Home / Romansa / Bukan Sang Pewaris / 5. Cinta Yang Tersembunyi

Share

5. Cinta Yang Tersembunyi

last update Last Updated: 2025-02-22 11:42:29

Acara yang diadakan Maida Thobias tak pernah tak berhasil. Pernikahan Leon dan Aleta mendapatkan sambutan yang meriah dari para tamu undangan. Tak hanya ucapan selamat membanjiri keluarga tersebut, decak kagum akan kemewahan pernikahan serta acara resepsi sepanjang hari terus berdendang di telinga Maida, Yoanna, dan Monica. Tentu paling lebar tentu saja hanya ada di wajah Maida. Di balik senyum yang melengkung di wajah Yoanna, ada kekecewaan yang masih melekat di kedua mata wanita itu setiap kali menatap ke arah pelaminan, terutama pada Aleta.

Pujian akan kebesaran hati Leon yang mempersunting gadis cacat itu sama sekali tak menghiburnya. Malah menumpukkan rasa malu yang semakin menggunung di dalam dadanya.

Seorang Leon Ezardy, seorang pria cerdas dengan karir yang sempurna. Lengkap dengan penampilan sang putra yang begitu tampan dan gagah. Sekarang harus disandingkan dengan gadis cacat, yang tak memberikan apa pun selain mencoreng nama baik keluarga mereka.

“Kau menatapnya seolah dia adalah pembawa sial untuk Leon?” Nada sinis Monica mengalihkan perhatian Yoanna dari pelaminan. Membalas tatapan sang kakak dengan raut dingin.

Yoanna hanya mendengus. “Ya, jika Leon pembawa keberuntungan untuk anak tirimu itu, tentu saja dia adalah pembawa sial untuk kehidupan putraku yang sudah sempurna.”

Mata Monica menghujam tajam pada sang kakak. “Sempurna? Kau yakin hidupnya seperti yang kau katakan?”

Yoanna mendelik, tak kalah menusuknya dengan sang adik. “Apa maksudmu?”

“Jika hidupnya memang sesempurna itu, kenapa dia harus menyanding nama belakang suamimu?” Ujung bibir Monica menyeringai. Menyerang kakaknya dengan tembakan yang tepat. Keangkuhan di wajah sang kakak seketika berubah sepucat mayat. “Kenapa dia harus bersembunyi di balik kecacatan putriku untuk melindungi identitas dirinya sendiri?” lanjutnya dengan kepuasan yang semakin memenuhi wajahnya.

“Tutup mulutmu, Monica,” desis Yoanna, mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka. Memastikan tak ada siapa pun yang mencuri dengar pembicaraan mereka. secara sengaja atau pun tidak. Bibirnya menipis tajam dengan tatapan mengancam dan kegugupan yang mulai merambati dadanya.

“Pastikan saja kau memperlakukan putriku dengan baik, Yoanna. Jika tidak, aku tak yakin apa yang akan kukatakan saat lidahku tergelincir.”

“Dia bahkan bukan putrimu, Monica. ”

“Dia putriku,” tandas Monica mengoreksi. “Hanya tidak lahir dari rahimku saja.”

Yoanna tak membalas. Kedongkolan tampak jelas di wajahnya sebelum berpaling dan berjalan pergi meninggalkan sang adik. Yang bahkan lebih membela putri tirinya ketimbang dirinya sebagai seorang kakak. Kakak kandung wanita itu sendiri.

*** 

Menjelang tengah malam, acara baru saja selesai. Aleta meninggalkan ruang pesta lebih dulu. Dengan bantuan sang adik, Jendra. Aleta diantar ke ruang ganti. Sudah ada penata rias dan rambut yang membantunya melepaskan semua pakaian dan segala perhiasan yang membuatnya merasa seperti boneka. Menyisakan cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Yang sudah akan ia lepaskan ketika pintu ruangan kembali terbuka.

Aleta pikir, Leonlah yang melangkah masuk. Tetapi wajahnya membeku menemukan Bastianlah yang berjalan mendekatinya. Bau alkohol tercium pekat ketika pria itu berhenti di sampingnya. Menyandarkan tubuh pada meja rias, menatapnya dengan tatapan yang sulit gadis itu artikan. Hanya menatap, dalam kebisuan untuk beberapa detik yang cukup lama.

