Home / Fantasi / Bukan Ragaku / Levan Kritis

Share

Levan Kritis

Author: Mawar Hitam
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Dokter! Tolong ada pasien darurat!" teriak Dean saat memasuki ruang UGD.

"Tenang Pak, di mana pasiennya?" tanya seorang perawat.

"Di sana, Sus!" Dean menunjuk mobil mereka yang terparkir di luar.

"Tunggu sebentar, saya akan panggil petugas dan membawa brankar." Perawat perempuan itu langsung berlari ke dalam.

Tak berapa lama nampak ia keluar kembali dengan beberapa orang yang mendorong brankar. Mereka langsung menuju di mana mobil yang Dean tunjuk terparkir. Perlahan para petugas langsung mengeluarkan Levan dari dalam mobil. Darah sudah memenuhi pakaian Levan, membuat para petugas bergegas membawa Levan masuk.

"Pak silahkan ke bagian resepsionis, kami yang akan mengurus pasien." Suster meminta Dean menuju meja resepsionis, ada prosedur yang harus dilakukan Dean lebih dulu.

"Kalian! Jaga Tuan Levan. Saya akan ke bagian resepsionis!" titah Dean.

Semua anak buah Levan mengangguk, Dean pun langsung menuju bagian resepsionis ditemani salah seorang bawahannya. Beberapa orang memperhatikan apa yang Dean lakukan, tampang sangar mereka cukup menjadi pusat perhatian. Belum lagi pakaian mereka yang terkena noda darah.

"Sus, saya mau urus administrasi pasien barusan." Dean langsung meminta petugas mengurus masalah pendaftaran Levan.

"Maaf Pak, kalau boleh tau apa penyakit pasien?" tanya petugas resepsionis.

"Di tusuk, Sus." Dean dengan santai menyahuti, sampai membuat petugas itu terkejut.

"Tapi Pak, untuk pasien dengan luka seperti itu seharusnya kami mendapatkan keterangan dari polisi juga. Apakah anda sudah melaporkan hal itu?" tanya petugas resepsionis.

"Maaf, Sus. Bos saya sedang kritis, kenapa malah menanyakan hal itu. Lagi pula kami tidak membutuhkan hal seperti itu, kami bisa mengurus masalah itu sendiri. Tugas kalian hanya mengobatinya dan menyelamatkan nyawanya. Yang penting kami membayar di sini!" ketus Dean kesal akan ucapan petugas resepsionis itu.

"Maaf, Pak. Saya hanya menyampaikan prosedur, jika bapak keberatan tidak apa-apa. Kami tetap akan menyelamatkan nyawa pasien, jadi Anda tidak usah emosi juga." Petugas resepsionis juga merasa kesal, mendengar ucapan ketus Dean.

"Ya sudah urus saja proses administrasinya, tidak usah bertele-tele. Apa mau menunggu pasien meninggal dulu?" tanya Dean masih kesal.

Sang petugas administrasi hanya menarik napasnya, tapi dia tidak menyahuti lagi. Sepertinya percuma membicarakan prosedur pada pria itu. Biarlah nanti dokter yang mengurusnya, jika memang harus melapor dia akan melaporkan. Jika tidak ya sudah mungkin memang mereka memiliki cara sendiri mengatasinya pikir petugas resepsionis itu.

Setelah melakukan pendaftaran, Dean kembali menuju ruang tindakan. Dia harus mendengarkan apa yang dokter katakan tentang keadaan sang bos. Sesampainya di sana, para pengawal Levan sedang berdiri. Dean pun mendekati mereka, karena ada hal yang ingin dia tanyakan.

"Jun, apa kamu sudah menelpon nyonya besar?" tanya Dean karena tau Jun yang paling sigap.

"Sudah, Pak Dean. Hanya saja masalah si penusuk belum ada kejelasan, saya sudah menghubungi Steve. Tapi dia bilang pemuda itu belum membuka mulut," sahut pria yang dipanggil Jun menjelaskan.

"Ya sudah biarkan saja, tuan Robert pasti akan mengusutnya. Karena saya tau dia pasti juga merasa tidak enak, dalam acara jamuan yang diadakannya membuat Tuan Levan mengalami hal ini. Dia pasti merasa kecolongan dan tidak enak hati, dia juga merasa bertanggung jawab. Kita fokus saja pada keadaan Tuan," tegas Dean.

