"Karena aku tahu yang terbaik untukmu, Arkanta," sahut Sanjaya lirih. Arkanta mendekati Ayahnya dengan sempoyongan. "Hidup begini kah yang menurutmu baik, Ayah?" tanya Arkanta dengan mendengus kasar lalu sedikit terisak tangis. "Itu karena kau yang membuat hidupmu sendiri hancur, Arkanta!""Itu semua karenamu, Ayah!! Karena kau selalu memaksakan kehendakmu!" teriak Arkanta marah sembari menuding Sanjaya. "Kendalikan diri anda, Tuan!" ucap Luki di belakang Sanjaya hendak menghentikan aksi Arkanta. Namun, Sanjaya mencegahnya. "Aku memberikan hidup yang baik untukmu, tapi kau sendiri yang merusaknya! Jadi itu pilihanmu!" marah Sanjaya lalu bangkit meninggalkan Arkanta yang terisak tangis. "Kau lihat sendiri, Ayah! Cucu-cucumu pun akan berlaku sama sepertiku nanti. Karena apa? Karena semua keegoisanmu!" teriak Arkanta. Namun, Sanjaya tak menghiraukannya. Sanjaya keluar dengan memegang dadanya. Tubuhnya sedikit limbung, tapi Luki sudah siaga menjaga tuannya."Anda tidak apa-apa, Tuan
Sanjaya keluar dari kamar. Ia sedang tak bisa tidur. Sepulang dari mengunjungi Arkanta, ia sudah terlalu lama beristirahat. Yang mengakibatkan ia terjaga tengah malam begini. Ia berjalan tertatih menggunakan tongkatnya. Suasana rumah sepi. Dan ia hanya bisa menghela napas berat merasakan kesunyian di rumah ini. "Kakek." Daniel mengejutkan Sanjaya yang tengah berjalan hendak melewati dapur. Gelagat aneh Daniel jelas terlihat di mata Sanjaya. Namun, pria tua itu tak tahu apa sebabnya. "Kau mengagetkanku saja! Apa tidak ada hal lain selain mengejutkanku?" ucap Sanjaya dingin. "Kakek mau keluar? Apa Kakek tidak bisa tidur?" tanya Daniel yang seketika menggandeng Kakeknya menuju jalan utama. "Ada apa? Apa kau butuh sesuatu?" tanya Sanjaya heran melihat gelagat aneh cucu sulungnya. "Ah, tidak, Kek. Aku hanya ingin mencari udara segar. Karena aku juga tak bisa tidur. Kebetulan ada Kakek. Aku jadi ada teman," ucap Daniel dengan senyum dipaksakan. Sanjaya hanya mendengus kasar lalu mela
Selena membuang muka. Ia hampir saja merasa kasihan pada Daniel. Namun, rupanya pria itu hanya sedang menggodanya. Atau mungkin saja, lukanya memang dibuat untuk menarik perhatiannya?Selena mendorong kasar tubuh Daniel dari hadapannya. Dia hampir tak bisa bernapas berhadapan dengan hembusan napas Daniel yang membuatnya meremang. "Kau tahu apa yang aku yakini, Selena?" tanya Daniel menghentikan langkah Selena yang hendak keluar."Aku yakin, suatu saat nanti kau akan menjadi milikku seutuhnya," sambung Daniel dan Selena menoleh ke arahnya. "Itu hanya obsesimu, Niel!""Ya, benar. Aku memang sudah terobsesi padamu. Tapi apa kau tahu? Aku yakin, obsesi yang dilandasi cinta yang tulus, akan menang melebihi orang yang mencintaimu, tapi akhirnya marah padamu," ucap Daniel dengan seringainya yang menyebalkan di mata Selena. "Omong kosong!" umpat Selena kesal."Akan aku buktikan perkataanku, Selena. Bahwa aku bisa membuktikan hal itu," ucap Daniel penuh keyakinan. Selena hanya mendengus kas
"Kakek?" seru Daniel terkejut melihat Kakeknya masuk ke dalam ruangan. Sandy segera berdiri dan membungkuk memberi hormat pada Pimpinan perusahaan ini. "Apa kau tidak tahu tugasmu sebagai seorang asisten?" tanya Sanjaya pada Sandy. Membuat laki-laki itu menatap sebentar pada Sanjaya kemudian tertunduk kembali."Harusnya kau bisa menjaga setiap ucapan dan sikap atasanmu agar tidak sembarangan berucap! Ingat itu!" titah Sanjaya yang di angguki oleh Sandy. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Daniel, sedangkan cucunya itu hanya menghela napas lelah."Apa kau tidak berpikir, jika ucapanmu bisa saja terdengar dari luar? Apa kau seceroboh itu?!" marah Sanjaya membuat Daniel terdiam. Dia memang bersalah. Karena tak menjaga ucapannya. "Maaf, Kek. Tadi aku hanya...""Aku membiarkan kamu seperti ini karena aku memberimu kesempatan. Dan tugasmu adalah, bagaimana caranya agar tidak menggagalkan pernikahanmu secepat kontrakmu," ujar Sanjaya membuat Daniel mendelik. Daniel berpikir, sejauh mana Kakek