“Apa yang kau lakukan di sini, Bastian?” Aleta yang tak tahan dengan keheningan tersebut, memulai pembicaraan lebih dulu. “Kau tak seharusnya ada di sini.”

Bastian tak langsung membalas. “Kau terlihat cantik, seperti yang kubayangkan dengan gaun itu.” Pundaknya mengedik pada gaun pengantin yang sudah diletakkan di sofa panjang.

“Tak sesempurna itu. Aku tidak berjalan dengan kedua kakiku.” Kesinisan Aleta sama pekatnya dengan tatapan gadis itu.

Kesedihan melintasi kedua mata Bastian. Sikap sinis dan kebencian yang ditunjukkan Aleta, ia memang berhak mendapatkan semua itu dari Aleta. “Kupikir aku akan baik-baik saja dengan pernikahan ini, tapi …”

“Apa pun yang kau pikirkan dan kau rasakan saat ini, semua itu bukan hal yang perlu kudengar darimu, Bastian. Bahkan dengan kedua kakiku yang sempurna, aku masih tak cukup pantas untuk bersanding di sisimu. Penerus seorang Jacob Thobias. Pewaris tahta Thobias Group. Aku hanya seorang Aleta Ege. Yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun.”

Sekali lagi kata-kata Aleta berhasil mengena di hati Bastian. “Aku masih menginginkanmu, Aleta.”

Aleta menatap kedua mata Bastian. Perasaan itu masih tersirat di manik biru pria itu, tetapi ia tak akan tertipu. Bastian dan Leon masih saling bersaing. Dan posisinya saat ini sebagai istri Leon, tentu ikut berperan dalam tatapan pria itu.

“Apakah kau masih mencintaiku?”

Aleta tak langsung menjawab, “Apakah kakiku yang patah masih belum cukup untuk dijadikan bukti?”

Bastian terdiam. Ya, kaki Aleta yang patah karena gadis itulah yang menyelamatkan dirinya dari kecelakaan. “Sekarang?”

“Masih,” jawab Aleta. Dengan kejujuran yang tak perlu ditutupi sebelum melanjutkan. “… tapi tidak sebesar dulu. Dan aku yakin akan semakin memudar seiring berjalannya waktu.”

Sekali lagi jawaban Aleta membuat Bastian sempat membeku. “Aku masih mencintaimu,” ucapnya sembari merendahkan tubuhnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah Aleta.

Aleta memiringkan, membuat bibir Bastian mendarat di pipinya. “Keluarlah, Bastian. Berlian akan mencarimu.”

Bastian membeku, dengan bibir yang masih menempel di pipi gadis itu. Ujung bibirnya melengkung, membentuk senyum sedih yang begitu dalam. Wajah Aleta masih berpaling darinya ketika ia menegakkan punggung. “Meski tak tak pernah bisa menampilkannya di depan umum, kau tahu hanya kau wanita yang ada di dalam hatiku, Aleta. Tak pernah berubah, hingga detik ini.”

Aleta berharap itu membuat perasaannya lebih baik. Tetapi kata-kata itu hanya menunjukkan bahwa rasa malu Bastian terhadap dirinya tak lebih kecil dari perasaan cinta pria itu untuknya. Bagaimana mungkin rasa cinta yang pernah begitu membahagiakan, ternyata juga mampu memberikan siksaan yang sedalam ini. “Aku juga berharap hanya kita berdua yang tahu tentang perasaanmu yang sangat tulus itu, Bastian.” Kesengitan masih terselip di antara suaranya yang dingin. “Dan kita akan menguburnya di masa lalu.”

Bastian tak membalas. Sekali lagi menatap sisi wajah Aleta yang masih tak ingin menatapnya. Sebelum kemudian berjalan ke arah pintu.

Di balik pintu yang sedikit terbuka, Leon bersandar di pinggiran pintu dengan kedua tangan bersilang dada. Seringai jahat tersungging di ujung bibirnya ketika Bastian melangkah keluar. Mata biru gelapnya menyiratkan kelicikan ketika menatap punggung Bastian yang semakin menjauh.

