Beranda / Romansa / Bukan Pilihan / Chapter 75 : Tak Terpisahkan

Share

Chapter 75 : Tak Terpisahkan

Penulis: Giovanna Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-07 06:21:48

    Akhirnya Alex menceritakan apa yang terjadi di lobby. Diana mendengarkan dengan penuh perhatian. Setiap emosi yang muncul di hati Alex mengalir kepadanya tanpa hambatan. Diana tersipu.

    "Kamu melihat atau merasakan?" tanya Alex.

    "Keduanya."

    "Tidak ada lagi yang dapat kusembunyikan ya?" desah Alex.

    "Sekarang aku mengerti perasaanmu. Mengetahui isi hati dan pikiran orang lain tidak selalu menyenangkan. Membuatku lelah."

    Alex menyeringai. Dia setuju.

    "Lalu sekarang bagaimana?" tanya Diana sambil menusuk potongan udang terakhir dengan garpu.

    "Aku masih ingin bermesraan denganmu tanpa gangguan," ucap Alex tanpa perlu berpikir.

    "Kalau Papa mengirim orang lagi?"

    "Kemungkinan dia akan datang sendiri."

    "Menurutmu?"

    Alex mengangkat bahu, "Perasaanku mengatakan begitu."

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Pilihan   Chapter 76 : Penjemputan

    Pagi hari ini kediaman Benyamin tampak seperti persiapan demonstrasi. Orang-orang berpakaian serba hitam berbaris di taman dengan Jack ikut serta di barisan terbelakang. Benyamin mengawasi bawahannya. Sebuah Rolls Royce hitam berkilat bergulir menuju mereka. Benyamin memicingkan mata. Dia tahu mobil mewah itu milik Sanjaya. Mau apa mereka di sini? Penjaga gerbang bodoh, kenapa mereka diijinkan masuk? Budiman Sanjaya turun dengan anggun diikuti sang ayah, Sugito Sanjaya. Keduanya memiliki wajah yang mirip hanya dibedakan oleh kerutan. Benyamin mengangguk dan mendahului masuk ke dalam rumah. "Selamat pagi, Saudara. Aku percaya kamu sedang menangani masalah yang ada," kata Sugito dengan pongah. Kakinya disilangkan tinggi-tinggi memperlihatkan sepatu kulit buaya yang berkilat tanpa cela. "Betul sekali, Saudara. Tenang saja, aku akan membawa Diana kembali ke sisi putramu." Benyamin tersenyum t

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Bukan Pilihan   Chapter 77 : Putri Yang Berkhianat

    Benyamin menatap pasangan kekasih yang duduk di hadapannya. Tampak jelas sekali kedekatan mereka berbeda dari sebelumnya. Hati Benyamin was-was. "Diana, calon suamimu menginginkan untuk segera menikah," kata Ben. Diana bertukar pandang dengan Alex. "Aku tidak mau, Pa. Orang itu sakit jiwa. Tanya saja Jack," ketus Diana. Benyamin memandang ke arah Jack yang berdiri di sampingnya, "Benar begitu?" "Benar Pak." Benyamin tidak menyangka. "Tuh kan. Papa tidak tahu sih, masa baru makan malam sudah mau berbuat yang aneh-aneh," timpal Diana. "Jadi kamu tidak mau?" tanya Benyamin. Diana menggeleng. "Papa kurang hati-hati dalam menyeleksi. Pulanglah. Kita akan mencari calon suami untukmu dengan cara yang lebih baik." "Aku tidak mau, Pa. Aku sudah menetapkan pilihan." Diana m

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Bukan Pilihan   Chapter 78 : Taman Hiburan