"Baik, Pak Dean." Jun pun menunduk patuh begitupun anggota yang lain.

Tak lama dokter keluar dari ruang tindakan, Dean langsung menghampiri. Dean sudah tidak sabar ingin mendengar langsung keadaan sang bos. Meski di hati kecilnya Dean yakin, bosnya akan bertahan.

"Jadi bagaimana keadaan Tuan saya, Dok?" tanya Dean.

"Begini, Pak. Sepertinya kami harus menyiapkan operasi secepatnya, tapi mencium dari aroma mulutnya sepertinya pasien habis minum-minuman berakohol. Kami jadi bingung untuk melakukan tindakan, karena kadar alkohol dalam darahnya. Jika tidak di operasi maka pasien bisa meninggal kehabisan darah, jika di operasi kami takut akan terjadi komplikasi karena obat bius dan alkohol bercampur. Jadi kami harus meminta persetujuan dari keluarga korban, apalagi salah satu tusukan di dada kami takut itu mengenai jantungnya. Jika setuju melakukan tindakan operasi kami butuh keluarganya," tutur Dokter menjelaskan.

"Sebentar lagi ibunya akan datang, Dok. Tapi tolong lakukan apa saja yang terbaik, pokoknya selamatkan bos kami. Berapa pun biayanya akan kami tanggung," pinta Dean.

"Baiklah, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik, kami akan melakukan pemeriksaan sebelum operasi. Jadi jika ibu pasien datang, langsung saja ke bagian resepsionis untuk menandatangani surat persetujuan. Kalau begitu saya permisi untuk menyiapkan pemeriksaan," pamit dokter setelah menjelaskan pada Dean.

Tak lama nyonya Erina mami dari Levan datang, dengan di kawal dua orang yang berbadan besar. Beliau berlari kecil mendekati Dean, tanpa peringatan beliau langsung menampar Dean.

Plak!

Dean yang di tampar hanya menunduk, begitu juga dengan semua anak buah Levan yang berada di sana. Amarah nyonya Erina sepertinya tidak bisa di kontrol, karena apa yang menimpa putra kesayangannya.

"Bagaimana caramu bekerja? Kenapa kamu bahkan tidak bisa melindungi Tuanmu. Dua orang yang mempercayaimu, semua harus mengalami nasib buruk. Apa kurang suamiku saja yang tewas karena kamu tidak bisa menjaganya?!" tanya nyonya Erina penuh amarah.

"Maafkan saya Nyonya besar, saya benar-benar mengaku bersalah karena tidak bekerja dengan benar. Maaf kan saya," ucap Dean lirih.

Bukan sakit di pipi yang Dean rasakan, tapi di hatinya begitu terasa nyeri. Dean tidak marah kepada nyonya Erina, karena apa yang di katakannya adalah benar. Dean ingat bagaimana papi dari Levan meninggal di hadapannya, karena di tembak orang tidak di kenal beberapa tahun lalu. Kali ini hal yang sama menimpa penerusnya, penerus satu-satunya. Karena memang Levan hanya memiliki satu adik perempuan dan itupun berada jauh di luar negeri.

"Jadi bagaimana dengan putraku?" tanya nyonya Erina setelah berusaha meredam amarahnya.

Dean pun menjelaskan apa yang tadi dokter katakan, semua Dean tuturkan secara mendetail. Dia tidak ingin disalahkan jika menutupi sesuatu. Nyonya Erina mendengarkan dengan seksama, meski terlihat kuat ria tetap cemas akan keadaan putranya.

"Ya sudah, kita ke bagian resepsionis sekarang!" titah nyonya Erina.

Mereka pun langsung menuju ke bagian resepsionis, untuk menandatangani persetujuan operasi Levan. Nyonya Erina berpikir jika lebih baik mengambil resiko, daripada membiarkan nyawa putranya melayang tanpa tindakan apapun. Meskipun akhirnya tetap beresiko, tapi setidaknya sudah ada usaha untuk menyelamatkannya.

Setelah menandatangani segala sesuatu untuk tindakan operasi. Nyonya Erina ditemani Dean dan dua pengawalnya tadi, langsung menuju ke ruangan tindakan. Tapi salah satu anak buahnya, mengatakan jika sang bos sudah di bawa ke ruang pemeriksaan. Mereka pun langsung menuju ke tempat yang di maksud.

