga ini.”

Aleta menggeleng. “Selalu ada kejutan di setiap acara makan malam keluarga mama tiriku. Apakah aku masih perlu tahu itu?”

Kedua ujung bibir Leon melengkung membentuk senyum. “Kalau begitu, kau perlu lebih terkejut malam ini.”

Kedua alis Aleta bertaut tak mengerti. Terutama dengan senyum Leon yang semakin melebar.

“Lepaskan, Leon.” Suara panik dari arah belakang membuat Aleta bernapas dengan lega akan tatapan misterius Leon. Kursi rodanya ditarik menjauh dari Leon.

“Tante Monica,” sapa Leon dengan senyum yang berubah ramah. “Paman Nirel.”

“Leon,” angguk Nirel dengan seulas senyum. Berbanding terbalik dengan wajah dingin Monica. Yang lekas memanggil pelayan untuk membawa Aleta masuk ke dalam rumah lebih dulu.

“Apa yang kau katakan pada Aleta?” cecar Monica begitu Aleta menghilang dari pandangan ketiganya.

Leon hanya menggeleng ringan. “Leon hanya menyapa calon tunangan Leon, tante. Ah, apakah mulai sekarang Leon harus membiasakan diri memanggil paman dan tante dengan papa dan …”

“Tak perlu repot. Tante tak akan menyetujui perjodohan ini. Aleta bukan pionmu untuk meredakan perselisihanmu dan Bastian. Juga perselisihan mamamu dengan Maida.”

Nirel memegang pundak sang istri, berusaha meredakan amarah Monica yang nyaris tak bisa ditahan. “Leon sudah bicara denganku, Monica,” ucapnya dengan lembut. “Dan aku sudah menyetujui lamarannya.”

Kepala Monica berputar dengan cepat, menatap sang suami dengan kedua mata melotot tak percaya. “A-apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Sang Pewaris   3. Pertunangan Tak Terduga

    “Apa kami tak salah dengar?” Anna, satu-satunya orang yang berani menunjukkan keterkejutannya dengan kabar bahagia yang disampaikan sang mama di tengah acara makan malam tersebut. Wanita berambut pendek itu tampak menunjukkan ketidak setujuannya. Satu-satunya orang yang menentang perjodohan sialan itu. Dan bagaimana mungkin langkah sang mama secepat ini? Baru tadi malam ia mengetahui tentang rencana tersebut.“Ya, pertunangan Leon dan Aleta,” angguk Maida. Meyakinkan sang putri bahwa acara makan malam ini sekaligus untuk merayakan pertunangan keponakannya tersebut. Tatapannya lurus pada sang putri, ematikan harapan yang ada di kedua mata Anna yang tidak pada tempatnya. Kedua ibu dan anak tersebut saling pandang, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata di tengah meja panjang yang dipenuhi seluruh anggota keluarga. Tak hanya kedua wanita tersebut, Aleta yang duduk di meja paling ujung pun tak kalah terkejutnya. Gadis itu menatap ke arah Leon yang duduk di seberang meja. Posisi yang

    Last Updated : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   4. Gadis Cacat

    "Apakah tidak ada cara untuk menghentikan perjodohan ini?" Aleta memberanikan diri mengemukakan pendapatnya. Untuk pertama kali akan keputusan yang ditentukan sang papa pada hidupnya.Pernikahan bukanlah keputusan yang bisa diterima semudah pilihan baju yang ditentukan sang papa dan mama tiri untuk ia kenakan malam ini. Tapi pernikahan jelas akan berlaku sekali untuk seumur hidup, dan itu bukan waktu yang sebentar untuk menghabiskan seumur hidup bersama seseorang yang nyaris sama sekali tak ia kenal."Kau bisa menentangnya, Nirel. Bagaimana mungkin kau akan mengorbankan putrimu untuk menjadi pereda perselisihan keluarga, yang bahkan tak ada hubungannya denganmu.""Mereka kedua kakakmu, Monica." Suara Nirel lembut, meski begitu berhasil membuat dang istri merapatkan rahang. Membuang wajah ke samping dan tak bicara lagi. Pun dengan kekesalan dan ketidak setujuan yang begitu jelas di raut cantiknya.Perselisihan kedua kakaknya sudah menjadi rahasia umum bagi keluarga besar mereka. Maida

    Last Updated : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   5. Cinta Yang Tersembunyi