Seorang Bastian Thobias yang ia tahu begitu angkuh, ternyata masih memiliki hati. Yang bahkan mampu mencintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Sang Pewaris   6. Malam Pertama

    "Minum?" Leon mengangkat gelas berisi cairan merah gelap ke arah Aleta yang duduk di sampingnya. Kursi roda gadis itu yang terlipat sengaja ia letakkan jauh dari jangkauan mereka.Aleta menggeleng. Meski sepanjang acara pernikahan dan resepsi ia hanya duduk, tetap saja tubuhnya terasa pegal karena sama sekali tidak berbaring. Dan kursi rodanya ada di seberang ruangan.Ketika keduanya meninggalkan gedung tempat resepsi, Leon memang sengaja menggendongnya. Demi menyempurnakan peran pria itu sebagai suami yang sempurna di hadapan banyak mata. Dan ia pikir pria itu akan membiarkannya menggunakan kursi rodanya sendiri ketika sampai di gedung hotel tempat keduanya akan bermalam. Tetapi pria itu tetap menggendongnya hingga masuk ke suite hotel. Yang disediakan khusus oleh Maida Thobias untuk menghabiskan malam pertama. Yang tak akan pernah mereka lakukan. Sekarang keduanya sedang duduk di sofa santai, dengan kedua kaki yang berselonjor. Ada meja kecil, dengan camilan dan botol anggur yang s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   7. Senjata Baru

    Part 7 Senjata BaruCahaya hangat matahari yang menerpa wajah Aleta, perlahan membangunkan gadis itu dengan cara yang lembut. Kelopak matanya bergerak pelan, tangannya terangkat menghalangi cahaya menyilaukan yang mulai terasa menusuk matanya. Erangan pelan lolos dari celah bibirnya ketika kepalanya menoleh ke samping dan membentur dada telanjang yang ada di sampingnya.Kesiap kaget nyaris lolos dari celah bibirnya sebelum telapak tangannya membekap mulut. Matanya melotot terkejut ketika kepalanya bergerak terangkat dan menemukan wajah Leon yang masih terlelap berbaring di sampingnya. Aleta seketika menelaah ingatannya. Dan semakin mengingat, wajahnya semakin memanas. Terutama ketika wajahnya terangkat, menyadari tubuhnya yang masih telanjang di balik selimut. Tak hanya itu, lengan pria itu juga masih melingkari perutnya, menghalangi gerakannya untuk bergerak turun dari sofa santai.“Kau sudah bangun?” Suara serak Leon mengejutkan Aleta yang hendak menyingkap selimut. Pegangan lengan

    Last Updated : 2025-02-24
  • Bukan Sang Pewaris   8. Cinta Anna

    Hanya sesaat bibir Leon dan Anna saling bersentuhan ketika pria itu melepaskan kedua lengan sang sepupu dari lehernya. Membuat wanita itu mencebik tak suka akan penolakan Leon. "Kenapa? Kau tak butuh hiburan untuk malam pengantin barumu yang menyedihkan?" Telapak tangan Anna menyentuh dada telanjang Leon. Tetapi lagi-lagi mendapatkan penolakan sebelum bergerak mengelus untuk menggoda pria itu. Pun begitu tak mencegah tatapan takjubnya akan keseksian tubuh Leon yang setengah telanjang. "Tidak butuh?" "Apa yang kau lakukan di sini, Anna?" Anna tak tertarik menjawab pertanyaan Leon. Wajah wanita itu berputar dan pandangannya terhenti pada pakaian yang berserakan di sekitar sofa. "Jadi siapa yang menghangatkanmu tadi malam?" "Pertanyaan apa itu, Anna. Dengan siapa lagi aku harus menghabiskan malam pengantin baru jika bukan dengan istriku?" Ekspresi di wajah Anna seketika membeku. Menatap keseriusan di raut Leon dengan penuh ketidak percayaan. "Tak mungkin dengan si cacat itu, kan?"