"Ingat jaga ketat rumah sakit ini, terutama di ruangan putraku berada. Jika sampai ada orang yang tau dan ingin melenyapkannya, mereka pasti akan mencari sampai ke mari. Dan sebaiknya setelah semua proses di sini, kamu siapkan tempat khusus untuk perawatan lanjutan putraku. Karena rumah sakit bukan tempat yang aman baginya," pesan nyonya Erina.

"Baik Nyonya besar," sahut Dean patuh.

Related chapters

  • Bukan Ragaku   Pindah Ke Raga Doni

    "Aku di mana ini? Kenapa goyang-goyang begini? Ini apa lagi pake di bungkus begini. Apa dikira aku lontong? Di hidungku ada apa, kenapa jadi gak bisa napas? Puih!" ucap Levan dalam hati sambil berusaha menyingkirkan kapas di mulutnya.Mendengar suara dari dalam keranda, tentu semua orang terkejut. Mereka berhenti berjalan dan bersuara, lalu menajamkan pendengarannya."Diam! Ada suara dari keranda!" seru seseorang yang berada dekat dengan bagian kepala."Tolong! Kenapa aku diikat begini!" teriak suara dari dalam keranda.Mendengar suara itu lebih jelas, semua orang langsung menghempaskan keranda. Membuat keranda terjatuh dan tentu saja dengan isinya, yang ternyata sesosok mayat yang sudah di bungkus kain kafan. Sebagian orang mulai menjauh, karena ketakutan."Aduh!" teriak sosok itu karena merasa kesakitan."Tunggu jangan lari!" titah seorang pria paruh baya dengan peci berwana putih. Melihat dari pakaiannya sepertinya dia ustadz yang memimpin pemakaman."Woyy, mayatnya bangun!" teriak

  • Bukan Ragaku   Mencoba Berbaur

    Setelah berganti pakaian, Levan keluar dari kamar. Wajahnya masih nampak kebingungan, karena benar-benar merasa asing dengan apa yang ada di sekitarnya. Anto mendekati levan, dan mengajaknya untuk duduk di lantai, karena memang kontrakan mereka tidak ada tempat duduknya. Hanya saja karena habis menyemayamkan Doni, rumah itu di beri alas tikar."Apa ada yang sakit? Lukamu bagaimana rasanya?" tanya Anto perhatian. Levan hanya menggeleng, karena jujur dia tidak merasakan sakit apapun."Aku lapar," ucap Levan alias Doni."Ya ampun, tentu saja kamu lapar. Pasti kamu dari perjalanan jauh, di alam sana. Ben, tolong belikan nasi bungkus buat Doni. Tidak, bukan cuma Doni tapi kita semua." Anto meminta temannya untuk membelikan makanan, Ben berdiri lalu mendekati Anto."Mana uangnya?" tanya Ben sambil menengadahkan tangannya."Apa kamu gak punya duit?" tanya Anto."Lah dari mana aku duit, lagian duit warga yang melayat bukannya di kamu semua. Memangnya mau kamu kembalikan?" tanya Ben balik."He

  • Bukan Ragaku   Bertemu Nada

    "Kamu sama Ben tagih di sebelah sana, Agus sama Murad di sebelah sana. Nah aku sama Narto di sebelah sana, nanti kalau udah selesai kita kumpul di sini." Anto mengatur mereka untuk membagi wilayah mana saja yang mesti mereka ambil uang keamanan menurut mereka."Siap!" sahut mereka bersamaan dengan suara nyaring.Mereka pun bergegas menuju tempat yang sudah di bagi oleh Anto, Levan sendiri langsung pergi bersama Ben. Mereka menagih uang keamanan di tempat yang ditunjuk Anto, mereka menagih di beberapa ruko yang cukup rapat dan juga ramai. Itu kenapa wilayah itu sampai ingin di rebut kelompok lain, karena memang menguntungkan."Eh, bukannya Doni sudah meninggal. Kenapa dia hidup lagi?" tanya salah seorang pemilik ruko saat Doni dan Ben keluar selesai menagih."Kalau tidak salah dia hidup kembali saat mau di kubur, Bos. Itu berita yang saya dengar," sahut salah satu pegawai yang bekerja di toko elektronik itu."Wah, antara serem sama berkah. Apa dia seperti kucing punya sembilan nyawa, m

