Setelah berganti pakaian, Levan keluar dari kamar. Wajahnya masih nampak kebingungan, karena benar-benar merasa asing dengan apa yang ada di sekitarnya. Anto mendekati levan, dan mengajaknya untuk duduk di lantai, karena memang kontrakan mereka tidak ada tempat duduknya. Hanya saja karena habis menyemayamkan Doni, rumah itu di beri alas tikar.
"Apa ada yang sakit? Lukamu bagaimana rasanya?" tanya Anto perhatian. Levan hanya menggeleng, karena jujur dia tidak merasakan sakit apapun."Aku lapar," ucap Levan alias Doni."Ya ampun, tentu saja kamu lapar. Pasti kamu dari perjalanan jauh, di alam sana. Ben, tolong belikan nasi bungkus buat Doni. Tidak, bukan cuma Doni tapi kita semua." Anto meminta temannya untuk membelikan makanan, Ben berdiri lalu mendekati Anto."Mana uangnya?" tanya Ben sambil menengadahkan tangannya."Apa kamu gak punya duit?" tanya Anto."Lah dari mana aku duit, lagian duit warga yang melayat bukannya di kamu semua. Memangnya mau kamu kembalikan?" tanya Ben balik."Hehehe, iya aku lupa. Ya janganlah, kita butuh makan, gak mungkin kita beroperasi dengan keadaan Doni begini. Kita libur dulu beberapa hari," sahut Anto sambil merogoh kantongnya."Apa gak bahaya kalau kita libur, bisa-bisa kawasan kita di rebut sama Baron. Dan tujuan Baron kan memang begitu," ucap Ben."Iya sih, ya sudah mulai besok kita beroperasi lagi. Nih duitnya, beli tujuh bungkus yang harga sepuluh ribuan aja. Sisanya belikan tuak," perintah Anto sambil menyodorkan uang dua lembar lima puluh ribuan.Ben langsung menyambar uang yang Anto sodorkan, dia pun langsung mengajak salah satu temannya yang lain untuk ikut. Levan hanya melongo melihat interaksi mereka, dia bingung dengan apa yang mereka bahas. Anto kembali tertuju pada Levan yang dia pikir temannya Doni yang hilang ingatan."Apa kamu benar-benar tidak ingat sedikit saja?" tanya Anto masih penasaran.Bukannya menjawab, Levan malah meremas kepalanya. Dia berharap ada sedikit saja kenangan si pemilik raga, agar dia tidak benar-benar menjadi orang asing. Ada kilasan kenangan yang lewat, saat dia memejamkan mata. Tapi bayangan itu benar-benar tidak jelas, malah membuat kepala Levan terasa sakit."Akhh!" pekik Levan menahan sakit."Eh, sudah jangan di paksakan. Pasti sakit sekali rasanya untuk mengingat hal yang di lupakan. Sudah jangan kamu ingat lagi, biar saja berjalan apa adanya. Nanti kami yang akan membantumu," ucap Anto berusaha menenangkan.Levan hanya mengangguk, untung saja dia adalah pria cerdas. Hingga tidak akan sulit baginya, berbaur dengan orang-orang ini. Saat ini yang dia butuhkan adalah tempat di mana dia bisa di terima. Sambil dia akan berusaha kembali ke kepada keluarga dan perusahaan yang dipimpinnya. Meskipun Levan tau tidak mudah, untuk masuk kembali ke sana dalam sosok raga yang berbeda."Setelah makan, kamu istirahat saja. Pasti lelah berjalan di alam sana, setelah kamu lebih baik. Barulah kita mulai bekerja, kita juga harus balas dendam pada Baron dan anak buahnya. Kita juga harus mempertahankan tempat yang sudah kita kuasai," jelas Anto.Levan kembali hanya mengangguk, Anto tersenyum setidaknya Doni sahabatnya sudah bisa berinteraksi. Meskipun dalam pikirannya, pria di depannya ini tidak mengingat apapun.