Beranda / Romansa / Bukan Sang Pewaris / 3. Pertunangan Tak Terduga

Share

3. Pertunangan Tak Terduga

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-22 11:41:10

“Apa kami tak salah dengar?” Anna, satu-satunya orang yang berani menunjukkan keterkejutannya dengan kabar bahagia yang disampaikan sang mama di tengah acara makan malam tersebut. Wanita berambut pendek itu tampak menunjukkan ketidak setujuannya. Satu-satunya orang yang menentang perjodohan sialan itu. Dan bagaimana mungkin langkah sang mama secepat ini? Baru tadi malam ia mengetahui tentang rencana tersebut.

“Ya, pertunangan Leon dan Aleta,” angguk Maida. Meyakinkan sang putri bahwa acara makan malam ini sekaligus untuk merayakan pertunangan keponakannya tersebut. Tatapannya lurus pada sang putri, ematikan harapan yang ada di kedua mata Anna yang tidak pada tempatnya. 

Kedua ibu dan anak tersebut saling pandang, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata di tengah meja panjang yang dipenuhi seluruh anggota keluarga. Tak hanya kedua wanita tersebut, Aleta yang duduk di meja paling ujung pun tak kalah terkejutnya. Gadis itu menatap ke arah Leon yang duduk di seberang meja. Posisi yang tak biasa pada malam ini karena biasanya pria itu duduk di samping Bastian. Di samping Jacob Thobias.

Namun, ketegangan tersebut akhirnya terpecah dengan tepuk tangan Jacob, yang membuat seluruh anggota juga ikut bertepuk tangan. Begitu pun dengan Yoanna. Jacob mengangkat gelasnya dan berucap, “Untuk Leon.”

Ucapan selamat pun menyusul untuk Leon dan Aleta, yang hanya terdiam karena kedua orang tuanya pun tak menunjukkan keterkejutan dengan kabar tersebut. Bahkan seolah sudah mengetahui rencana tersebut sejak awal.

Saat makan malam selesai dan berubah menjadi acara yang lebih santai, Aleta yang menyendiri di taman samping rumah berbicara dengan sang mama.

“Mama juga baru mengetahui semua ini dari papamu, sayang.” Telapak tangan Monica merangkum sisi wajah sang putri tiri dengan keprihatinan yang begitu besar. Ya, meski Aleta adalah putri sang suami dari mendiang istri pertama. Kasih sayangnya pada putra kandungnya dan gadis itu sama sekali tak ada beda. 

Aleta memegang punggung tangan sang mama, memaksa senyuman tersungging untuk Monica. “Apa pun keputusan papa, bukankah selalu yang terbaik untuk Aleta.”

Monica pun ikut terdiam. Tak mengatakan apa pun lagi. Kepasrahan di kedua mata sang putri sudah cukup sebagai jawabannya.

“Papa pasti tahu keputusan yang dibuatnya.”

“Kau benar.”

Keduanya kembali terdiam, hingga Jendra, sang adik muncul dan mengatakan sang papa mencari mamanya. Aleta menolak masuk karena masih ingin menikmati taman bunga keluarga Thobias sebagai dalihnya menenangkan diri.

Sepanjang mengenal Leon dalam keluarga besar dari sisi mama tirinya, Aleta tak pernah benar-benar berinteraksi dengan pria itu. Bahkan semua keluarga sang mama hanya memandangnya sebagai makhluk tak kasat mata. 

Aleta bisa memahami itu. Ialah satu-satunya sepupu yang tak memiliki ikatan darah dengan mereka. Sebelum kakinya lumpuh, ia selalu dipandang di sebelah mata. Apalagi sekarang.

“Kau bisa memakai apa pun yang kau suka, Berlian. Aku tak pernah mempermasalahkannya.” Suara Bastian dari arah teras belakang mengalihkan perhatian Aleta.

Gadis itu menoleh, menemukan Berlian dan Bastian yang berdiri saling berhadap-hadapan. Jarak teras belakang dan taman bunga tempatnya duduk tak lebih dari sepuluh meter. Suasana malam yang begitu sunyi berbanding terbalik dengan keramaian yang ada di dalam rumah, membuat suara pasangan tersebut terdengar begitu jelas dari posisinya.

