Sanjaya keluar dari kamar. Ia sedang tak bisa tidur. Sepulang dari mengunjungi Arkanta, ia sudah terlalu lama beristirahat. Yang mengakibatkan ia terjaga tengah malam begini. Ia berjalan tertatih menggunakan tongkatnya. Suasana rumah sepi. Dan ia hanya bisa menghela napas berat merasakan kesunyian di rumah ini. "Kakek." Daniel mengejutkan Sanjaya yang tengah berjalan hendak melewati dapur. Gelagat aneh Daniel jelas terlihat di mata Sanjaya. Namun, pria tua itu tak tahu apa sebabnya. "Kau mengagetkanku saja! Apa tidak ada hal lain selain mengejutkanku?" ucap Sanjaya dingin. "Kakek mau keluar? Apa Kakek tidak bisa tidur?" tanya Daniel yang seketika menggandeng Kakeknya menuju jalan utama. "Ada apa? Apa kau butuh sesuatu?" tanya Sanjaya heran melihat gelagat aneh cucu sulungnya. "Ah, tidak, Kek. Aku hanya ingin mencari udara segar. Karena aku juga tak bisa tidur. Kebetulan ada Kakek. Aku jadi ada teman," ucap Daniel dengan senyum dipaksakan. Sanjaya hanya mendengus kasar lalu mela
Selena membuang muka. Ia hampir saja merasa kasihan pada Daniel. Namun, rupanya pria itu hanya sedang menggodanya. Atau mungkin saja, lukanya memang dibuat untuk menarik perhatiannya?Selena mendorong kasar tubuh Daniel dari hadapannya. Dia hampir tak bisa bernapas berhadapan dengan hembusan napas Daniel yang membuatnya meremang. "Kau tahu apa yang aku yakini, Selena?" tanya Daniel menghentikan langkah Selena yang hendak keluar."Aku yakin, suatu saat nanti kau akan menjadi milikku seutuhnya," sambung Daniel dan Selena menoleh ke arahnya. "Itu hanya obsesimu, Niel!""Ya, benar. Aku memang sudah terobsesi padamu. Tapi apa kau tahu? Aku yakin, obsesi yang dilandasi cinta yang tulus, akan menang melebihi orang yang mencintaimu, tapi akhirnya marah padamu," ucap Daniel dengan seringainya yang menyebalkan di mata Selena. "Omong kosong!" umpat Selena kesal."Akan aku buktikan perkataanku, Selena. Bahwa aku bisa membuktikan hal itu," ucap Daniel penuh keyakinan. Selena hanya mendengus kas
"Kakek?" seru Daniel terkejut melihat Kakeknya masuk ke dalam ruangan. Sandy segera berdiri dan membungkuk memberi hormat pada Pimpinan perusahaan ini. "Apa kau tidak tahu tugasmu sebagai seorang asisten?" tanya Sanjaya pada Sandy. Membuat laki-laki itu menatap sebentar pada Sanjaya kemudian tertunduk kembali."Harusnya kau bisa menjaga setiap ucapan dan sikap atasanmu agar tidak sembarangan berucap! Ingat itu!" titah Sanjaya yang di angguki oleh Sandy. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Daniel, sedangkan cucunya itu hanya menghela napas lelah."Apa kau tidak berpikir, jika ucapanmu bisa saja terdengar dari luar? Apa kau seceroboh itu?!" marah Sanjaya membuat Daniel terdiam. Dia memang bersalah. Karena tak menjaga ucapannya. "Maaf, Kek. Tadi aku hanya...""Aku membiarkan kamu seperti ini karena aku memberimu kesempatan. Dan tugasmu adalah, bagaimana caranya agar tidak menggagalkan pernikahanmu secepat kontrakmu," ujar Sanjaya membuat Daniel mendelik. Daniel berpikir, sejauh mana Kakek
Alvaro dan Selena terkejut dan segera melepaskan pelukan keduanya. Selena menunduk dalam, kali ini mereka tak akan selamat. Begitu pikir Selena. "Beginikah balasanmu pada Kakek? Setelah aku memberimu pendidikan dan segala kebutuhan yang kau mau!" marah Sanjaya pada Alvaro. Matanya memerah melihat kelakuan cucu bungsunya. Ia tidak menyangka jika Alvaro bisa berbuat hal senekat itu di belakang Kakaknya sendiri. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Selena yang sudah terisak tangis, "beginikah tabiat aslimu? Beginikah peran istri yang kau mainkan? Apa begitu menyenangkan bagimu?!" marah Sanjaya dengan napas tersengal. Ia hanya tak habis pikir, kedua insan itu berbuat hal yang memalukan. Daniel berlari dari atas tangga mendengar keributan di bawah sana. Serta para asisten rumah tangga dan juga Rani, juga ikut keluar karena mendengar keributan di tengah malam."Kek, mereka hanya...""Jadi kau tahu?!" tanya Sanjaya menatap Daniel yang hendak berucap. Daniel hanya membuang napas kasar, ia menuru