    Last Updated : 2025-02-25
  • Bukan Sang Pewaris   9. Menguatkan Hati

    Aleta tak menemukan keberadaan sang mama ketika baru saja keluar dari ruang terapi. Kepalanya berputar, mencari ke lorong di sekitar. Tak biasanya mamanya meninggalkannya saat terapinya selesai. “Sudah selesai?” Suara bass itu tiba-tiba terdengar dari samping Aleta. Gadis itu menoleh dan terkejut menemukan Bastian yang baru saja keluar dari ruang dokter di samping ruang terapi. Mendekati ke arah Aleta, yang langsung mendorong kursi roda menjauh dari pria itu. “Mamamu sedang pergi ke toilet di lantai tiga. Toilet di lantai ini sedang dalam perbaikan.” ‘Dan sungguh di saat yang tepat,’ batin Aleta. “Dan mamamu menitipkanmu padaku.” Bastian menahan pegangan kursi roda. Menghentikan Aleta yang berusaha menghindar. “Lepaskan, Bastian,” desis Aleta tajam. Berusaha menggerakkan kursi rodanya agar terlepas dari pegangan Bastian. Bastian membungkuk, menekan kunci roda dan memutar Aleta. Kemudian berjongkok di hadapan gadis itu. “Dokter mengatakan perkembangan otot kakimu cukup bagus. Ja

    Last Updated : 2025-02-26
  • Bukan Sang Pewaris   10. Penderitaan dan Sakit Hati Yang Terpendam

    “Aku melihat mobilnya. Kupikir aku salah lihat, tapi mengingat kau juga ada di dalam rumah sakit, sepertinya perkiraanku tidak salah.” Leon tak pernah tertarik dengan urusan Bastian. Ketegangan keduanya lebih pada urusan pekerjaan. Tetapi … sejak ia mengetahui hubungan Aleta dan Bastian, tentu saja semua hal tentang pria itu akan menarik perhatiannya. Terutama jika berhubungan dengan Aleta. “Apakah dia masih bertanggung jawab dan memastikan perkembangan kakimu? Bastian yang kukenal bukan orang yang bertanggung jawab.” Aleta mencoba membaca niat Leon dengan kata-kata tersebut. Sekedar mengejek hubungan mereka berdua atau pria itu sedang mencoba menimbang kadar perasaan yang masih tersisa di antara keduanya. Yang akan digunakan untuk kelicikan Leon mengalahkan Bastian. “Rupanya kau memang masih begitu special di hatinya, ya?” dengus Leon mengejek. “Dan sejujurnya, aku tak pernah merasa sepuas ini. Kau tahu, saat apa yang kita miliki ternyata menjadi hal yang begitu special di hati

    Last Updated : 2025-02-27
  • Bukan Sang Pewaris   11. Keluarga Ezardy

    Leon sudah mengemas semua barang-barangnya dan Aleta ke dalam koper mereka di atas tempat tidur. Menunggu petugas hotel yang akan segera datang untuk membantu mereka. Dan baru saja Leon meraih ponselnya di meja, juga tas Aleta. Bel kamar berdenting, pria itu lekas membukakan pintu. Tapi bukan orang hotel yang berdiri di depan pintu kamar mereka. Melainkan sang mama, yang meski wajahnya tampak begitu tenang, tak berhasil menutupi kecemasan yang tersirat di kedua mata wanita paruh baya tersebut.Kedua alis Leon menyatu, terheran dengan keberadaan sang mama.“M-mama … ada yang harus mama bicarakan dengan kau. Maksud mama kalian berdua.”“Kita bisa membicarakannya saat aku ke rumah, Ma. Elias sudah menunggu di bawah.”“Itu yang sedang ingin mama bicarakan.” Yoanna melangkah masuk, menyelipkan tubuhnya yang mungil di samping tubuh tinggi dan besar sang putra, yang memang menurun dari Jacob Thobias. Tak hanya itu, manik mata dan bentuk wajah yang dimiliki Leon memang menurun dari pria itu.

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bukan Sang Pewaris   12. Saudara Sepupu?

    Dengan bantuan beberapa pelayan keluarga Leon, semua barang-barang Aleta sudah dirapikan ke dalam lemari besar. Begitu pun dengan barang-barang Leon yang ada di kamar pria itu, yang tak lebih banyak dari semua barangnya. Ia sempat mendengar mama mertuanya untuk memindahkan barang-barang pria itu yang ada di apartemen, tetapi segera mendapatkan reaksi yang tak menyenangkan sehingga Yoanna menawarkan akan membeli barang-barang yang baru untuk menambahkan. Yang tak dijawab apa pun oleh Leon dan menjadi lampu hijau bagi wanita paruh tersebut. Setelah makan malam di rumah utama, Aleta kembali ke paviliun. Sempat mengobrol sejenak dengan Lena, adik perempuan Leon yang kebetulan seumuran dengannya. Menawarkan diri jika Aleta butuh bantuan. Meski hubungan mereka tak cukup dekat, sikap Lena lebih ramah dan lembut kepadanya. Begitu pun dengan sang papa mertua. Lionel Ezardy. Sementara Leon, pria itu naik ke lantai dua dan kembali ketika menjelang jam sepuluh. Tepat ketika Aleta siap berbarin