    Acara yang diadakan Maida Thobias tak pernah tak berhasil. Pernikahan Leon dan Aleta mendapatkan sambutan yang meriah dari para tamu undangan. Tak hanya ucapan selamat membanjiri keluarga tersebut, decak kagum akan kemewahan pernikahan serta acara resepsi sepanjang hari terus berdendang di telinga Maida, Yoanna, dan Monica. Tentu paling lebar tentu saja hanya ada di wajah Maida. Di balik senyum yang melengkung di wajah Yoanna, ada kekecewaan yang masih melekat di kedua mata wanita itu setiap kali menatap ke arah pelaminan, terutama pada Aleta.Pujian akan kebesaran hati Leon yang mempersunting gadis cacat itu sama sekali tak menghiburnya. Malah menumpukkan rasa malu yang semakin menggunung di dalam dadanya.Seorang Leon Ezardy, seorang pria cerdas dengan karir yang sempurna. Lengkap dengan penampilan sang putra yang begitu tampan dan gagah. Sekarang harus disandingkan dengan gadis cacat, yang tak memberikan apa pun selain mencoreng nama baik keluarga mereka.“Kau menatapnya seolah dia

    Last Updated : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   6. Malam Pertama

    "Minum?" Leon mengangkat gelas berisi cairan merah gelap ke arah Aleta yang duduk di sampingnya. Kursi roda gadis itu yang terlipat sengaja ia letakkan jauh dari jangkauan mereka.Aleta menggeleng. Meski sepanjang acara pernikahan dan resepsi ia hanya duduk, tetap saja tubuhnya terasa pegal karena sama sekali tidak berbaring. Dan kursi rodanya ada di seberang ruangan.Ketika keduanya meninggalkan gedung tempat resepsi, Leon memang sengaja menggendongnya. Demi menyempurnakan peran pria itu sebagai suami yang sempurna di hadapan banyak mata. Dan ia pikir pria itu akan membiarkannya menggunakan kursi rodanya sendiri ketika sampai di gedung hotel tempat keduanya akan bermalam. Tetapi pria itu tetap menggendongnya hingga masuk ke suite hotel. Yang disediakan khusus oleh Maida Thobias untuk menghabiskan malam pertama. Yang tak akan pernah mereka lakukan. Sekarang keduanya sedang duduk di sofa santai, dengan kedua kaki yang berselonjor. Ada meja kecil, dengan camilan dan botol anggur yang s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   7. Senjata Baru

    Part 7 Senjata BaruCahaya hangat matahari yang menerpa wajah Aleta, perlahan membangunkan gadis itu dengan cara yang lembut. Kelopak matanya bergerak pelan, tangannya terangkat menghalangi cahaya menyilaukan yang mulai terasa menusuk matanya. Erangan pelan lolos dari celah bibirnya ketika kepalanya menoleh ke samping dan membentur dada telanjang yang ada di sampingnya.Kesiap kaget nyaris lolos dari celah bibirnya sebelum telapak tangannya membekap mulut. Matanya melotot terkejut ketika kepalanya bergerak terangkat dan menemukan wajah Leon yang masih terlelap berbaring di sampingnya. Aleta seketika menelaah ingatannya. Dan semakin mengingat, wajahnya semakin memanas. Terutama ketika wajahnya terangkat, menyadari tubuhnya yang masih telanjang di balik selimut. Tak hanya itu, lengan pria itu juga masih melingkari perutnya, menghalangi gerakannya untuk bergerak turun dari sofa santai.“Kau sudah bangun?” Suara serak Leon mengejutkan Aleta yang hendak menyingkap selimut. Pegangan lengan

    Last Updated : 2025-02-24
  • Bukan Sang Pewaris   8. Cinta Anna

    Hanya sesaat bibir Leon dan Anna saling bersentuhan ketika pria itu melepaskan kedua lengan sang sepupu dari lehernya. Membuat wanita itu mencebik tak suka akan penolakan Leon. "Kenapa? Kau tak butuh hiburan untuk malam pengantin barumu yang menyedihkan?" Telapak tangan Anna menyentuh dada telanjang Leon. Tetapi lagi-lagi mendapatkan penolakan sebelum bergerak mengelus untuk menggoda pria itu. Pun begitu tak mencegah tatapan takjubnya akan keseksian tubuh Leon yang setengah telanjang. "Tidak butuh?" "Apa yang kau lakukan di sini, Anna?" Anna tak tertarik menjawab pertanyaan Leon. Wajah wanita itu berputar dan pandangannya terhenti pada pakaian yang berserakan di sekitar sofa. "Jadi siapa yang menghangatkanmu tadi malam?" "Pertanyaan apa itu, Anna. Dengan siapa lagi aku harus menghabiskan malam pengantin baru jika bukan dengan istriku?" Ekspresi di wajah Anna seketika membeku. Menatap keseriusan di raut Leon dengan penuh ketidak percayaan. "Tak mungkin dengan si cacat itu, kan?"