Berlian mengalungkan kedua lengannya di leher Bastian. Menempelkan tubuh wanita itu ke tubuh Bastian sebelum mendorong pria itu ke tiang. “Aku suka yang bisa dengan mudah dibuka di mana pun dibutuhkan,” bisikan wanita itu sengaja diulur. Dengan nada yang menggoda sembari semakin merapatkan jarak di antara wajah mereka.

Aleta segera memalingkan wajah, menggigit bibir bagian dalam dengan rasa panas yang tak hanya merebak di permukaan wajah. Juga di dalam dadanya. Gadis itu tampak menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan perasaan apa pun yang masih terpendam di dalam sana. Tak ingin membayangkan apa yang akan selanjutnya pasangan itu lakukan.

Menepis pikirannya, Aleta memutar kursi rodanya. Mendorong ke arah sebaliknya karena tak ingin dianggap mengintip privasi pasangan tersebut. Tetapi baru saja rodanya bergerak, tiba-tiba sesuatu dari arah belakang menahannya.

“Kau sudah akan pergi?” Suara Bastian yang begitu familiar membekukan seluruh tubuh Aleta.

Aleta menahan gerakan Bastian yang hendak memutar kursinya, dan sebagai gantinya, pria itulah yang berjalan ke arah depan.

“Kau tahu perjodohan ini bukan kehendakku, Aleta.” Bastian menatap wajah datar Aleta. “Seperti perjodohanmu dan Leon.”

Aleta tetap bergeming. Membuang wajahnya ke samping dan mendorong kursi rodanya ke samping. Menghindari posisi Bastian yang menghadangnya. Lagi-lagi sebelum ia benar-benar melewati pria itu, Bastian menahan lengan kursi rodanya.

“Bagaimana dengan terapimu?”

Aleta menyentakkan tangan Bastian dengan kasar.

Bastian sama sekali tak terusik dengan sikap kasar tersebut. Pria itu bahkan berjongkok di samping Aleta. Menyentuh punggung tangan gadis itu. “Dokter Brian mengatakan …”

“Semua itu sudah bukan urusanmu, Bastian,” desis Aleta dengan suaranya yang sedingin ia bisa.”

“A-aku ...”

“Di sini kau rupanya?” Suara berat dari arah belakang mengalihkan perhatian keduanya.

Wajah lembut Bastian seketika berubah tegang mengenali suara sialan sang sepupu. Pria itu lekas beranjak dan berhadapan dengan Leon, memasang tampang muak yang selalu melekat untuk sepupunya satu ini. “Kenapa? Setidaknya aku perlu mengenal calon sepupu iparku, kan? Memastikannya tahu akan posisinya meski telah menjadi istrimu.”

Leon hanya mendengus tipis. 

“Pernikahan kalian tak akan mengubah apa pun.”

“Seperti pernikahanmu dengan cucu tunggal keluarga Mamora?” Alis Leon terangkat dengan gerakan mengejek.

Tatapan Bastian menajam, kedongkolan di wajahnya semakin pekat sebelum berjalan pergi.

Aleta berusaha mengabaikan ketegangan di antara kedua pria yang berdiri di belaangnya. Kembali mendorong kursi rodanya, yang kali ini ditahan lagi oleh Leon.

“Sepertinya kita butuh bicara, tunanganku?” Leon menarik ke belakang kursi roda Aleta, memutar hingga menghadapnya dan berjongkok di depan gadis itu sembari mengunci roda kecil di bawah lututnya.

“Ini.” Leon membuka kotak cincin di tangannya ke hadapan Aleta. “Seharusnya aku memberikannya sebelum acara makan malam ini, tapi … aku tak ingin mengejutkanmu.”

“Aku akan bicara dengan papaku untuk menolak perjodohan ini.” Setelah usahanya untuk melepaskan diri tak membuahkan hasil, akhirnya Aleta memberanikan diri untuk bicara.

“Ya, kau bisa mencobanya.”

Aleta terdiam, melirik tak tertarik cincin dengan hiasan permata di dalam kotak tersebut. Tangannya bergerak mengambil kotak tersebut dan melemparnya ke arah taman bunga di samping mereka. “Hanya karena aku selalu menjadi yang paling diam, bukan berarti aku bisa diperlakukan seperti pion yang tak memiliki pendapat, Leon.”