***Dua hari berlalu, Anto bersiap mengajak Levan untuk kembali bekerja. Mereka harus bisa menghasilkan uang untuk melanjutkan hidup. Levan pun mau saat Anto mengajaknya, dia berpikir jika terus di dalam rumah dia akan jenuh. Setelah mandi Levan yang hendak menyisir rambutnya, dia pun berdiri di depan cermin. Tempat yang selama dua hari ini di hindarinya, karena setiap melihat sosoknya di kaca levan merasa kesal sendiri.Levan melihat dirinya di kaca, rambut keriting yang di biarkan panjang. Serta kumis yang sangat berantakan menurutnya, membuat Levan merasa ngeri sendiri. Tapi dia sama sekali tidak ingin merubah penampilannya, ada rasa putus asa di hatinya karena harus berada di dalam sosok menyeramkan ini. Ya Levan menganggap sosok Doni menyeramkan, karena sama sekali tidak terawat."Hei, ngapain malah melamun di depan cermin begitu. Wajahmu tidak akan berubah tampan, meski kamu bercermin ratusan kali. Lagian tumben-tumbennya kamu mau nyisir, biasa juga kamu sisir pake tangan tuh rambut kritingmu." Anto memukul bahu Levan, lalu meledeknya."Kamu lupa ya, To. Dia itu lupa ingatan, mana mungkin dia ingat kalau dia bahkan tidak pernah sisiran. Hehehe," kekeh Ben rekan mereka."Iya ya, aku lupa kalau dia itu tidak ingat apa-apa. Tapi gak apa-apa aku ngomong begitu, siapa tau dia bisa ingat kalau dia tidak pernah bersisir selama ini." Anto menyahuti Ben, membuat beberapa orang yang ada di sana tertawa."Sudah, ayo kita berangkat sekarang. Jangan sampe wilayah tagihan kita sudah diambilin ssma anak buah Baron. Yang ada kita bakal makan angin hari ini," sahit Murad menimpali obrolan mereka."Kamu bener, ayo kita berangkat sekarang. Ayo Don berhenti melihat dirimu di kaca!" ajak Anto langsung merangkul Levan."Eh duitmu masih kan, To. Kita minum ciu dulu sebelum pergi, gak panas nih bodi kalau gak ada dopingnya." Ben ikut nimbrung merangkul Anto, membujuk Anto untuk membelikan minuman keras."Otakmu itu ya, isinya cuma minuman saja. Belum juga bekerja sudah mau mabuk saja, apa kamu tidak punya mental jika tidak mabuk?" tanya Anto kesal."Hehehe, gak gitu juga, Brother. Hanya saja seperti ada yang kurang kalau tidak minum dulu," sahut Ben terkekeh."Oke satu botol saja rame-rame," ucap Anto akhirnya.Mereka pun sudah berada di sebuah warung pinggir jalan yang menjual ciu, sejenis minuman beralkohol yang akan memabukan jika meminumnya dalam jumlah banyak. Anto benar-benar membeli satu botol, lalu membaginya untuk mereka berenam. Levan merasa enggan meminum minuman murahan itu, biasanya dia minum yang harganya ratusan ribu atau bahkan jutaan perbotolnya. Tapi sekarang, dia harus meminum yang harganya puluhan ribu bahkan tidak sampai lima puluh ribu. Hanya saja demi solidaritas dan supaya tidak di curigai, Levan pun menenggaknya juga."Duh gak kerasa apa-apa, tambah satu lagi lah, To. Kalau gak kita hutang dulu," ujar Ben yang merasa kurang dengan minuman yang di berikan.Tanpa menjawab ucapan Ben, Anto hanya menepis kepala Ben. Karena kesal temannya itu hanya memikirkan minuman, padahal mereka bahkan belum mulai bekerja."Woy, kamu pikir ini murah? Kalau mau banyak kenapa tidak minum tuak saja kita tadi. Sudah kerja dulu Sano, kalau dapet duitnya banyak baru kita mabok nanti malam. Lagian ini masih siang," gerutu Anto kesal lalu beranjak pergi"Dih gitu aja marah, ayo Don kita kerja biar bisa mabok nanti malah." Ben menarik tangan Levan, karena dia hanya duduk diam saja sejak tadi."Kamu sama Ben tagih di sebelah sana, Agus sama Murad di sebelah sana. Nah aku sama Narto di sebelah