  • Bukan Ragaku   Mulai Memahami Situasi

    "Nada, kamu benar-benar tidak tidak berubah. Masih tetap cantik dan lembut, aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi. Tapi sialnya, kita bertemu di saat aku berada di tubuh pria ini. Kamu pasti tidak akan percaya jika aku mengaku sebagai levan mantan kekasihmu dulu," batin Levan sambil terus berjalan mengikuti Ben."Don, woyy! Kamu kenapa melamun, sana tagih toko-toko di sebelah situ. Aku akan ke sebelah sana, jadi biar kita cepat selesai. Aku sudah tidak sabar ingin minum alkohol nih, biar kita cepet kumpul di pos dan minum di sana." Ben menyenggol tubuh Levan yang hanya dia saja saat tadi dia mengajaknya bicara."Eh, iya. Ya sudah aku ke sana," sahut Levan dan berbalik menuju tempat yang di tunjuk Ben."Ampun deh, dia kehilangan ingatan tapi malah jadi kayak orang bego. Coba kehilangan ingatan itu lebih keren, jadi makin pintar gitu. Ini malah jadi kek orang linglung," gerutu Ben sambil menyebrang jalan.Levan pun masuk ke salah satu toko, membuat orang di sana keheranan. Karena

  • Bukan Ragaku   Diserang Lagi

    "Aku harus mencari ragaku sendiri, mungkin kalau bertemu dengan ragaku jiwaku bisa keluar dari sini. Tapi aku tidak tau di mana ragaku sekarang, aku akan cari Dean untuk mencari tau. Tapi kapan aku bisa pergi, jika mereka semua memintaku untuk berjaga di sini siang malam. Benar-benar sial!" geram Levan tapi hanya di dalam hatinya.Plak!"Woii, jangan melamun kamu bisa kesambet siang-siang begini." Anto yang baru datang langsung menepuk bahu Levan, membuatnya terperanjat kaget."Kalian sudah selesai?" tanya Levan datar. Sebenarnya Levan kesal karena sudah dibuat terkeju, tapi dia tidak ingin menunjukkan sisi dirinya yang biasanya. Karena sampai sekarang dia tidak tau bagaimana Doni kesehariannya dulu. Untung saja dia sedang dianggap lupa ingatan, mau bagaimanapun reaksinya tidak akan dikira aneh."Sudah, apa kalian tidak lapar? Kita makan dulu di tempat biasa," ucap Anto sambil duduk sementara Ben sudah duduk kembali."Gak minum dulu, To?" tanya Ben.Plak!"Kamu gak ada omongan lain s

  • Bukan Ragaku   Melawan Anak Buah Baron

    "Ben, kita di serang. Ayo kita ke sana!" ajak Agus dan langsung mencari-cari senjata yang bisa dia gunakan untuk membantu kawan-kawannya."Brengsek! Baru juga diomongin, udah diserang aja." Ben pun langsung berlari setelah Agus memberikan sebatang bambu kecil untuknya, mereka menyebrang bahkan tanpa melihat kiri kanan membuat Ben hampir saja tertabrak.Perkelahian tidak bisa di hindari, belasan orang yang datang dengan motor menyerang mereka yang hanya berenam. Hal itu membuat mereka sedikit kewalahan, tapi ternyata kemampuan beladiri yang di miliki Levan juga tidak main-main. Levan memukuli mereka bahkan bisa mengelak dari serangan mereka, Anto dan yang lainnya sampai terpukau. Bukan apa-apa, karena yang mereka tau Doni tidak bisa beladiri. Tapi gerakan yang di lakukan teman mereka itu sangat teratur dan rapi, sedangkan Doni selama ini hanya bisa berkelahi seenaknya."Doni kenapa beda, dia jadi pinter berkelahi begitu. Apa karena mati suri membuatnya jadi jago?" tanya Anto dalam hati

  • Bukan Ragaku   Rencana Menyerang Balasan

    Gluk ... Gluk ...Terdengar suara tegukan dari Anto yang meminum alkohol langsung dari botolnya, dia seperti sedang meminum air mineral saja. Rasa kesal di hatinya membuatnya minuman alkohol itu tidak terasa pahit sama sekali. Sedangkan yang lainnya minum dengan gelas yang memang ada di tempat itu, yang memang mereka siapkan untuk mereka minum."Anto, nanti kamu mabuk kalau minum dengan cara begitu. Sudah jangan terlalu terbawa emosi, kita harus tenang kalau ingin mengalahkan mereka." Murad yang memang terlihat paling sabar menasehati Anto, membuat Anto langsung meletakan botol minuman yang dipegangnya."Aku benar-benar kesal, karena mereka sudah berani terang-terangan. Mereka tidak menyerang kita di malam hari, tapi di siang hari bolong dimana masih banyak orang. Aku tidak mau tau, pokoknya malam ini kita harus mengumpulkan orang untuk menyerang mereka. Kita harus membalas sebelum mereka menyerang kita lagi, mereka harus diberi pelajaran. Terutama si Baron itu, dia tidak akan kapok ka