    Last Updated : 2025-02-25
  • Bukan Sang Pewaris   9. Menguatkan Hati

    Aleta tak menemukan keberadaan sang mama ketika baru saja keluar dari ruang terapi. Kepalanya berputar, mencari ke lorong di sekitar. Tak biasanya mamanya meninggalkannya saat terapinya selesai. “Sudah selesai?” Suara bass itu tiba-tiba terdengar dari samping Aleta. Gadis itu menoleh dan terkejut menemukan Bastian yang baru saja keluar dari ruang dokter di samping ruang terapi. Mendekati ke arah Aleta, yang langsung mendorong kursi roda menjauh dari pria itu. “Mamamu sedang pergi ke toilet di lantai tiga. Toilet di lantai ini sedang dalam perbaikan.” ‘Dan sungguh di saat yang tepat,’ batin Aleta. “Dan mamamu menitipkanmu padaku.” Bastian menahan pegangan kursi roda. Menghentikan Aleta yang berusaha menghindar. “Lepaskan, Bastian,” desis Aleta tajam. Berusaha menggerakkan kursi rodanya agar terlepas dari pegangan Bastian. Bastian membungkuk, menekan kunci roda dan memutar Aleta. Kemudian berjongkok di hadapan gadis itu. “Dokter mengatakan perkembangan otot kakimu cukup bagus. Ja

    Last Updated : 2025-02-26
  • Bukan Sang Pewaris   10. Penderitaan dan Sakit Hati Yang Terpendam

    “Aku melihat mobilnya. Kupikir aku salah lihat, tapi mengingat kau juga ada di dalam rumah sakit, sepertinya perkiraanku tidak salah.” Leon tak pernah tertarik dengan urusan Bastian. Ketegangan keduanya lebih pada urusan pekerjaan. Tetapi … sejak ia mengetahui hubungan Aleta dan Bastian, tentu saja semua hal tentang pria itu akan menarik perhatiannya. Terutama jika berhubungan dengan Aleta. “Apakah dia masih bertanggung jawab dan memastikan perkembangan kakimu? Bastian yang kukenal bukan orang yang bertanggung jawab.” Aleta mencoba membaca niat Leon dengan kata-kata tersebut. Sekedar mengejek hubungan mereka berdua atau pria itu sedang mencoba menimbang kadar perasaan yang masih tersisa di antara keduanya. Yang akan digunakan untuk kelicikan Leon mengalahkan Bastian. “Rupanya kau memang masih begitu special di hatinya, ya?” dengus Leon mengejek. “Dan sejujurnya, aku tak pernah merasa sepuas ini. Kau tahu, saat apa yang kita miliki ternyata menjadi hal yang begitu special di hati

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Bukan Sang Pewaris   44. Baby Lucien

    Leon menatap wajah Aleta yang dibasahi oleh peluh. Rintihan, erangan, jeritan serta ringisan di wajah Aleta membuatnya seluruh tubuhnya membeku. Membuatnya merasa begitu tak berdaya melihat rasa sakit yang tengah dialami oleh sang istri. Tangannya diremas oleh Aleta, hingga buku-buku jari gadis itu memutih. Akan tetapi, ia sama sekali tak merasakan apa pun meski kuku panjang Aleta menusuk dan meninggalkan bekas yang dalam di sana. Rasa sakit yang ia dapatkan dari cengkeraman Aleta jelas tak bisa dibandingkan dengan rasa sakit yang mendera perut sang istri. Yang tengah berjuang melahirkan buah hati mereka berdua. Dokter dan perawat tak berhenti mengarahkan Aleta untuk mengatur napas. Kapan saatnya untuk menahan dan mengembuskannya. Dan kapan saatnya untuk mengejan. Fokus Leon hanya pada wajah Aleta yang memucat dan basah oleh keringat. Salah satu telapak tangannya yang bergetar mengusap kening Aleta.