sana, nanti kalau udah selesai kita kumpul di sini." Anto mengatur mereka untuk membagi wilayah mana saja yang mesti mereka ambil uang keamanan menurut mereka."Siap!" sahut mereka bersamaan dengan suara nyaring.Mereka pun bergegas menuju tempat yang sudah di bagi oleh Anto, Levan sendiri langsung pergi bersama Ben. Mereka menagih uang keamanan di tempat yang ditunjuk Anto, mereka menagih di beberapa ruko yang cukup rapat dan juga ramai. Itu kenapa wilayah itu sampai ingin di rebut kelompok lain, karena memang menguntungkan."Eh, bukannya Doni sudah meninggal. Kenapa dia hidup lagi?" tanya salah seorang pemilik ruko saat Doni dan Ben keluar selesai menagih."Kalau tidak salah dia hidup kembali saat mau di kubur, Bos. Itu berita yang saya dengar," sahut salah satu pegawai yang bekerja di toko elektronik itu."Wah, antara serem sama berkah. Apa dia seperti kucing punya sembilan nyawa, m
"Nada, kamu benar-benar tidak tidak berubah. Masih tetap cantik dan lembut, aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi. Tapi sialnya, kita bertemu di saat aku berada di tubuh pria ini. Kamu pasti tidak akan percaya jika aku mengaku sebagai levan mantan kekasihmu dulu," batin Levan sambil terus berjalan mengikuti Ben."Don, woyy! Kamu kenapa melamun, sana tagih toko-toko di sebelah situ. Aku akan ke sebelah sana, jadi biar kita cepat selesai. Aku sudah tidak sabar ingin minum alkohol nih, biar kita cepet kumpul di pos dan minum di sana." Ben menyenggol tubuh Levan yang hanya dia saja saat tadi dia mengajaknya bicara."Eh, iya. Ya sudah aku ke sana," sahut Levan dan berbalik menuju tempat yang di tunjuk Ben."Ampun deh, dia kehilangan ingatan tapi malah jadi kayak orang bego. Coba kehilangan ingatan itu lebih keren, jadi makin pintar gitu. Ini malah jadi kek orang linglung," gerutu Ben sambil menyebrang jalan.Levan pun masuk ke salah satu toko, membuat orang di sana keheranan. Karena
"Aku harus mencari ragaku sendiri, mungkin kalau bertemu dengan ragaku jiwaku bisa keluar dari sini. Tapi aku tidak tau di mana ragaku sekarang, aku akan cari Dean untuk mencari tau. Tapi kapan aku bisa pergi, jika mereka semua memintaku untuk berjaga di sini siang malam. Benar-benar sial!" geram Levan tapi hanya di dalam hatinya.Plak!"Woii, jangan melamun kamu bisa kesambet siang-siang begini." Anto yang baru datang langsung menepuk bahu Levan, membuatnya terperanjat kaget."Kalian sudah selesai?" tanya Levan datar. Sebenarnya Levan kesal karena sudah dibuat terkeju, tapi dia tidak ingin menunjukkan sisi dirinya yang biasanya. Karena sampai sekarang dia tidak tau bagaimana Doni kesehariannya dulu. Untung saja dia sedang dianggap lupa ingatan, mau bagaimanapun reaksinya tidak akan dikira aneh."Sudah, apa kalian tidak lapar? Kita makan dulu di tempat biasa," ucap Anto sambil duduk sementara Ben sudah duduk kembali."Gak minum dulu, To?" tanya Ben.Plak!"Kamu gak ada omongan lain s