    Televisi menayangkan acara komedi kesukaan Diana, tapi matanya menatap kosong. Kedua lengannya memeluk lutut seperti anak hilang. Alex merangkul tubuh mungil Diana dengan penuh kasih sayang. "Diana," panggil Alex. "Hmm?" "Kupikir kamu tidak mau menjawab." Alex tersenyum. Jarinya memainkan helaian rambut Diana. "Hmmm...." "Kamu harus keluar dari sini. Sudah tiga hari kita tidak terkena sinar matahari." "Hmmm...." "Satu-satunya reaksi berbeda yang kudapat darimu hanya saat kita bercinta," goda Alex. Diana menyembunyikan wajah di lengan. "Aku tahu ke mana harus membawamu. Ayo mandi dulu," kata Alex. "Hmmm...," gumam Diana dari balik tirai rambut. Alex geleng-geleng kepala. Tanpa peringatan dia membopong Diana ke kamar mandi. Alex menyalakan pancuran air tanpa melepas

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Bukan Pilihan   Chapter 79 : Jack Menetap

    Hari-hari kembali normal. Diana kembali mendampingi Alex dalam pekerjaan. Kini semua karyawan club sudah mengenal Diana sebagai Nyonya Alex, sebuah sebutan yang masih diterimanya dengan tersipu malu. Suatu malam yang kebetulan adalah akhir bulan di mana pembukuan harus dirampungkan sedetil mungkin. Diana bekerja keras menarik data dari Alex dan memasukkannya ke dalam tabel-tabel yang telah diprogram dengan rumus rumit. Karena bukan jurusan akuntansi, Diana membuat tabel dan rumus sesuai keperluan mereka. Dari monitor CCTV Diana dapat melihat Alex sedang mengontrol situasi di club. Semua orang disapa dengan bersahabat. Kemampuan indera keenam Alex sangat membantu dalam menyaring orang-orang yang dapat dipercaya. Pada salah satu layar terlihat ada perdebatan kecil di pintu masuk. Siapa gerangan? Diana melihat Alex segera menuju lokasi keributan. "Matamu buta, hah?? Aku di tempat ini selama

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Bukan Pilihan   Chapter 80 : Obrolan Malam

    Pekerjaan Diana baru selesai satu jam setelah club tutup. Jack tertidur di kamar sementara Alex menunggui dengan setia. Sebenarnya Diana dapat menyelesaikan lebih cepat, hanya saja konsentrasinya buyar oleh colekan Alex. "Aku bisa tidur sampai sore nih." Diana menggeliat di pangkuan Alex. "Yakin? Tidak mau menemaniku bergadang?" Alex mengulum daun telinga Diana. "Kamu ih, ada waktu bermesraan, ada waktu beristirahat..." Mata Diana terpejam. Kepalanya bersandar ke bahu Alex. "Kamu tidak usah bergerak, biar aku yang bekerja," rayu Alex. "Mmmh..." Alex nyaris tertawa saat Diana tertidur. Tidak tega membangunkan, Alex membopong Diana. Dia membangunkan Jack dengan tendangan. "Heh! Sial kau--" "Sssssttttt...!" Jack langsung diam. "Tolong matikan semua peralatan listrik. Kita pulang."

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • Bukan Pilihan   Chapter 81 : Rencana Jahat

    "Bagaimana rasanya memiliki partner tetap, huh?" tanya Jack usai sesi sparring di atap. "Menyenangkan," sahut Alex dengan wajah berbinar. Jack tertawa, "Sudah saatnya." "Kau betul. Untung aku bertemu Diana, kalau tidak--" "Seumur hidup jadi petualang." Jack menepuk bahu Alex. Alex menyeringai. "Aku belum memberi selamat, Vorst. Semoga kalian sehidup semati." "Thanks, Kawan." "Kapan pernikahannya?" "Akan kuatur secepat mungkin." "Jaga dia baik-baik, Vorst. Setelah memilih jalan bersamamu bisa dikatakan dia tidak punya siapa-siapa." "Tentu saja. Tidak usah kau beritahu." Wajah Jack berubah serius, "Berhati-hatilah terhadap Benyamin. Kau tahu dia bukan orang sembarangan. Kudengar dia berencana untuk menghancurkanmu." "Biarkan dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • Bukan Pilihan   Chapter 82 : Serangan Pertama