Alvaro dan Selena terkejut dan segera melepaskan pelukan keduanya. Selena menunduk dalam, kali ini mereka tak akan selamat. Begitu pikir Selena. "Beginikah balasanmu pada Kakek? Setelah aku memberimu pendidikan dan segala kebutuhan yang kau mau!" marah Sanjaya pada Alvaro. Matanya memerah melihat kelakuan cucu bungsunya. Ia tidak menyangka jika Alvaro bisa berbuat hal senekat itu di belakang Kakaknya sendiri. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Selena yang sudah terisak tangis, "beginikah tabiat aslimu? Beginikah peran istri yang kau mainkan? Apa begitu menyenangkan bagimu?!" marah Sanjaya dengan napas tersengal. Ia hanya tak habis pikir, kedua insan itu berbuat hal yang memalukan. Daniel berlari dari atas tangga mendengar keributan di bawah sana. Serta para asisten rumah tangga dan juga Rani, juga ikut keluar karena mendengar keributan di tengah malam."Kek, mereka hanya...""Jadi kau tahu?!" tanya Sanjaya menatap Daniel yang hendak berucap. Daniel hanya membuang napas kasar, ia menuru
Daniel menegang di tempatnya. Ia melupakan satu hal, bahwa Ayahnya menginap di rumah ini setelah rapat siang tadi. Daniel hendak meninggalkan Arkanta, tapi Ayahnya itu mencegahnya. "Setidaknya, ada sedikit kemiripan antara kita, Nak. Hahaha. Aku tidak menyangka, kau juga punya ambisi itu untuk menempati jabatan di kantor. Hahahaha." Arkanta terus saja menertawakan Daniel membuat pria itu ingin sekali membungkam mulut Ayahnya sendiri. "Aku berbuat seperti ini karena aku ingin meringankan beban kakek yang harus terus menghadapi orang seperti dirimu!" ucap Daniel dingin menatap tajam Ayahnya. "Hahahaha. Seperti apa diriku? Apa seperti dirimu? Begitu? Hahahaha." Arkanta terus tertawa seolah hal itu sebuah hal lucu yang pantas di tertawakan. Daniel bergegas pergi dan tak ingin mendengar cemoohan Ayahnya."Dengar, Nak. Kau berhak memilih hidupmu. Jangan sampai kau menjadi pecundang seperti diriku," ucap Arkanta menghentikan langkahnya mendengar suara yang keluar dari mulut Ayahnya."And
Daniel menggeram frustasi. Masalah yang dihadapinya seakan datang bertubi-tubi. Semua bermula saat dirinya memutuskan untuk kembali pulang. Setelah beberapa tahun ia hidup tenang di luar negeri. Dalam hatinya, ia sedikit merasa telah salah mengambil keputusan. Namun, melihat pesona Selena saat itu membuatnya tidak menyesal karena pulang. Namun, jika tahu masalahnya jadi begini, mungkin dulu ia akan berpikir berulang kali untuk kembali. "Luki? Bagaimana keadaan Kakek?" tanya Daniel di seberang telpon pada asisten kakeknya. "Keadaannya tidak baik-baik saja. Saya sedikit mengkhawatirkan kesehatannya akhir-akhir ini," ungkap Luki membuat Daniel mendengus pelan. "Jangan katakan apapun pada Kakek. Aku akan membawa Alvaro pulang sebelum pesta di mulai. Kau beritahu beberapa pengawal di sana untuk memeriksa cctv di rumah, lalu kabari aku. Segera!" titah Daniel sembari terus mengemudikan mobilnya. "Sandy, suruh beberapa pengawal untuk mengikuti kita. Kita akan mencari Alvaro sampai dapat,
Daniel sampai di depan rumah lamanya. Ia bergegas turun bersama Sandy. Saat ia melihat mobil yang dibawa Alvaro ada di depan rumah, Daniel bergegas lari masuk ke dalam.Namun, nihil. Di dalam rumah itu kosong tak ada orang. Lalu baru menyadari jika mobil lamanya di garasi sudah tak ada. Membuat Daniel segera menyadari sesuatu. "Shit! Mobil yang berpapasan dengan kita tadi, itu Alvaro, San!" pekik Daniel segera berlari kembali ke mobilnya. Mereka segera mengejar Alvaro. Perasaannya makin dibuat tak karuan oleh adiknya. "Perasaanku tak salah tadi. Selena yang memanggilku," gumam Daniel dan Sandy mempercepat laju kendaraannya. "Tolong tutup semua jalur udara, laut juga darat menuju luar kota ataupun luar negeri!" titah Daniel pada salah seorang pengawalnya melalui telepon. Daniel mengerahkan semua orang-orangnya sebelum kakeknya tahu kekacauan yang dilakukan oleh Alvaro. "Apa yang kau lakukan, Al! Jangan bodoh!" geram Daniel. "Ayo cepat, San!" teriak Daniel membuat Sandy hanya mend