"Ben, kita di serang. Ayo kita ke sana!" ajak Agus dan langsung mencari-cari senjata yang bisa dia gunakan untuk membantu kawan-kawannya."Brengsek! Baru juga diomongin, udah diserang aja." Ben pun langsung berlari setelah Agus memberikan sebatang bambu kecil untuknya, mereka menyebrang bahkan tanpa melihat kiri kanan membuat Ben hampir saja tertabrak.Perkelahian tidak bisa di hindari, belasan orang yang datang dengan motor menyerang mereka yang hanya berenam. Hal itu membuat mereka sedikit kewalahan, tapi ternyata kemampuan beladiri yang di miliki Levan juga tidak main-main. Levan memukuli mereka bahkan bisa mengelak dari serangan mereka, Anto dan yang lainnya sampai terpukau. Bukan apa-apa, karena yang mereka tau Doni tidak bisa beladiri. Tapi gerakan yang di lakukan teman mereka itu sangat teratur dan rapi, sedangkan Doni selama ini hanya bisa berkelahi seenaknya."Doni kenapa beda, dia jadi pinter berkelahi begitu. Apa karena mati suri membuatnya jadi jago?" tanya Anto dalam hati
Gluk ... Gluk ...Terdengar suara tegukan dari Anto yang meminum alkohol langsung dari botolnya, dia seperti sedang meminum air mineral saja. Rasa kesal di hatinya membuatnya minuman alkohol itu tidak terasa pahit sama sekali. Sedangkan yang lainnya minum dengan gelas yang memang ada di tempat itu, yang memang mereka siapkan untuk mereka minum."Anto, nanti kamu mabuk kalau minum dengan cara begitu. Sudah jangan terlalu terbawa emosi, kita harus tenang kalau ingin mengalahkan mereka." Murad yang memang terlihat paling sabar menasehati Anto, membuat Anto langsung meletakan botol minuman yang dipegangnya."Aku benar-benar kesal, karena mereka sudah berani terang-terangan. Mereka tidak menyerang kita di malam hari, tapi di siang hari bolong dimana masih banyak orang. Aku tidak mau tau, pokoknya malam ini kita harus mengumpulkan orang untuk menyerang mereka. Kita harus membalas sebelum mereka menyerang kita lagi, mereka harus diberi pelajaran. Terutama si Baron itu, dia tidak akan kapok ka
"Kita bukannya diam saja dan mengalah dengan apa yang sudah mereka lakukan, tapi kita menyerang setelah memantau pergerakan mereka. Bila perlu, kita buat mereka berpikir jika kita tidak terpengaruh sama sekali. Nah saat mereka lengah barulah kita serang, jadi jangan terburu-buru. Kita menggunakan strategi," jelas Levan idenya."Bagaimana kalau mereka yang menyerang kita lagi?" tanya Ben menyeletuk."Artinya mereka halal buat kita apain aja, karena kita mempertahankan diri. Toh mereka yang sudah menyerang kita berkali-kali, kita hanya perlu waspada dan bersiap. Tidak seperti tadi yang gelagapan saat di serang, kalian juga jangan terlalu banyak minum. Agar kondisi kita terus terkontrol, ajak orang-orang yang biasa berkumpul di sini. Semakin ramai semakin takut mereka menyerang, mereka akan berpikiran kita hanya bertahan tanpa memikirkan menyerang balik. Setelah nanti mereka lengah barulah kita serang," tutur Levan apa strategi yang di pikirkannya."Waw, idemu keren banget. Strategi yang
"Apa petugas itu jujur dengan di mana kamar rawat Levan?" tanya seorang pria."Sepertinya iya, karena petugas itu ketakutan. Dia tidak mungkin berbohong," sahut yang lainnya."Baguslah, kita harus Berhasil kali ini. Jangan sampai tuan Agusto kecewa lagi, mendengar Levan masih hidup setelah ditusuk saja beliau murka. Bisa-bisanya si Alvon menusuk bukan di bagian vital," geram pria pertama yang ternyata mereka adalah anak buah Agusto."Menurutku wajar, di sana begitu banyak orang besar. Wajar Alvon gugup dan meleset sedikit,"!sahut rekannya.Ting!Terdengar pintu lift terbuka, sepuluh orang yang naik itu langsung melangkah menuju tempat dimana mereka di beritahu jika Levan di sana. Mereka bergegas menuju kamar VVIP yang di tunjukan, tapi saat tiba di sana tidak terdengar suara apapun. Bahkan tidak ada yang menjaga kamar itu dari luar, sampai-sampai mereka berlari karena penasaran."Apa mereka sudah kabur, tidak ada yang berjaga. Sejak di bawah aku sudah heran, karena tidak ada anak buah