Leon tak melepaskan pandangannya dari kemarahan di mata Aleta. Senyum yang melengkung di bibir pria itu, berubah menjadi seringai ketika membalas kalimat Aleta. Suaranya yang dipenuhi ketenangan, sama sekali tak mengurangi ancaman tajam pria itu. “Ya, kau memang tak lebih dari pion, yang bahkan tak berhak memiliki pendapat, Aleta Ege. Tidakkah kau memahami posisi itu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bukan Sang Pewaris   4. Gadis Cacat

    "Apakah tidak ada cara untuk menghentikan perjodohan ini?" Aleta memberanikan diri mengemukakan pendapatnya. Untuk pertama kali akan keputusan yang ditentukan sang papa pada hidupnya.Pernikahan bukanlah keputusan yang bisa diterima semudah pilihan baju yang ditentukan sang papa dan mama tiri untuk ia kenakan malam ini. Tapi pernikahan jelas akan berlaku sekali untuk seumur hidup, dan itu bukan waktu yang sebentar untuk menghabiskan seumur hidup bersama seseorang yang nyaris sama sekali tak ia kenal."Kau bisa menentangnya, Nirel. Bagaimana mungkin kau akan mengorbankan putrimu untuk menjadi pereda perselisihan keluarga, yang bahkan tak ada hubungannya denganmu.""Mereka kedua kakakmu, Monica." Suara Nirel lembut, meski begitu berhasil membuat dang istri merapatkan rahang. Membuang wajah ke samping dan tak bicara lagi. Pun dengan kekesalan dan ketidak setujuan yang begitu jelas di raut cantiknya.Perselisihan kedua kakaknya sudah menjadi rahasia umum bagi keluarga besar mereka. Maida

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   5. Cinta Yang Tersembunyi

    Acara yang diadakan Maida Thobias tak pernah tak berhasil. Pernikahan Leon dan Aleta mendapatkan sambutan yang meriah dari para tamu undangan. Tak hanya ucapan selamat membanjiri keluarga tersebut, decak kagum akan kemewahan pernikahan serta acara resepsi sepanjang hari terus berdendang di telinga Maida, Yoanna, dan Monica. Tentu paling lebar tentu saja hanya ada di wajah Maida. Di balik senyum yang melengkung di wajah Yoanna, ada kekecewaan yang masih melekat di kedua mata wanita itu setiap kali menatap ke arah pelaminan, terutama pada Aleta.Pujian akan kebesaran hati Leon yang mempersunting gadis cacat itu sama sekali tak menghiburnya. Malah menumpukkan rasa malu yang semakin menggunung di dalam dadanya.Seorang Leon Ezardy, seorang pria cerdas dengan karir yang sempurna. Lengkap dengan penampilan sang putra yang begitu tampan dan gagah. Sekarang harus disandingkan dengan gadis cacat, yang tak memberikan apa pun selain mencoreng nama baik keluarga mereka.“Kau menatapnya seolah dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   6. Malam Pertama

    "Minum?" Leon mengangkat gelas berisi cairan merah gelap ke arah Aleta yang duduk di sampingnya. Kursi roda gadis itu yang terlipat sengaja ia letakkan jauh dari jangkauan mereka.Aleta menggeleng. Meski sepanjang acara pernikahan dan resepsi ia hanya duduk, tetap saja tubuhnya terasa pegal karena sama sekali tidak berbaring. Dan kursi rodanya ada di seberang ruangan.Ketika keduanya meninggalkan gedung tempat resepsi, Leon memang sengaja menggendongnya. Demi menyempurnakan peran pria itu sebagai suami yang sempurna di hadapan banyak mata. Dan ia pikir pria itu akan membiarkannya menggunakan kursi rodanya sendiri ketika sampai di gedung hotel tempat keduanya akan bermalam. Tetapi pria itu tetap menggendongnya hingga masuk ke suite hotel. Yang disediakan khusus oleh Maida Thobias untuk menghabiskan malam pertama. Yang tak akan pernah mereka lakukan. Sekarang keduanya sedang duduk di sofa santai, dengan kedua kaki yang berselonjor. Ada meja kecil, dengan camilan dan botol anggur yang s