  • Bukan Sang Pewaris   43. Pernikahan Bastian

    Suara denting lift yang kembali terdengar dari arah belakang Bastian segera membekukan keduanya. Aleta sedikit mencondongkan tubuhnya, mengintip Leonlah yang melangkah keluar dari dalam lift. Kesiap pelan dari celah bibir Aleta pun membuat Bastian menyadari siapa yang datang. Pria itu melengkungkan senyum tipis untuk Aleta dan berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. Leon tentu saja menyadari siapa yang baru saja bicara dengan sang istri. Pandangan pria itu tak lepas dari punggung Bastian yang melewati pintu putar sepanjang langkahnya menghampiri Aleta. “Hanya sesaat aku melepaskan pandangan darimu, dan inilah yang kalian lakukan?” dengus Leon ketika berhenti tepat di depan Aleta. Wajah gadis itu tidak pucat, tapi tak mengatakan apa pun untuk menyangkal apalagi mengiyakan. “Aku ingin pulang.” Suara Aleta datar dan dingin. Berusaha bangun dari duduknya. Ujung bibir Leon menipis tajam, melihat Aleta yang sed

  • Bukan Sang Pewaris   42. Menunggu Sedikit Lebih Lama

    Berbanding terbalik dengan wajah Aleta yang seketika memucat. Kepalanya bergerak naik, menatap mobil yang berhenti tepat di depan mereka. Ya, itu mobil Bastian. “Tetap di tempatmu,” ucap Leon sebelum melompat turun dan mengunci pintu mobil. Aleta berusaha membuka pintu mobil dengan sia melihat Bastian yang juga turun dari mobil. Pandangan Bastian sejenak menatap ke tempatnya sebelum kembali pada Leon dengan penuh amarah. Keduanya pria itu saling berhadap-hadapan. Bastian yang penuh ketegangan, berbanding terbalik dengan Leon yang bersikap sangat tenang. Satu-satunya yang Aleta cemaskan hanyalah satu, Leon akan mengatakan tentang hubungan kedua pria itu pada Bastian. *** “Ck, lagi-lagi kau merusak kesenanganku, Bastian,” gerutu Leon dengan nada kesal yang dibuat-buat. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. “Lepaskan Aleta, Leon. Kau sudah mendapatkan semu

  • Bukan Sang Pewaris   41. Menghapus Kenangan Masa Lalu

    Alih-alih membawanya ke restoran mewah atau di restoran hotel bintang lima seperti yang sebelumnya Leon lakukan, malam itu Leon membawanya ke sebuah café sederhana yang ada di kawasan pinggir kota. Aleta sudah merasa ada yang janggal dengan keinginan Leon yang tiba-tiba tersebut. Terutama dengan pria itu yang memastikannya mengenakan pakaian yang membuatnya nyaman. Saat mobil mulai menjauh dari kawasan gedung apartemen, mobil semakin menjauh dari pusat kota. Dan semakin Aleta menyadari, keduanya menuju area yang begitu familiar di ingatannya. Café El, saksi bisu cintanya dan Bastian. Juga tempatnya mengalami kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh karena menyelamatkan pria itu. Kepucatan di wajah Aleta menarik seringai Leon semakin tinggi. “Kenapa? Kau tak merindukan tempat ini?” Aleta bergeming, menatap café yang tampak sunyi. Tak ada satu pun pelanggan seperti setiap kali ia dan Bastian berkunjung. Me

  • Bukan Sang Pewaris   40. Perubahan Leon

    “Mengancam?” Aleta kembali dikejutkan dengan informasi tersebut. Monica mengangguk. “Dia benar-benar sudah berubah, Aleta. Sejak kau pergi, papamu jadi lebih murung dan sering mengurung diri di ruang kerjanya. Entah memikirkanmu atau Leon, sepertinya lebih banyak karena pekerjaan. Papamu hanya cemas jika Leon melakukan sesuatu padamu, jadi dia hanya mengatakan pada mama untuk menuruti semua yang diinginkan Leon dari kami.” Aleta menjilat bibirnya yang kering. Mencerna penjelasan sang mama yang masih tak bisa dirabanya dengan baik. “Sebenarnya ada masalah apa dengan Leon dan mamanya?” Bibir Monica sudah membentuk celah, tetapi hanya helaan panjang yang keluar dari sana. Kepala wanita itu kemudian menggeleng. “Sebaiknya kau tak perlu tahu. Di antara mereka, entah siapa yang harus dibenarkan.” Kerutan di antara kedua alis Aleta semakin menukik tajam. Kebungkaman mamanya membuatnya menahan rasa penasaran yang m