Mereka pun bergegas mengejar mobil yang membawa Levan, mereka takut sampai kehilangan jejak. Bisa-bisa Agusto sang bos akan murka, mereka harus berusaha menangkap dan melenyapkan Levan."Itu ambulannya Bang!" seru anak buah Agusto menunjuk ke arah mobil ambulan yang sedang di ikuti beberapa mobil lainnya."Ayo susul mereka, hadang mereka sekarang!" Pria yang tadi mengejar Levan meminta rekannya menyusul ambulan. Sementara di mobil anak buah Levan, mereka menyadari jika musuh berhasil mengejar. Mereka pun mengatur strategi, mereka bahkan menghubungi orang di ambulans untuk melaju lebih cepat. Sementara mobil di belakang ambulan akan mencoba menghalangi mobil yang mengejar mereka."Nyonya besar kita terus di ikuti, anak buah tuan Levan akan menghadang. Tapi kita akan terpisah dan kita harus bisa mengelabui mereka. Jika tidak akan bahaya untuk kita kalau sampai mereka menemukan tempat persembunyian," ucap Dean memberitahu Nyonya Erina jika di belakang mereka terus diikuti."Ya sudah, la
Mereka pun bergegas mengejar mobil yang membawa Levan, mereka takut sampai kehilangan jejak. Bisa-bisa Agusto sang bos akan murka, mereka harus berusaha menangkap dan melenyapkan Levan."Itu ambulannya Bang!" seru anak buah Agusto menunjuk ke arah mobil ambulan yang sedang di ikuti beberapa mobil lainnya."Ayo susul mereka, hadang mereka sekarang!" Pria yang tadi mengejar Levan meminta rekannya menyusul ambulan. Sementara di mobil anak buah Levan, mereka menyadari jika musuh berhasil mengejar. Mereka pun mengatur strategi, mereka bahkan menghubungi orang di ambulans untuk melaju lebih cepat. Sementara mobil di belakang ambulan akan mencoba menghalangi mobil yang mengejar mereka."Nyonya besar kita terus di ikuti, anak buah tuan Levan akan menghadang. Tapi kita akan terpisah dan kita harus bisa mengelabui mereka. Jika tidak akan bahaya untuk kita kalau sampai mereka menemukan tempat persembunyian," ucap Dean memberitahu Nyonya Erina jika di belakang mereka terus diikuti."Ya sudah, la
"Apa petugas itu jujur dengan di mana kamar rawat Levan?" tanya seorang pria."Sepertinya iya, karena petugas itu ketakutan. Dia tidak mungkin berbohong," sahut yang lainnya."Baguslah, kita harus Berhasil kali ini. Jangan sampai tuan Agusto kecewa lagi, mendengar Levan masih hidup setelah ditusuk saja beliau murka. Bisa-bisanya si Alvon menusuk bukan di bagian vital," geram pria pertama yang ternyata mereka adalah anak buah Agusto."Menurutku wajar, di sana begitu banyak orang besar. Wajar Alvon gugup dan meleset sedikit,"!sahut rekannya.Ting!Terdengar pintu lift terbuka, sepuluh orang yang naik itu langsung melangkah menuju tempat dimana mereka di beritahu jika Levan di sana. Mereka bergegas menuju kamar VVIP yang di tunjukan, tapi saat tiba di sana tidak terdengar suara apapun. Bahkan tidak ada yang menjaga kamar itu dari luar, sampai-sampai mereka berlari karena penasaran."Apa mereka sudah kabur, tidak ada yang berjaga. Sejak di bawah aku sudah heran, karena tidak ada anak buah