  • Bukan Ragaku   Rencana Levan dan Rencana Dean

    "Kita bukannya diam saja dan mengalah dengan apa yang sudah mereka lakukan, tapi kita menyerang setelah memantau pergerakan mereka. Bila perlu, kita buat mereka berpikir jika kita tidak terpengaruh sama sekali. Nah saat mereka lengah barulah kita serang, jadi jangan terburu-buru. Kita menggunakan strategi," jelas Levan idenya."Bagaimana kalau mereka yang menyerang kita lagi?" tanya Ben menyeletuk."Artinya mereka halal buat kita apain aja, karena kita mempertahankan diri. Toh mereka yang sudah menyerang kita berkali-kali, kita hanya perlu waspada dan bersiap. Tidak seperti tadi yang gelagapan saat di serang, kalian juga jangan terlalu banyak minum. Agar kondisi kita terus terkontrol, ajak orang-orang yang biasa berkumpul di sini. Semakin ramai semakin takut mereka menyerang, mereka akan berpikiran kita hanya bertahan tanpa memikirkan menyerang balik. Setelah nanti mereka lengah barulah kita serang," tutur Levan apa strategi yang di pikirkannya."Waw, idemu keren banget. Strategi yang

Latest chapter

  • Bukan Ragaku   Dikejar Anak Buah Agusto

    Mereka pun bergegas mengejar mobil yang membawa Levan, mereka takut sampai kehilangan jejak. Bisa-bisa Agusto sang bos akan murka, mereka harus berusaha menangkap dan melenyapkan Levan."Itu ambulannya Bang!" seru anak buah Agusto menunjuk ke arah mobil ambulan yang sedang di ikuti beberapa mobil lainnya."Ayo susul mereka, hadang mereka sekarang!" Pria yang tadi mengejar Levan meminta rekannya menyusul ambulan. Sementara di mobil anak buah Levan, mereka menyadari jika musuh berhasil mengejar. Mereka pun mengatur strategi, mereka bahkan menghubungi orang di ambulans untuk melaju lebih cepat. Sementara mobil di belakang ambulan akan mencoba menghalangi mobil yang mengejar mereka."Nyonya besar kita terus di ikuti, anak buah tuan Levan akan menghadang. Tapi kita akan terpisah dan kita harus bisa mengelabui mereka. Jika tidak akan bahaya untuk kita kalau sampai mereka menemukan tempat persembunyian," ucap Dean memberitahu Nyonya Erina jika di belakang mereka terus diikuti."Ya sudah, la

  • Bukan Ragaku   Dikejar Anak Buah Agusto

    "Apa petugas itu jujur dengan di mana kamar rawat Levan?" tanya seorang pria."Sepertinya iya, karena petugas itu ketakutan. Dia tidak mungkin berbohong," sahut yang lainnya."Baguslah, kita harus Berhasil kali ini. Jangan sampai tuan Agusto kecewa lagi, mendengar Levan masih hidup setelah ditusuk saja beliau murka. Bisa-bisanya si Alvon menusuk bukan di bagian vital," geram pria pertama yang ternyata mereka adalah anak buah Agusto."Menurutku wajar, di sana begitu banyak orang besar. Wajar Alvon gugup dan meleset sedikit,"!sahut rekannya.Ting!Terdengar pintu lift terbuka, sepuluh orang yang naik itu langsung melangkah menuju tempat dimana mereka di beritahu jika Levan di sana. Mereka bergegas menuju kamar VVIP yang di tunjukan, tapi saat tiba di sana tidak terdengar suara apapun. Bahkan tidak ada yang menjaga kamar itu dari luar, sampai-sampai mereka berlari karena penasaran."Apa mereka sudah kabur, tidak ada yang berjaga. Sejak di bawah aku sudah heran, karena tidak ada anak buah