    Last Updated : 2025-03-01
  • Bukan Sang Pewaris   13. Tak Main-Main

    "Pokoknya tidak. Kau tidak boleh mendekati Leon." "Kenapa?" "K-karena …" Yoanna kesulitan mendapatkan alasan. Tetapi kemudian pandangannya menangkap keberadaan Aleta yang masih tertunduk di depan Leon. Bersikap menjadi makhluk tak kasat mata seperti biasa. "Karena dia sudah menikah." "Menikahi gadis cacat tidak terhitung pernikahan, tante." Jawaban Anna sangat ringan. Melirik sekilas ke arah Aleta dengan ekspresi mencemooh. "Pokoknya … kau tidak boleh dekat-dekat dengan Leon. Dan jangan ganggu hubungan mereka. Mereka sudah menikah. Sekarang kau pulang ke rumahmu." Yoanna mendorong sang keponakan menjauh. "Tante …" rengek Anna. "Tante mengusirku?" "Ya. Pulang sana. Dan jangan pernah ke rumah tante lagi selama Leon dan Aleta menikah." Wajah Anna berubah semringah. "Jadi kalau mereke bercerai …" "Tidak. Pokoknya selama kau memandang Leon dengan bunga-bunga semacam itu di matamu. Kau tak boleh dekat-dekat di sekitar rumah tante." Anna mendengus sebal. "Berarti di kantor boleh,"

    Last Updated : 2025-03-02

Latest chapter

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 1 (Bukan Sang Pewaris)

    “Kita pulang?” Leon menatap ke arah Aleta, dengan tatapan penuh arti. Keduanya berdiri di depan teras rumah sakit. Dengan baby Lucien yang berada dalam gendongan Aleta dan lengannya yang melingkar posesif di pinggang sang istri.Aleta memberikan satu anggukan tipis. Dengan seulas senyum dan binar di kedua mata coklatnya. Ya, ia akan pulang. Ke mana pun Leon membawanya karena sekarang, pria itu adalah rumahnya.Nirel dan Monica yang baru saja keluar dari pintu putar rumah sakit sengaja melambatkan langkahnya. Membiarkan Aleta dan Leon berada di depan, sekaligus sengaja menciptakan jarak yang terkesan seadanya. Agar keduanya tak merasa terganggu oleh kebe radaannya.Kedua pasangan paruh baya tersebut saling pandang. Saling melemparkan senyum dalam pandangan tersebut. “Sepertinya kali ini aku percaya dengan pilihanmu. Yang terbaik untuk Aleta,” gumam Monica lirih. Memastikan Aleta dan Leon tak mendengarnya. “Apakah sejak awal kau tahu mereka ak

  • Bukan Sang Pewaris   80. Ternyata Saling Merindukan (Ending)

    ‘Cukup untuk kita bertiga.’Bagaimana mungkin Leon tak terpengaruh dengan jawaban yang diberikan oleh Aleta tersebut. Mempertanyakan kembali seberapa serius keinginan Aleta akan dirinya dan pernikahan mereka, hanya akan memperjelas bahwa dirinyalah yang begitu tolol telah melepaskan sang istri demi perusahaan.‘Bagaimana mungkin kau melakukan semua ini demi kebahagiaan semua orang. Jika kau sendiri tak bisa membahagiakan dirimu sendiri, Leon.’Kata-kata Julia pun kembali terngiang di benaknya.‘Jika kau tak becus mempertahankan kebahagiaanmu sendiri, aku tak akan terkejut jika apa yang kau lakukan saat ini untuk bertahan. Semua itu pada akhirnya tak bisa kau pertahankan. Karena kau sendirilah yang menghancurkan dirimu sendiri, Leon. Bukan kakek Aleta maupun Bastian. Juga bukan semua orang yang saat ini sedang menyusun rencana untuk menggulingkanmu.’“Jika keinginanmu terhadapku dan putra kita tidak cukup untukmu, akulah yang aka