  • Bukan Sang Pewaris   39. Amarah Leon

    Yoanna tak berhenti meremas kedua tangannya dengan gugup di depan pintu putih. Berjalan mondar-mandir dengan kecemasan yang memucatkan wajah cantiknya. Suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai bergema di lorong yang sunyi tersebut. Telapak tangannya mulai basah oleh keringat, setiap detik terasa seperti mencengkeram dadanya dengan lebih keras. Sesekali tangannya merogok sapu tangan di dalam tas untuk menyeka pelipisnya yang berkeringat. Cemas akan apa yang terjadi dengan sang menantu. Pintu yang terbuka segera membekukan langkahnya, kedua kakinya gegas menghampiri wanita yang mengenakan jas putih yang baru saja keluar tersebut. “Apa yang terjadi dengan menantu saya, Dok?” cecarnya pada sang dokter. Kedua tangannya memegang lengan dokter Tyas, nyaris mencengkeram dengan napas yang setengah tersengal. Dokter Tyas mengambil kedua tangan Yoanna, menggenggam dengan lembut demi menenangkan kecema

  • Bukan Sang Pewaris   38. Berlian Mamora

    Aleta hanya berbaring di ranjang sejak Leon pergi tiga jam yang lalu. Sama sekali tak berminat melakukan apa pun, terutama dengan Leon yang tak akan mengganggunya hingga besok siang. Betapa ia berharap perjalanan bisnis Leon lebih lama lagi dan ia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk tenggelam dalam patah hatinya. Sejak tadi pagi, pikirannya tak berhenti dipenuhi tentang keadaan Bastian. Bayangan kesedihan di wajah pria itu tak pernah lenyap dari benaknya. Masih terasa nyata di ingatannya. Mengiris hatinya hingga tak ada lagi yang bisa dihancurkan. Suara bel apartemen membangunkan Aleta yang baru saja tertidur. Kepalanya terasa pusing. Terlalu banyak berbaring dan belum menyuapkan apa pun ke dalam mulut selain segelas susu ibu hamilnya. Setelah duduk sejenak untuk meredakan rasa pusing di kepala, ia lekas keluar dari kamar dan membuka pintu. "Aleta?" Yoanna tersenyum lebar dan lang

  • Bukan Sang Pewaris   37 Merelakan

    Tangan Aleta sudah terjulur, hendak meraih pakaian apa pun untuk menutupi ketelanjangannya ketika pintu dibanting dari luar, terjemblak sepenuhnya dan Bastian berdiri di ambang pintu. Pandangan keduanya bertemu, tubuh Bastian membeku menatap wajah sepucat mayat Aleta. Duduk di ranjang dengan salah satu tangan berada di dada. Menahan selimut demi menutupi ketelanjangan gadis itu. Kepalanya menggeleng pilu, menyaksikan pemandangan yang selalu berhasil memporak-porandakan perasaannya. Wajah Aleta tertunduk dalam, tak tahan dengan tatapan penuh luka yang terpampang di wajah pucat Bastian. Bahkan pria itu masih mengenakan pakaian rumag sakit dan seharusnya masih berada dalam pengawasan intens dokter setelah operasi besar. Entah bagaimana pria itu bisa sampai di tempat ini dan melihatnya dalam keadaan memalukan seperti ini. “Sepertinya kalian butuh bicara,” sela Leon. Membelah keheningan menyesakkan antara Aleta dan Bastian. Berdiri bersandar pada pinggiran pintu dengan kedua tangan me

  • Bukan Sang Pewaris   36. Surat Kesepakatan Perceraian

    Aleta menelan ludahnya. Keheningan di antara mereka terasa sangat menyesakkan dengan ancaman Leon yang terasa menggantung di atas kepalanya. Wajahnya pucat pasi, berbanding terbalik dengan senyum yang melengkung lebar di bibir Leon. “Habiskan makananmu, setelah ini kita berlanjut, membicarakan tentang masa depan pernikahan kita. Juga … anak dalam kandunganmu.” Mata Aleta mengerjap terkejut. Wajahnya yang sudah sepucat mayat tak bisa lebih pucat lagi. “A-anak? Apa maksudmu, Leon?” Suara Aleta seperti tercekik. Ia memahami keadaan pernikahan mereka yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Dan mungkin memang perlu dibicarakan tentang kesepakatan-kesepakatan yang akan menguntungkan Leon lebih banyak lagi. Namun, anak? Apa yang perlu mereka bicarakan? Apakah … apakah Leon akan menceraikannya? “Tidak. Aku tak akan menceraikanmu.” Leon seolah menangkap apa yang tengah muncul di benak Aleta. “L-lalu kenapa kita ha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status