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Bukan Sang Pewaris   7. Senjata Baru

    Part 7 Senjata BaruCahaya hangat matahari yang menerpa wajah Aleta, perlahan membangunkan gadis itu dengan cara yang lembut. Kelopak matanya bergerak pelan, tangannya terangkat menghalangi cahaya menyilaukan yang mulai terasa menusuk matanya. Erangan pelan lolos dari celah bibirnya ketika kepalanya menoleh ke samping dan membentur dada telanjang yang ada di sampingnya.Kesiap kaget nyaris lolos dari celah bibirnya sebelum telapak tangannya membekap mulut. Matanya melotot terkejut ketika kepalanya bergerak terangkat dan menemukan wajah Leon yang masih terlelap berbaring di sampingnya. Aleta seketika menelaah ingatannya. Dan semakin mengingat, wajahnya semakin memanas. Terutama ketika wajahnya terangkat, menyadari tubuhnya yang masih telanjang di balik selimut. Tak hanya itu, lengan pria itu juga masih melingkari perutnya, menghalangi gerakannya untuk bergerak turun dari sofa santai.“Kau sudah bangun?” Suara serak Leon mengejutkan Aleta yang hendak menyingkap selimut. Pegangan lengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Bukan Sang Pewaris   8. Cinta Anna

    Hanya sesaat bibir Leon dan Anna saling bersentuhan ketika pria itu melepaskan kedua lengan sang sepupu dari lehernya. Membuat wanita itu mencebik tak suka akan penolakan Leon. "Kenapa? Kau tak butuh hiburan untuk malam pengantin barumu yang menyedihkan?" Telapak tangan Anna menyentuh dada telanjang Leon. Tetapi lagi-lagi mendapatkan penolakan sebelum bergerak mengelus untuk menggoda pria itu. Pun begitu tak mencegah tatapan takjubnya akan keseksian tubuh Leon yang setengah telanjang. "Tidak butuh?" "Apa yang kau lakukan di sini, Anna?" Anna tak tertarik menjawab pertanyaan Leon. Wajah wanita itu berputar dan pandangannya terhenti pada pakaian yang berserakan di sekitar sofa. "Jadi siapa yang menghangatkanmu tadi malam?" "Pertanyaan apa itu, Anna. Dengan siapa lagi aku harus menghabiskan malam pengantin baru jika bukan dengan istriku?" Ekspresi di wajah Anna seketika membeku. Menatap keseriusan di raut Leon dengan penuh ketidak percayaan. "Tak mungkin dengan si cacat itu, kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Bukan Sang Pewaris   9. Menguatkan Hati

    Aleta tak menemukan keberadaan sang mama ketika baru saja keluar dari ruang terapi. Kepalanya berputar, mencari ke lorong di sekitar. Tak biasanya mamanya meninggalkannya saat terapinya selesai. “Sudah selesai?” Suara bass itu tiba-tiba terdengar dari samping Aleta. Gadis itu menoleh dan terkejut menemukan Bastian yang baru saja keluar dari ruang dokter di samping ruang terapi. Mendekati ke arah Aleta, yang langsung mendorong kursi roda menjauh dari pria itu. “Mamamu sedang pergi ke toilet di lantai tiga. Toilet di lantai ini sedang dalam perbaikan.” ‘Dan sungguh di saat yang tepat,’ batin Aleta. “Dan mamamu menitipkanmu padaku.” Bastian menahan pegangan kursi roda. Menghentikan Aleta yang berusaha menghindar. “Lepaskan, Bastian,” desis Aleta tajam. Berusaha menggerakkan kursi rodanya agar terlepas dari pegangan Bastian. Bastian membungkuk, menekan kunci roda dan memutar Aleta. Kemudian berjongkok di hadapan gadis itu. “Dokter mengatakan perkembangan otot kakimu cukup bagus. Ja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Bukan Sang Pewaris   10. Penderitaan dan Sakit Hati Yang Terpendam