    Pilih mana, lakukan apa yang kuperintahkan, atau kehilangan tangan dan kakimu. Semua terjadi begitu cepat. Teriakan, bentakan, jeritan, suara hantaman benda tumpul. Kemudian hening. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam... Seharusnya ada satu lagi. Di mana anak muda Vorst itu? Temukan dia! Atau, cukup sampai di sini. Toh Jan dan Elisa sudah dihabisi. Seorang pemuda berusia delapanbelas tahun bisa berbuat apa? Benyamin tersentak. Matanya berputar liar. Keparat! Mimpi buruk di siang bolong! Ben memukul meja. Bayangan masa lalu mulai menghantuinya sejak Alexander Vorst menampakkan wajah. Ben segera mengenali ciri khas Jan Vorst pada wajah Alex. Ayah dan anak itu sangat mirip. Segala hal yang dilakukan memiliki konsekuensi, baik atau buruk. Ben menolak segala bentuk konsekuensi yang mungkin terjadi. Dia telah berusaha untuk memisahkan Diana dari Alex. Gagal. Kini dia harus men

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Bukan Pilihan   Chapter 83 : Tutup Lebih Awal

    Sebuah mobil boks berhenti di depan club. Seorang lelaki menurunkan kotak-kotak berisi minuman beralkohol. Jack memeriksa semuanya. Saat kotak dibuka Jack mengernyit. Dia memanggil si pengantar barang. "Hei, Bung. Apa ini?" tanya Jack. "Sesuai surat jalan, Pak. Saya tidak hafal satu persatu," ujar si pengantar barang. "Maksudku, kenapa semuanya tidak ada pita cukai?? Siapa yang urus pesanan ini??" "Pita cukai?" Si pengantar barang melongok ke kotak. "Loh? Biasanya dikirim ada kok, bukan yang polosan gini?" "Kamu tunggu sebentar." Jack bergegas melapor pada Alex. Segera saja orang-orang mengerumuni barang kiriman yang beresiko tersebut. Alex menyuruh semua barang dikembalikan. Dia tidak mau didatangi pihak berwajib hanya karena ketiadaan pita cukai. "Malam ini kita batasi limapuluh persen pengunjung. Semuanya buka mata dan telinga, l

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10

Bab terbaru

  • Bukan Pilihan   Chapter 149 : Pengakuan

    Hari kepulangan Ben adalah hari yang dinantikan semua orang, bahkan Alex pun berpikiran baik terhadap ayah mertuanya. Cederanya belum pulih seratus persen, tapi sudah tidak membahayakan. Ben pun bisa berjalan sendiri meskipun lebih lemah dari biasanya. "Bagaimana keadaanmu?" Ben bertanya pada Alex saat hanya ada mereka berdua di ruang tamu. "Apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu." Ben meringis menahan tawa, "Tidak boleh bertanya? Lupakan saja niat baikku." Alex berdeham, "Kenapa Anda menghalangi pukulan Lao Hu?" Ben menatap Alex dengan pandangan rumit, "Kenapa? Karena kalau kamu terluka putriku akan bersedih." "Aku mengerti." Alex tersenyum. Ada sesuatu yang menarik dalam pikiran Ben. "Kenapa kamu melindungiku?" Ben bertanya kembali. "Karena Anda ayah istriku." Hening sesaat. Kedua lelaki berbeda generasi itu tampak

  • Bukan Pilihan   Chapter 148 : Berpamitan

    Alex dan Diana duduk di kursi taman rumah sakit yang menghadap ke arah kamar VIP. Mereka menikmati suasana yang cukup sejuk sambil mengobrol ringan. "Untung kamu tidak cedera berat seperti waktu itu," kata Diana. "Cuma keretakan rusuk sedikit. Aku masih bisa bermesraan denganmu," goda Alex. "Kamu nih, kata dokter jangan banyak bergerak dulu. Biar tidak berat tapi kalau dipaksa cederanya bisa bertambah." "Cedera apa? Istriku kan mungil dan ringan." Alex mengecup pipi Diana. "Serius dong," gerutu Diana. "Lihat, orang itu sudah keluar." Alex melirik ke satu arah. Diana menoleh ke arah kamar pasien. Tampak Li Wei dan Mikaela berdiri berhadapan. "Kamu bilang mereka ada hubungannya?" tanya Diana. "Rasanya begitu." Terlihat Mikaela merentangkan tangan. Li Wei ragu, maka Mikaela maju untuk memeluknya. Diana te