  • Bukan Ragaku   Rencana Levan dan Rencana Dean

    "Kita bukannya diam saja dan mengalah dengan apa yang sudah mereka lakukan, tapi kita menyerang setelah memantau pergerakan mereka. Bila perlu, kita buat mereka berpikir jika kita tidak terpengaruh sama sekali. Nah saat mereka lengah barulah kita serang, jadi jangan terburu-buru. Kita menggunakan strategi," jelas Levan idenya."Bagaimana kalau mereka yang menyerang kita lagi?" tanya Ben menyeletuk."Artinya mereka halal buat kita apain aja, karena kita mempertahankan diri. Toh mereka yang sudah menyerang kita berkali-kali, kita hanya perlu waspada dan bersiap. Tidak seperti tadi yang gelagapan saat di serang, kalian juga jangan terlalu banyak minum. Agar kondisi kita terus terkontrol, ajak orang-orang yang biasa berkumpul di sini. Semakin ramai semakin takut mereka menyerang, mereka akan berpikiran kita hanya bertahan tanpa memikirkan menyerang balik. Setelah nanti mereka lengah barulah kita serang," tutur Levan apa strategi yang di pikirkannya."Waw, idemu keren banget. Strategi yang

  • Bukan Ragaku   Rencana Menyerang Balasan

    Gluk ... Gluk ...Terdengar suara tegukan dari Anto yang meminum alkohol langsung dari botolnya, dia seperti sedang meminum air mineral saja. Rasa kesal di hatinya membuatnya minuman alkohol itu tidak terasa pahit sama sekali. Sedangkan yang lainnya minum dengan gelas yang memang ada di tempat itu, yang memang mereka siapkan untuk mereka minum."Anto, nanti kamu mabuk kalau minum dengan cara begitu. Sudah jangan terlalu terbawa emosi, kita harus tenang kalau ingin mengalahkan mereka." Murad yang memang terlihat paling sabar menasehati Anto, membuat Anto langsung meletakan botol minuman yang dipegangnya."Aku benar-benar kesal, karena mereka sudah berani terang-terangan. Mereka tidak menyerang kita di malam hari, tapi di siang hari bolong dimana masih banyak orang. Aku tidak mau tau, pokoknya malam ini kita harus mengumpulkan orang untuk menyerang mereka. Kita harus membalas sebelum mereka menyerang kita lagi, mereka harus diberi pelajaran. Terutama si Baron itu, dia tidak akan kapok ka

  • Bukan Ragaku   Melawan Anak Buah Baron

    "Ben, kita di serang. Ayo kita ke sana!" ajak Agus dan langsung mencari-cari senjata yang bisa dia gunakan untuk membantu kawan-kawannya."Brengsek! Baru juga diomongin, udah diserang aja." Ben pun langsung berlari setelah Agus memberikan sebatang bambu kecil untuknya, mereka menyebrang bahkan tanpa melihat kiri kanan membuat Ben hampir saja tertabrak.Perkelahian tidak bisa di hindari, belasan orang yang datang dengan motor menyerang mereka yang hanya berenam. Hal itu membuat mereka sedikit kewalahan, tapi ternyata kemampuan beladiri yang di miliki Levan juga tidak main-main. Levan memukuli mereka bahkan bisa mengelak dari serangan mereka, Anto dan yang lainnya sampai terpukau. Bukan apa-apa, karena yang mereka tau Doni tidak bisa beladiri. Tapi gerakan yang di lakukan teman mereka itu sangat teratur dan rapi, sedangkan Doni selama ini hanya bisa berkelahi seenaknya."Doni kenapa beda, dia jadi pinter berkelahi begitu. Apa karena mati suri membuatnya jadi jago?" tanya Anto dalam hati

  • Bukan Ragaku   Diserang Lagi

    "Aku harus mencari ragaku sendiri, mungkin kalau bertemu dengan ragaku jiwaku bisa keluar dari sini. Tapi aku tidak tau di mana ragaku sekarang, aku akan cari Dean untuk mencari tau. Tapi kapan aku bisa pergi, jika mereka semua memintaku untuk berjaga di sini siang malam. Benar-benar sial!" geram Levan tapi hanya di dalam hatinya.Plak!"Woii, jangan melamun kamu bisa kesambet siang-siang begini." Anto yang baru datang langsung menepuk bahu Levan, membuatnya terperanjat kaget."Kalian sudah selesai?" tanya Levan datar. Sebenarnya Levan kesal karena sudah dibuat terkeju, tapi dia tidak ingin menunjukkan sisi dirinya yang biasanya. Karena sampai sekarang dia tidak tau bagaimana Doni kesehariannya dulu. Untung saja dia sedang dianggap lupa ingatan, mau bagaimanapun reaksinya tidak akan dikira aneh."Sudah, apa kalian tidak lapar? Kita makan dulu di tempat biasa," ucap Anto sambil duduk sementara Ben sudah duduk kembali."Gak minum dulu, To?" tanya Ben.Plak!"Kamu gak ada omongan lain s