    “Aku melihat mobilnya. Kupikir aku salah lihat, tapi mengingat kau juga ada di dalam rumah sakit, sepertinya perkiraanku tidak salah.” Leon tak pernah tertarik dengan urusan Bastian. Ketegangan keduanya lebih pada urusan pekerjaan. Tetapi … sejak ia mengetahui hubungan Aleta dan Bastian, tentu saja semua hal tentang pria itu akan menarik perhatiannya. Terutama jika berhubungan dengan Aleta. “Apakah dia masih bertanggung jawab dan memastikan perkembangan kakimu? Bastian yang kukenal bukan orang yang bertanggung jawab.” Aleta mencoba membaca niat Leon dengan kata-kata tersebut. Sekedar mengejek hubungan mereka berdua atau pria itu sedang mencoba menimbang kadar perasaan yang masih tersisa di antara keduanya. Yang akan digunakan untuk kelicikan Leon mengalahkan Bastian. “Rupanya kau memang masih begitu special di hatinya, ya?” dengus Leon mengejek. “Dan sejujurnya, aku tak pernah merasa sepuas ini. Kau tahu, saat apa yang kita miliki ternyata menjadi hal yang begitu special di hati

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Bukan Sang Pewaris   11. Keluarga Ezardy

    Leon sudah mengemas semua barang-barangnya dan Aleta ke dalam koper mereka di atas tempat tidur. Menunggu petugas hotel yang akan segera datang untuk membantu mereka. Dan baru saja Leon meraih ponselnya di meja, juga tas Aleta. Bel kamar berdenting, pria itu lekas membukakan pintu. Tapi bukan orang hotel yang berdiri di depan pintu kamar mereka. Melainkan sang mama, yang meski wajahnya tampak begitu tenang, tak berhasil menutupi kecemasan yang tersirat di kedua mata wanita paruh baya tersebut.Kedua alis Leon menyatu, terheran dengan keberadaan sang mama.“M-mama … ada yang harus mama bicarakan dengan kau. Maksud mama kalian berdua.”“Kita bisa membicarakannya saat aku ke rumah, Ma. Elias sudah menunggu di bawah.”“Itu yang sedang ingin mama bicarakan.” Yoanna melangkah masuk, menyelipkan tubuhnya yang mungil di samping tubuh tinggi dan besar sang putra, yang memang menurun dari Jacob Thobias. Tak hanya itu, manik mata dan bentuk wajah yang dimiliki Leon memang menurun dari pria itu.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • Bukan Sang Pewaris   44. Baby Lucien

    Leon menatap wajah Aleta yang dibasahi oleh peluh. Rintihan, erangan, jeritan serta ringisan di wajah Aleta membuatnya seluruh tubuhnya membeku. Membuatnya merasa begitu tak berdaya melihat rasa sakit yang tengah dialami oleh sang istri. Tangannya diremas oleh Aleta, hingga buku-buku jari gadis itu memutih. Akan tetapi, ia sama sekali tak merasakan apa pun meski kuku panjang Aleta menusuk dan meninggalkan bekas yang dalam di sana. Rasa sakit yang ia dapatkan dari cengkeraman Aleta jelas tak bisa dibandingkan dengan rasa sakit yang mendera perut sang istri. Yang tengah berjuang melahirkan buah hati mereka berdua. Dokter dan perawat tak berhenti mengarahkan Aleta untuk mengatur napas. Kapan saatnya untuk menahan dan mengembuskannya. Dan kapan saatnya untuk mengejan. Fokus Leon hanya pada wajah Aleta yang memucat dan basah oleh keringat. Salah satu telapak tangannya yang bergetar mengusap kening Aleta.

  • Bukan Sang Pewaris   43. Pernikahan Bastian

    Suara denting lift yang kembali terdengar dari arah belakang Bastian segera membekukan keduanya. Aleta sedikit mencondongkan tubuhnya, mengintip Leonlah yang melangkah keluar dari dalam lift. Kesiap pelan dari celah bibir Aleta pun membuat Bastian menyadari siapa yang datang. Pria itu melengkungkan senyum tipis untuk Aleta dan berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. Leon tentu saja menyadari siapa yang baru saja bicara dengan sang istri. Pandangan pria itu tak lepas dari punggung Bastian yang melewati pintu putar sepanjang langkahnya menghampiri Aleta. “Hanya sesaat aku melepaskan pandangan darimu, dan inilah yang kalian lakukan?” dengus Leon ketika berhenti tepat di depan Aleta. Wajah gadis itu tidak pucat, tapi tak mengatakan apa pun untuk menyangkal apalagi mengiyakan. “Aku ingin pulang.” Suara Aleta datar dan dingin. Berusaha bangun dari duduknya. Ujung bibir Leon menipis tajam, melihat Aleta yang sed