  • Bukan Sang Pewaris   79. Cukup Untuk Kita Bertiga

    “Aku tidak menandatanganinya tanpa keinginanku, Aleta. Apalagi yang kau butuhkan dan tunggu untuk menerima gugatan ini? Semua yang kau inginkan ada di dalam sini.”Aleta mengerjap dengan jawaban dingin yang diberikan Leon. Menelan kekecewaan yang sengaja di berikan Leon padanya. Tentu saja ia bisa menangkap kesengajaan pria itu untuk membuatnya kecewa. Dengan cepat, Aleta memasang ekspresi datarnya seapik mungkin. Kedua matanya menatap lurus tatapan intens Leon yang berusaha melucuti perasaannya. “Kakekku akan tetap mengusirmu dari perusahaan meski kita bercerai.”Leon membeku, keterkejutan menampar wajah pria itu dan butuh beberapa detik lebih lama baginya untuk mencerna keterkejutan dan menguasai raut wajahnya. Demi menyimpan kemarahan yang nyaris tak bisa disembunyikan dengan baik.Meski ini adalah informasi penting yang sudah ia perkirakan dan kartu lain untuk membuat Phyllian Mamora tak berkutik berada di tangannya. Ia hanya tak menyangka Ph

  • Bukan Sang Pewaris   78. Keputusan Leon

    Phyllian Mamora dan Bastian tentu saja tak menyukai keberadaan Leon di ruang perawatan anak tersebut. Dan sama sekali tak menutupi kebencian keduanya di depan Leon. Aleta yang merasa terjebak dengan kecanggungan tersebut pun tak bisa melakukan apa pun. Terutama dengan sang kakek yang jelas-jelas ingin menyeret Leon keluar dari ruangan tersebut tapi tak mungkin membuat keributan di ruang perawatan baby Lucien yang kini sudah berbaring di ranjang pasien.“Kakek ingin bicara sebentar,” ucap Phyllian. Melirik ke arah Leon yang masih duduk di kursi. Tak melepaskan pandangan dari baby Lucien sedikit pun. Aleta mengangguk pelan, mengikuti sang kakek menuju pintu.“Awasi dia untukku,” pintah Phyllian pada Bastian sebelum mencapai pintu.Aleta tentu saja merasa tak nyaman dengan pintah tersebut. “K-kakek …”“Kakek tidak mempercayainya, Aleta. Siapa yang tahu kalau dia akan membawa lari cicitku.” Jawaban Phyllian yang tidak lirih se

  • Bukan Sang Pewaris   77. Kedatangan Leon

    “Kau masih belum menyentuhnya?” gumam Monica membuka berkas di meja yang tampaknya masih tak tersentuh, bahkan setelah beberapa hari setelah Aleta mencoba menemui Leon di kantor. Kepalanya berputar, menatap sang putri yang berdiri di tengah ruangan, menggendong baby Lucien yang tampaknya mulai tenang.Aleta hanya menatap sang mama, tanpa memberikan jawaban apa pun.“Masih ingin bicara dengan Leon?”Aleta memberikan satu anggukan pelan, menundukkan wajah dan menatap sang putra yang sudah terlelap. Ia pun berjalan mendekati boks bayi, membaringkan baby Lucien dan tetap berdiri di samping boks bayi.“Tadi malam papamu bertemu dengan kakekmu.” Monica mendekati Aleta. Menyentuh pundak wanita itu dengan lembut. “Kakekmu mengatakan akan mengambil alih semua permasalaha ini dan mengatur pengacara terbaik untukmu.”Aleta menoleh ke samping, napasnya semakin tertahan. “K-kakek?”Monica mengangguk. “Mama dan papa sudah menega

  • Bukan Sang Pewaris   76. Haruskah Merelakan Semuanya?