"Kita bukannya diam saja dan mengalah dengan apa yang sudah mereka lakukan, tapi kita menyerang setelah memantau pergerakan mereka. Bila perlu, kita buat mereka berpikir jika kita tidak terpengaruh sama sekali. Nah saat mereka lengah barulah kita serang, jadi jangan terburu-buru. Kita menggunakan strategi," jelas Levan idenya."Bagaimana kalau mereka yang menyerang kita lagi?" tanya Ben menyeletuk."Artinya mereka halal buat kita apain aja, karena kita mempertahankan diri. Toh mereka yang sudah menyerang kita berkali-kali, kita hanya perlu waspada dan bersiap. Tidak seperti tadi yang gelagapan saat di serang, kalian juga jangan terlalu banyak minum. Agar kondisi kita terus terkontrol, ajak orang-orang yang biasa berkumpul di sini. Semakin ramai semakin takut mereka menyerang, mereka akan berpikiran kita hanya bertahan tanpa memikirkan menyerang balik. Setelah nanti mereka lengah barulah kita serang," tutur Levan apa strategi yang di pikirkannya."Waw, idemu keren banget. Strategi yang
Gluk ... Gluk ...Terdengar suara tegukan dari Anto yang meminum alkohol langsung dari botolnya, dia seperti sedang meminum air mineral saja. Rasa kesal di hatinya membuatnya minuman alkohol itu tidak terasa pahit sama sekali. Sedangkan yang lainnya minum dengan gelas yang memang ada di tempat itu, yang memang mereka siapkan untuk mereka minum."Anto, nanti kamu mabuk kalau minum dengan cara begitu. Sudah jangan terlalu terbawa emosi, kita harus tenang kalau ingin mengalahkan mereka." Murad yang memang terlihat paling sabar menasehati Anto, membuat Anto langsung meletakan botol minuman yang dipegangnya."Aku benar-benar kesal, karena mereka sudah berani terang-terangan. Mereka tidak menyerang kita di malam hari, tapi di siang hari bolong dimana masih banyak orang. Aku tidak mau tau, pokoknya malam ini kita harus mengumpulkan orang untuk menyerang mereka. Kita harus membalas sebelum mereka menyerang kita lagi, mereka harus diberi pelajaran. Terutama si Baron itu, dia tidak akan kapok ka
"Ben, kita di serang. Ayo kita ke sana!" ajak Agus dan langsung mencari-cari senjata yang bisa dia gunakan untuk membantu kawan-kawannya."Brengsek! Baru juga diomongin, udah diserang aja." Ben pun langsung berlari setelah Agus memberikan sebatang bambu kecil untuknya, mereka menyebrang bahkan tanpa melihat kiri kanan membuat Ben hampir saja tertabrak.Perkelahian tidak bisa di hindari, belasan orang yang datang dengan motor menyerang mereka yang hanya berenam. Hal itu membuat mereka sedikit kewalahan, tapi ternyata kemampuan beladiri yang di miliki Levan juga tidak main-main. Levan memukuli mereka bahkan bisa mengelak dari serangan mereka, Anto dan yang lainnya sampai terpukau. Bukan apa-apa, karena yang mereka tau Doni tidak bisa beladiri. Tapi gerakan yang di lakukan teman mereka itu sangat teratur dan rapi, sedangkan Doni selama ini hanya bisa berkelahi seenaknya."Doni kenapa beda, dia jadi pinter berkelahi begitu. Apa karena mati suri membuatnya jadi jago?" tanya Anto dalam hati
"Aku harus mencari ragaku sendiri, mungkin kalau bertemu dengan ragaku jiwaku bisa keluar dari sini. Tapi aku tidak tau di mana ragaku sekarang, aku akan cari Dean untuk mencari tau. Tapi kapan aku bisa pergi, jika mereka semua memintaku untuk berjaga di sini siang malam. Benar-benar sial!" geram Levan tapi hanya di dalam hatinya.Plak!"Woii, jangan melamun kamu bisa kesambet siang-siang begini." Anto yang baru datang langsung menepuk bahu Levan, membuatnya terperanjat kaget."Kalian sudah selesai?" tanya Levan datar. Sebenarnya Levan kesal karena sudah dibuat terkeju, tapi dia tidak ingin menunjukkan sisi dirinya yang biasanya. Karena sampai sekarang dia tidak tau bagaimana Doni kesehariannya dulu. Untung saja dia sedang dianggap lupa ingatan, mau bagaimanapun reaksinya tidak akan dikira aneh."Sudah, apa kalian tidak lapar? Kita makan dulu di tempat biasa," ucap Anto sambil duduk sementara Ben sudah duduk kembali."Gak minum dulu, To?" tanya Ben.Plak!"Kamu gak ada omongan lain s