Daniel menegang di tempatnya. Ia melupakan satu hal, bahwa Ayahnya menginap di rumah ini setelah rapat siang tadi. Daniel hendak meninggalkan Arkanta, tapi Ayahnya itu mencegahnya. "Setidaknya, ada sedikit kemiripan antara kita, Nak. Hahaha. Aku tidak menyangka, kau juga punya ambisi itu untuk menempati jabatan di kantor. Hahahaha." Arkanta terus saja menertawakan Daniel membuat pria itu ingin sekali membungkam mulut Ayahnya sendiri. "Aku berbuat seperti ini karena aku ingin meringankan beban kakek yang harus terus menghadapi orang seperti dirimu!" ucap Daniel dingin menatap tajam Ayahnya. "Hahahaha. Seperti apa diriku? Apa seperti dirimu? Begitu? Hahahaha." Arkanta terus tertawa seolah hal itu sebuah hal lucu yang pantas di tertawakan. Daniel bergegas pergi dan tak ingin mendengar cemoohan Ayahnya."Dengar, Nak. Kau berhak memilih hidupmu. Jangan sampai kau menjadi pecundang seperti diriku," ucap Arkanta menghentikan langkahnya mendengar suara yang keluar dari mulut Ayahnya."And
Daniel menggeram frustasi. Masalah yang dihadapinya seakan datang bertubi-tubi. Semua bermula saat dirinya memutuskan untuk kembali pulang. Setelah beberapa tahun ia hidup tenang di luar negeri. Dalam hatinya, ia sedikit merasa telah salah mengambil keputusan. Namun, melihat pesona Selena saat itu membuatnya tidak menyesal karena pulang. Namun, jika tahu masalahnya jadi begini, mungkin dulu ia akan berpikir berulang kali untuk kembali. "Luki? Bagaimana keadaan Kakek?" tanya Daniel di seberang telpon pada asisten kakeknya. "Keadaannya tidak baik-baik saja. Saya sedikit mengkhawatirkan kesehatannya akhir-akhir ini," ungkap Luki membuat Daniel mendengus pelan. "Jangan katakan apapun pada Kakek. Aku akan membawa Alvaro pulang sebelum pesta di mulai. Kau beritahu beberapa pengawal di sana untuk memeriksa cctv di rumah, lalu kabari aku. Segera!" titah Daniel sembari terus mengemudikan mobilnya. "Sandy, suruh beberapa pengawal untuk mengikuti kita. Kita akan mencari Alvaro sampai dapat,
Daniel sampai di depan rumah lamanya. Ia bergegas turun bersama Sandy. Saat ia melihat mobil yang dibawa Alvaro ada di depan rumah, Daniel bergegas lari masuk ke dalam.Namun, nihil. Di dalam rumah itu kosong tak ada orang. Lalu baru menyadari jika mobil lamanya di garasi sudah tak ada. Membuat Daniel segera menyadari sesuatu. "Shit! Mobil yang berpapasan dengan kita tadi, itu Alvaro, San!" pekik Daniel segera berlari kembali ke mobilnya. Mereka segera mengejar Alvaro. Perasaannya makin dibuat tak karuan oleh adiknya. "Perasaanku tak salah tadi. Selena yang memanggilku," gumam Daniel dan Sandy mempercepat laju kendaraannya. "Tolong tutup semua jalur udara, laut juga darat menuju luar kota ataupun luar negeri!" titah Daniel pada salah seorang pengawalnya melalui telepon. Daniel mengerahkan semua orang-orangnya sebelum kakeknya tahu kekacauan yang dilakukan oleh Alvaro. "Apa yang kau lakukan, Al! Jangan bodoh!" geram Daniel. "Ayo cepat, San!" teriak Daniel membuat Sandy hanya mend
Daniel serta orang-orangnya mempercepat lari mendekati Joshua, Alvaro dan juga Selena. Mendengar Selena yang meneriakan namanya, membuatnya tahu bahwa gadis itu merasa tidak aman."Lepaskan Selena, Al!" teriak Daniel ketika sudah dekat dengannya. Namun, Joshua menghalanginya. "Aku baru tahu satu hal besar yang kau sembunyikan dari semua orang, Niel. Jika semua orang tahu, ini pasti akan jadi berita panas di Jaya Group. Hahahaha!" tawa Joshua lantang dan membuat Daniel marah."Kau tak berhak ikut campur, Jo! Minggir," ucap Daniel memperingati Joshua. Sedangkan para orang-orang Daniel dan Joshua sudah baku hantam. Keadaan semakin ribut. Bruk! Daniel mendorong Joshua hingga terjatuh. Lalu berlari menghampiri Selena yang masih ditarik paksa oleh Alvaro. "Ayo, Selena. Menurutlah!" paksa Alvaro. "Lepaskan Selena, Al!" teriak Daniel lalu menarik Selena dari tangan Alvaro. Sementara Alvaro sudah ditangkap oleh orang-orang Daniel. Bug!Sebuah pukulan mendarat di kepala Daniel membuat lak
Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani
Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per
Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel
Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s
"Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a
Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt
Daniel memutar tubuhnya dan memeluk erat tubuh Selena. Ia seakan siap membiarkan pisau yang dipegang Angel untuk menusuk tubuhnya. Namun, sepersekian detik, ia masih tak merasakan apapun juga."Alvaro!" histeris Selena. Sontak membuat Daniel menoleh ke belakang.Ia terkejut melihat adiknya terkulai lemas dan melihat darah dari punggungnya. Daniel tercengang. Ia masih tidak percaya bahwa Alvaro menggantikan dirinya ditikam oleh Angel. Segera ia menghampiri tubuh Alvaro dan menopangnya. "Tidak! Boy? Kau tidak apa-apa, kan?" ucap Arkanta yang juga segera menghampiri Alvaro. Darah yang terlihat di tangan Daniel membuat amarahnya mencuat. "Brengsek!" Daniel menarik kerah baju Arkanta dan...Bug"Lihat ulahmu, Brengsek!" Arkanta jatuh tersungkur akibat pukulan keras dari Daniel. Bahkan, laki-laki itu lupa akan status Arkanta yang sebagai Ayahnya. Namun, Daniel sudah tidak peduli. Bahkan, bertahun-tahun lalu ia sudah tak menganggapnya sebagai seorang Ayah.Setelah melukai dan mengurung
Dua insan yang sedang dimabuk gairah itu sedang berada dalam ruangan dan tengah memadu kasih layaknya pasangan suami istri. Lenguhan, desahan terdengar hebat menggema di ruangan yang cukup besar milik Arkanta. Untung saja, Arkanta membuat ruangan itu kedap suara, karena memang itulah tujuannya ia mendirikan kamar itu. Kegiatan panas Arkanta dan Angel terhenti ketika ketukan pintu terdengar keras dan menuntut untuk segera dibuka. Bahkan, Arkanta menggeram marah dan berjanji akan membunuh siapa saja yang mengganggu aktifitasnya. "Brengsek! Apa yang kalian lakukan!" marah Arkanta saat telah membuka pintu kamarnya. Bahkan, ia tak sempat memakai pakaiannya, hanya sehelai handuk yang menutupi bagian bawah. Arkanta benar-benar marah. Bagaimana tidak, gairahnya sedang diubun-ubun, tapi semua harus terhenti karena pengawalnya datang."Bos! Ada yang datang menyerbu markas kita!" seru salah seorang pengawal membuat Arkanta mendelikkan mata tidak percaya."Apa?!" Deru napas Arkanta makin membur
Dulu, saat Selena dan Alvaro masih menjadi sepasang kekasih, hanya dengan isyarat mata saja mereka seolah mengerti maksudnya. Seperti saat ada kuliah yang terasa membosankan, Alvaro hanya mengisyaratkan mata pada Selena dengan maksud keluar dari kelas. Mereka sangat terpingkal setelah keluar dari kelas dimana jam kuliah yang bagi mereka terasa membosankan. Kini, mungkin karena tak lagi bersama, atau mungkin cinta Selena telah hilang dan sirna dari hatinya, hingga lupa tentang isyarat mata yang sering mereka lakukan di kampus. "Baiklah, Boy! Malam ini kita istirahat dulu. Aku sudah mempersiapkan kepergian kita besok. Jadi bersiaplah. Dan jangan mengelabuhiku," ucap Arkanta yang menghentikan isyarat mata Alvaro pada Selena. Untung saja Arkanta tidak melihatnya. "Baiklah, Ayah! Aku sangat senang sekali dengan rencanamu. Sepertinya, malam ini aku akan mimpi indah karena mendapat kejutan darimu," sahut Alvaro yang diakhiri dengan tawa menggelegarnya berharap apa yang dilakukannya diperc