  • Bukan Sang Pewaris   42. Menunggu Sedikit Lebih Lama

    Berbanding terbalik dengan wajah Aleta yang seketika memucat. Kepalanya bergerak naik, menatap mobil yang berhenti tepat di depan mereka. Ya, itu mobil Bastian. “Tetap di tempatmu,” ucap Leon sebelum melompat turun dan mengunci pintu mobil. Aleta berusaha membuka pintu mobil dengan sia melihat Bastian yang juga turun dari mobil. Pandangan Bastian sejenak menatap ke tempatnya sebelum kembali pada Leon dengan penuh amarah. Keduanya pria itu saling berhadap-hadapan. Bastian yang penuh ketegangan, berbanding terbalik dengan Leon yang bersikap sangat tenang. Satu-satunya yang Aleta cemaskan hanyalah satu, Leon akan mengatakan tentang hubungan kedua pria itu pada Bastian. *** “Ck, lagi-lagi kau merusak kesenanganku, Bastian,” gerutu Leon dengan nada kesal yang dibuat-buat. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. “Lepaskan Aleta, Leon. Kau sudah mendapatkan semu

  • Bukan Sang Pewaris   41. Menghapus Kenangan Masa Lalu

    Alih-alih membawanya ke restoran mewah atau di restoran hotel bintang lima seperti yang sebelumnya Leon lakukan, malam itu Leon membawanya ke sebuah café sederhana yang ada di kawasan pinggir kota. Aleta sudah merasa ada yang janggal dengan keinginan Leon yang tiba-tiba tersebut. Terutama dengan pria itu yang memastikannya mengenakan pakaian yang membuatnya nyaman. Saat mobil mulai menjauh dari kawasan gedung apartemen, mobil semakin menjauh dari pusat kota. Dan semakin Aleta menyadari, keduanya menuju area yang begitu familiar di ingatannya. Café El, saksi bisu cintanya dan Bastian. Juga tempatnya mengalami kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh karena menyelamatkan pria itu. Kepucatan di wajah Aleta menarik seringai Leon semakin tinggi. “Kenapa? Kau tak merindukan tempat ini?” Aleta bergeming, menatap café yang tampak sunyi. Tak ada satu pun pelanggan seperti setiap kali ia dan Bastian berkunjung. Me

  • Bukan Sang Pewaris   40. Perubahan Leon

    “Mengancam?” Aleta kembali dikejutkan dengan informasi tersebut. Monica mengangguk. “Dia benar-benar sudah berubah, Aleta. Sejak kau pergi, papamu jadi lebih murung dan sering mengurung diri di ruang kerjanya. Entah memikirkanmu atau Leon, sepertinya lebih banyak karena pekerjaan. Papamu hanya cemas jika Leon melakukan sesuatu padamu, jadi dia hanya mengatakan pada mama untuk menuruti semua yang diinginkan Leon dari kami.” Aleta menjilat bibirnya yang kering. Mencerna penjelasan sang mama yang masih tak bisa dirabanya dengan baik. “Sebenarnya ada masalah apa dengan Leon dan mamanya?” Bibir Monica sudah membentuk celah, tetapi hanya helaan panjang yang keluar dari sana. Kepala wanita itu kemudian menggeleng. “Sebaiknya kau tak perlu tahu. Di antara mereka, entah siapa yang harus dibenarkan.” Kerutan di antara kedua alis Aleta semakin menukik tajam. Kebungkaman mamanya membuatnya menahan rasa penasaran yang m