"Nada, kamu benar-benar tidak tidak berubah. Masih tetap cantik dan lembut, aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi. Tapi sialnya, kita bertemu di saat aku berada di tubuh pria ini. Kamu pasti tidak akan percaya jika aku mengaku sebagai levan mantan kekasihmu dulu," batin Levan sambil terus berjalan mengikuti Ben."Don, woyy! Kamu kenapa melamun, sana tagih toko-toko di sebelah situ. Aku akan ke sebelah sana, jadi biar kita cepat selesai. Aku sudah tidak sabar ingin minum alkohol nih, biar kita cepet kumpul di pos dan minum di sana." Ben menyenggol tubuh Levan yang hanya dia saja saat tadi dia mengajaknya bicara."Eh, iya. Ya sudah aku ke sana," sahut Levan dan berbalik menuju tempat yang di tunjuk Ben."Ampun deh, dia kehilangan ingatan tapi malah jadi kayak orang bego. Coba kehilangan ingatan itu lebih keren, jadi makin pintar gitu. Ini malah jadi kek orang linglung," gerutu Ben sambil menyebrang jalan.Levan pun masuk ke salah satu toko, membuat orang di sana keheranan. Karena
"Kamu sama Ben tagih di sebelah sana, Agus sama Murad di sebelah sana. Nah aku sama Narto di sebelah sana, nanti kalau udah selesai kita kumpul di sini." Anto mengatur mereka untuk membagi wilayah mana saja yang mesti mereka ambil uang keamanan menurut mereka."Siap!" sahut mereka bersamaan dengan suara nyaring.Mereka pun bergegas menuju tempat yang sudah di bagi oleh Anto, Levan sendiri langsung pergi bersama Ben. Mereka menagih uang keamanan di tempat yang ditunjuk Anto, mereka menagih di beberapa ruko yang cukup rapat dan juga ramai. Itu kenapa wilayah itu sampai ingin di rebut kelompok lain, karena memang menguntungkan."Eh, bukannya Doni sudah meninggal. Kenapa dia hidup lagi?" tanya salah seorang pemilik ruko saat Doni dan Ben keluar selesai menagih."Kalau tidak salah dia hidup kembali saat mau di kubur, Bos. Itu berita yang saya dengar," sahut salah satu pegawai yang bekerja di toko elektronik itu."Wah, antara serem sama berkah. Apa dia seperti kucing punya sembilan nyawa, m
Setelah berganti pakaian, Levan keluar dari kamar. Wajahnya masih nampak kebingungan, karena benar-benar merasa asing dengan apa yang ada di sekitarnya. Anto mendekati levan, dan mengajaknya untuk duduk di lantai, karena memang kontrakan mereka tidak ada tempat duduknya. Hanya saja karena habis menyemayamkan Doni, rumah itu di beri alas tikar."Apa ada yang sakit? Lukamu bagaimana rasanya?" tanya Anto perhatian. Levan hanya menggeleng, karena jujur dia tidak merasakan sakit apapun."Aku lapar," ucap Levan alias Doni."Ya ampun, tentu saja kamu lapar. Pasti kamu dari perjalanan jauh, di alam sana. Ben, tolong belikan nasi bungkus buat Doni. Tidak, bukan cuma Doni tapi kita semua." Anto meminta temannya untuk membelikan makanan, Ben berdiri lalu mendekati Anto."Mana uangnya?" tanya Ben sambil menengadahkan tangannya."Apa kamu gak punya duit?" tanya Anto."Lah dari mana aku duit, lagian duit warga yang melayat bukannya di kamu semua. Memangnya mau kamu kembalikan?" tanya Ben balik."He