  • Bukan Pilihan   Chapter 147 : Berdamai

    Suasana dalam kamar VIP di rumah sakit menjadi tegang karena kedatangan Li Wei. Lelaki muda itu datang untuk menjenguk keluarga Hartanto, namun tujuan utamanya adalah untuk bertemu Diana. "Mau apa kemari?" tanya Alex. "Aku datang dengan niat baik. Tanya saja ibu mertuamu." Li Wei tersenyum dingin. "Tidak ada niat baik dalam kepalamu. Aku belum memberimu pelajaran atas apa yang kau lakukan terhadap Diana," geram Alex. "Memangnya kau punya kemampuan?" Li Wei bahkan tidak menatap Alex. Pandangan matanya melembut saat menemukan sosok Diana yang bersembunyi di belakang Alex. "Jaga matamu, Anak Kecil." Alex menghalangi pandangan mata Li Wei. "Mata jelas-jelas punyaku. Memangnya pemandangan di kamar ini punyamu?" ejek Li Wei. "Huss... Kalian ini. Di rumah sakit masih aja mau berkelahi...," desis Mikaela. Dia terpaksa menghampiri anak-anak muda k

  • Bukan Pilihan   Chapter 146 : Ben Turun Tangan

    "Kau! Cari mati!" Lao Hu menjerit histeris. Darah mengalir ke wajahnya. "Kau yang cari mati, Tua Bangka!" bentak Ben. Alex benar-benar melongo. Bukannya kedua lelaki ini sama-sama tua? Lao Hu merangsek ke arah Ben. Dia hendak menghabisi pengganggu tak terduga ini dalam satu pukulan. Alex tidak tinggal diam. Dia segera menyerang dari samping, tepat mengenai bagian sisi kepala Lao Hu. Walaupun terkena tendangan tapi reaksi Lao Hu masih luar biasa. Lengannya mengibas ke samping membuat tubuh Alex terlempar ke dinding. "Ben! Hati-hati!" seru Mikaela. "Jangan keluar! Tetap di dalam!" Ben berseru pada istrinya. Lao Hu menatap ke arah Mikaela. Tatapan matanya berubah ganas. Ben menempatkan dirinya di antara Mikaela dan Lao Hu. "Heh, wanita yang cantik. Setelah kalian lelaki-lelaki tak berguna ini mati, akan kurebut wanita kalian!" Lao Hu tertawa

  • Bukan Pilihan   Chapter 145 : Naga dan Harimau

    Matahari tinggi di puncak langit. Sederetan mobil hitam parkir tidak beraturan di luar gerbang kediaman Hartanto. Beberapa orang penjaga berteriak-teriak mengusir para pendatang yang tidak tahu diri itu. Pintu mobil terbuka nyaris berbarengan. Selusin lelaki bertubuh besar berwajah garang melompat turun. Niko dan Lao Hu turun setelah formasi terbentuk. Teriknya matahari membuat Lao Hu memicingkan mata. "Ini rumahnya?" tanya Lao Hu. "Betul, Bos. Alex sedang berada di sini." jawab Niko dengan hormat. Lao Hu menggerakkan kepala sebagai kode untuk anak buahnya. Kompak, selusin lelaki bertubuh besar merobohkan pintu gerbang. Besi baja terlihat tak berguna di hadapan mereka. Para penjaga berhamburan dari dalam rumah, semua membawa tongkat atau senjata tumpul lainnya. Seketika terjadi pertarungan sengit di pekarangan. Lao Hu dan Niko berjalan melewati mereka seolah tidak ada a