    “Apakah pria itu berhasil mempengaruhimu sehingga membuatmu seperti ini?” ulang Bastian dengan penekanan di ujung kalimatnya. “Jadi pria itu sudah berhasil mengubah perasaanmu padaku?”Aleta tak langsung menjawab. Menatap binar harapan di kedua mata Bqstian yang perlahan meredup. Sama sekali tak menyangkal pertanyaan tersebut.Bahkan pertanyaan tersebutlah yang membuat Aleta tersadar. Bahwa perasaannya pada Bastian memang sudah berubah. Berubah sepenuhnya tanpa ia sadari.Bastian menggeleng. “Tidak. Ini terlalu cepat, Aleta. Dan semua ini bukan karena Leon.Tetapi karena ancaman Berlian padamu, kan?”Aleta tetap bergeming. Ekspresi wajah Bastian tampak begitu emosional.“Berlian sudah mengatakan padaku. Semua itu hanya kelicikannya, Aleta. Percaya padaku.” Bastian melangkah maju, tetapi tubuh Aleta bergerak mundur. Mempertahankan jarak di antara mereka tetap terbentang.Aleta menggeleng. “Kakekku, kau, dan Berl

  • Bukan Sang Pewaris   75. Tak Baik-Baik Saja

    Aleta menatap berkas yang tergeletak di sampingnya. Tak ia sentuh sejak kemarin sang mama meletakkannya di sana. Tahu benar apa yang ada di dalam sana, tetapi ia tak memiliki keberanian untuk membukanya.Semua harapan dan keinginannya ada di dalam sana. Terkabulkan hanya dengan membubuhkan tanda tangannya di sana.Namun …Akan tetapi …Kenapa sekarang perasaannya telah berubah? Kenapa keinginan dan harapannya tidak sama?‘Mama tak tahu apakah mama perlu menyampaikannya padamu. Kakekmu dan Bastian menukarkan semua ini dengan perusahaan.’‘Mama dan papa tidak memihak siapa pun selain dirimu, Aleta. Yang kami inginkan hanyalah kebahagiaanmu semata. Jadi … pertimbangkan baik-baik keputusanmu.’Kata-kata sang mama kembali terngiang. Semudah inikah Leon menyerah untuknya? UntukLucien? Ya, tentu saja dirinya tak bisa dibandingkan dengan kursi tertinggi di Thobias Group.Aleta menghela napas pan

  • Bukan Sang Pewaris   74. Surat Gugatan Perceraian

    “Kau benar-benar tak punya hati, Bastian. Anak kita nyaris mati dan kau masih saja sibuk memikirkan Aleta?” Mata Berlian digenangi air mata yang meleleh membasahi kedua pipinya. Tersedu oleh isakannya yang semakin menjadi. “Atau kau merasa bersedih karena anak ini tidak jadi mati? Dan menganggapnya sebagai batu sandungan untuk kisah cintamu dan Aleta?”Bastian mendesah gusar. “Berhenti bersandiwara, Berlian. Kau sendirilah yang bermain-main dengan nyawanya. Kau pikir aku tak tahu kau melakukan kenekatan ini untuk menarik simpati Aleta? Sehingga dia harus terpaksa mundur. Jangan pikir aku tak tahu kelicikanmu. Aku tak setolol itu.”Wajah Berlian membeku, meski tak terlalu terkejut dengan tuduhan Bastian yang memang benar adanya. Ya, keduanya tahu akan kelembutan dan kepolosan hati Aleta, yang di matanya malah tampak seperti sebuah ketololan. Ia hanya perlu mengundang simpati dan rasa iba Aleta, untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dari wanita bodo

  • Bukan Sang Pewaris   73. Jalan Hidup Pilihan Untuk Aleta

    Berlian mengalami pendarahan, tetapi anak dalam kandungan wanita itu berhasil selamat. Aleta bernapas dengan lega setelah mendengarkan kabar tersebut dari sang kakek. Menurunkan ponsel dari telinganya begitu panggilan berakhir. Hanya Bastian dan Phyllian yang ikut ke rumah sakit mengantarkan Berlian. Dan keberadaannya tentu saja tak diharapkan oleh wanita itu dan akan membuat Berlian semakin tertekan. ‘Aku mendengar pembicaraan kakek dengan Bastian. Juga Bastian dan kedua orang tuanya. Mereka sedang berencana menyingkirkanku. Sebelum mereka semua mengakhiri hidupku, akan lebih baik jika aku yang mengakhiri hidupku dan anak kami dengan tanganku sendiri.’ Mengingat kata-kata Berlian, Aleta tak bisa menghentikan pikirannya bahwa kecelakaan ini adalah kesengajaan Berlian untuk mengakhiri janin dan hidup wanita itu sendiri. Apakah Berlian memang akan senekat itu? Aleta menggigit bibirnya. Rasa bersalah mera

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status