  • Bukan Ragaku   Mulai Memahami Situasi

    "Nada, kamu benar-benar tidak tidak berubah. Masih tetap cantik dan lembut, aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi. Tapi sialnya, kita bertemu di saat aku berada di tubuh pria ini. Kamu pasti tidak akan percaya jika aku mengaku sebagai levan mantan kekasihmu dulu," batin Levan sambil terus berjalan mengikuti Ben."Don, woyy! Kamu kenapa melamun, sana tagih toko-toko di sebelah situ. Aku akan ke sebelah sana, jadi biar kita cepat selesai. Aku sudah tidak sabar ingin minum alkohol nih, biar kita cepet kumpul di pos dan minum di sana." Ben menyenggol tubuh Levan yang hanya dia saja saat tadi dia mengajaknya bicara."Eh, iya. Ya sudah aku ke sana," sahut Levan dan berbalik menuju tempat yang di tunjuk Ben."Ampun deh, dia kehilangan ingatan tapi malah jadi kayak orang bego. Coba kehilangan ingatan itu lebih keren, jadi makin pintar gitu. Ini malah jadi kek orang linglung," gerutu Ben sambil menyebrang jalan.Levan pun masuk ke salah satu toko, membuat orang di sana keheranan. Karena

  • Bukan Ragaku   Bertemu Nada

    "Kamu sama Ben tagih di sebelah sana, Agus sama Murad di sebelah sana. Nah aku sama Narto di sebelah sana, nanti kalau udah selesai kita kumpul di sini." Anto mengatur mereka untuk membagi wilayah mana saja yang mesti mereka ambil uang keamanan menurut mereka."Siap!" sahut mereka bersamaan dengan suara nyaring.Mereka pun bergegas menuju tempat yang sudah di bagi oleh Anto, Levan sendiri langsung pergi bersama Ben. Mereka menagih uang keamanan di tempat yang ditunjuk Anto, mereka menagih di beberapa ruko yang cukup rapat dan juga ramai. Itu kenapa wilayah itu sampai ingin di rebut kelompok lain, karena memang menguntungkan."Eh, bukannya Doni sudah meninggal. Kenapa dia hidup lagi?" tanya salah seorang pemilik ruko saat Doni dan Ben keluar selesai menagih."Kalau tidak salah dia hidup kembali saat mau di kubur, Bos. Itu berita yang saya dengar," sahut salah satu pegawai yang bekerja di toko elektronik itu."Wah, antara serem sama berkah. Apa dia seperti kucing punya sembilan nyawa, m

  • Bukan Ragaku   Mencoba Berbaur

    Setelah berganti pakaian, Levan keluar dari kamar. Wajahnya masih nampak kebingungan, karena benar-benar merasa asing dengan apa yang ada di sekitarnya. Anto mendekati levan, dan mengajaknya untuk duduk di lantai, karena memang kontrakan mereka tidak ada tempat duduknya. Hanya saja karena habis menyemayamkan Doni, rumah itu di beri alas tikar."Apa ada yang sakit? Lukamu bagaimana rasanya?" tanya Anto perhatian. Levan hanya menggeleng, karena jujur dia tidak merasakan sakit apapun."Aku lapar," ucap Levan alias Doni."Ya ampun, tentu saja kamu lapar. Pasti kamu dari perjalanan jauh, di alam sana. Ben, tolong belikan nasi bungkus buat Doni. Tidak, bukan cuma Doni tapi kita semua." Anto meminta temannya untuk membelikan makanan, Ben berdiri lalu mendekati Anto."Mana uangnya?" tanya Ben sambil menengadahkan tangannya."Apa kamu gak punya duit?" tanya Anto."Lah dari mana aku duit, lagian duit warga yang melayat bukannya di kamu semua. Memangnya mau kamu kembalikan?" tanya Ben balik."He

DMCA.com Protection Status