  • Bukan Pilihan   Chapter 144 : Tenang Sebelum Badai

    Genderang perang sudah ditabuh. Lao Hu berangkat ke kediaman Hartanto bersama Niko dan selusin anak buah mereka. Mobil hitam melaju beriringan tanpa rintangan berarti. Jika saja langit berubah jadi gelap disertai kilat menyambar dan guntur bertalu, mereka akan mirip seperti utusan dari neraka. Sayangnya langit begitu cerah tanpa awan sedikit pun. "Bos, Shi Fu Li tidak ikut?" tanya Niko perlahan. "Dia sudah mengatakan bahwa hari ini baik. Aku percaya padanya," sahut Lao Hu yang bersandar memejamkan mata. "Oh, baik kalau begitu." Niko tidak berani bertanya lagi. "Bangunkan aku kalau sudah sampai," kata Lao Hu. "Baik, Bos." Kediaman Hartanto... Alex menyeret Jack ke pekarangan. Dia butuh sedikit gerak badan. Jack yang masih mengantuk terus-menerus menggerutu. "Bacotmu seperti anak perempuan," ledek Alex.

  • Bukan Pilihan   Chapter 143 : Perubahan

    "Shi Fu, bagaimana... Tadi...." Lao Hu yang sudah dapat bergerak kini kebingungan seperti orang baru terbangun dari tidur panjang. "Istirahatlah dulu. Cari hari lain untuk menghadapi Alexander. Terlalu banyak kejutan hari ini, tidak baik." Li Wei termenung. Lao Hu merasa tidak rela, tapi dia tidak berani membantah perkataan seorang Shi Fu Li. Dia membungkukkan badan dengan hormat dan kembali ke kamar. Li Wei menghela nafas. Percakapan singkat dengan Mikaela mengangkat selubung kegelapan dalam hatinya. Ada baiknya juga mengikuti nasihat Mikaela, mungkin dengan demikian dia dapat merebut hati Diana seperti seorang lelaki sejati. Huh, wanita yang dicintai ayahnya memang hebat. Tidak memiliki ilmu apa-apa tapi kekuatannya luar biasa. Sayang, sungguh sangat disayangkan ayah pergi terlalu cepat. Li Wei ingin sekali mendengarkan lagi kisah percintaan itu dari mulut ayahnya, dengan perspektif yang berb

  • Bukan Pilihan   Chapter 142 : Rahasia Mikaela

    Firasat buruk datang seperti angin dingin di tengah malam, membuat tubuh tidak nyaman dan pikiran tidak tenang. Mikaela menatap dua anak muda yang masih memejamkan mata karena kelelahan mental yang baru saja mereka lalui. Bagaimana mereka bisa melawan musuh yang akan datang? Mikaela keluar dari kamar Diana. Raut wajah yang biasanya lembut kini terlihat penuh tekad. Dia masuk ke kamarnya untuk berbicara dengan Ben. Dilihatnya Ben sedang duduk di meja sambil melihat-lihat dokumen. "Sayang?" panggil Mikaela. "Hmm," gumam Ben acuh tak acuh. Mikaela tersenyum. Lelaki yang telah dinikahinya selama tiga puluh lima tahun ini tampak lelah. Dia meletakkan tangan di bahu Ben. "Bersikap baiklah terhadap Alex, Sayang. Bagaimanapun juga dia suami putri kita...," desah Mikaela. "Hmm." "Aku mau keluar sebentar ya. Tolong jaga anak-anak." Mikaela me

  • Bukan Pilihan   Chapter 141 : Menghancurkan Mantra

    Alex dan Diana memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan keberadaan akar mantra tersebut. Tidak ada satu sudut pun yang lolos dari pemeriksaan. Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Alex mulai merasa lelah. "Selain tempat ini masih ada lagi?" tanya Alex. "Ehm... Kita belum melihat semuanya." Alex menatap Diana, "Di mana?" "Itu." Diana menunjuk ke sebuah titik. Alex mengangkat kepala. Siapa sangka ada rak buku tersembunyi di atas sebuah pilar besar. Siapa pun yang tanpa sengaja melihat ke atas tidak akan dapat menemukannya. "Sepertinya aku harus memanjat." Alex menghela nafas. "Ada tangga di sana." Diana menunjuk ke bawah pilar. Benar saja, ada anak tangga yang dipahat pada pilar. Tangga melingkar itu baru menunjukkan wujudnya setelah mereka benar-benar memperhatikan. "Pikiranmu rumit sekali, Princess." Alex terseny

DMCA.com Protection Status