  • Bukan Sang Pewaris   39. Amarah Leon

    Yoanna tak berhenti meremas kedua tangannya dengan gugup di depan pintu putih. Berjalan mondar-mandir dengan kecemasan yang memucatkan wajah cantiknya. Suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai bergema di lorong yang sunyi tersebut. Telapak tangannya mulai basah oleh keringat, setiap detik terasa seperti mencengkeram dadanya dengan lebih keras. Sesekali tangannya merogok sapu tangan di dalam tas untuk menyeka pelipisnya yang berkeringat. Cemas akan apa yang terjadi dengan sang menantu. Pintu yang terbuka segera membekukan langkahnya, kedua kakinya gegas menghampiri wanita yang mengenakan jas putih yang baru saja keluar tersebut. “Apa yang terjadi dengan menantu saya, Dok?” cecarnya pada sang dokter. Kedua tangannya memegang lengan dokter Tyas, nyaris mencengkeram dengan napas yang setengah tersengal. Dokter Tyas mengambil kedua tangan Yoanna, menggenggam dengan lembut demi menenangkan kecema

  • Bukan Sang Pewaris   38. Berlian Mamora

    Aleta hanya berbaring di ranjang sejak Leon pergi tiga jam yang lalu. Sama sekali tak berminat melakukan apa pun, terutama dengan Leon yang tak akan mengganggunya hingga besok siang. Betapa ia berharap perjalanan bisnis Leon lebih lama lagi dan ia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk tenggelam dalam patah hatinya. Sejak tadi pagi, pikirannya tak berhenti dipenuhi tentang keadaan Bastian. Bayangan kesedihan di wajah pria itu tak pernah lenyap dari benaknya. Masih terasa nyata di ingatannya. Mengiris hatinya hingga tak ada lagi yang bisa dihancurkan. Suara bel apartemen membangunkan Aleta yang baru saja tertidur. Kepalanya terasa pusing. Terlalu banyak berbaring dan belum menyuapkan apa pun ke dalam mulut selain segelas susu ibu hamilnya. Setelah duduk sejenak untuk meredakan rasa pusing di kepala, ia lekas keluar dari kamar dan membuka pintu. "Aleta?" Yoanna tersenyum lebar dan lang

  • Bukan Sang Pewaris   37 Merelakan

    Tangan Aleta sudah terjulur, hendak meraih pakaian apa pun untuk menutupi ketelanjangannya ketika pintu dibanting dari luar, terjemblak sepenuhnya dan Bastian berdiri di ambang pintu. Pandangan keduanya bertemu, tubuh Bastian membeku menatap wajah sepucat mayat Aleta. Duduk di ranjang dengan salah satu tangan berada di dada. Menahan selimut demi menutupi ketelanjangan gadis itu. Kepalanya menggeleng pilu, menyaksikan pemandangan yang selalu berhasil memporak-porandakan perasaannya. Wajah Aleta tertunduk dalam, tak tahan dengan tatapan penuh luka yang terpampang di wajah pucat Bastian. Bahkan pria itu masih mengenakan pakaian rumag sakit dan seharusnya masih berada dalam pengawasan intens dokter setelah operasi besar. Entah bagaimana pria itu bisa sampai di tempat ini dan melihatnya dalam keadaan memalukan seperti ini. “Sepertinya kalian butuh bicara,” sela Leon. Membelah keheningan menyesakkan antara Aleta dan Bastian. Berdiri bersandar pada pinggiran pintu dengan kedua tangan me

  • Bukan Sang Pewaris   36. Surat Kesepakatan Perceraian

    Aleta menelan ludahnya. Keheningan di antara mereka terasa sangat menyesakkan dengan ancaman Leon yang terasa menggantung di atas kepalanya. Wajahnya pucat pasi, berbanding terbalik dengan senyum yang melengkung lebar di bibir Leon. “Habiskan makananmu, setelah ini kita berlanjut, membicarakan tentang masa depan pernikahan kita. Juga … anak dalam kandunganmu.” Mata Aleta mengerjap terkejut. Wajahnya yang sudah sepucat mayat tak bisa lebih pucat lagi. “A-anak? Apa maksudmu, Leon?” Suara Aleta seperti tercekik. Ia memahami keadaan pernikahan mereka yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Dan mungkin memang perlu dibicarakan tentang kesepakatan-kesepakatan yang akan menguntungkan Leon lebih banyak lagi. Namun, anak? Apa yang perlu mereka bicarakan? Apakah … apakah Leon akan menceraikannya? “Tidak. Aku tak akan menceraikanmu.” Leon seolah menangkap apa yang tengah muncul di benak Aleta. “L-lalu kenapa kita ha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status