Selena membuang muka. Ia hampir saja merasa kasihan pada Daniel. Namun, rupanya pria itu hanya sedang menggodanya. Atau mungkin saja, lukanya memang dibuat untuk menarik perhatiannya?Selena mendorong kasar tubuh Daniel dari hadapannya. Dia hampir tak bisa bernapas berhadapan dengan hembusan napas Daniel yang membuatnya meremang. "Kau tahu apa yang aku yakini, Selena?" tanya Daniel menghentikan langkah Selena yang hendak keluar."Aku yakin, suatu saat nanti kau akan menjadi milikku seutuhnya," sambung Daniel dan Selena menoleh ke arahnya. "Itu hanya obsesimu, Niel!""Ya, benar. Aku memang sudah terobsesi padamu. Tapi apa kau tahu? Aku yakin, obsesi yang dilandasi cinta yang tulus, akan menang melebihi orang yang mencintaimu, tapi akhirnya marah padamu," ucap Daniel dengan seringainya yang menyebalkan di mata Selena. "Omong kosong!" umpat Selena kesal."Akan aku buktikan perkataanku, Selena. Bahwa aku bisa membuktikan hal itu," ucap Daniel penuh keyakinan. Selena hanya mendengus kas
"Kakek?" seru Daniel terkejut melihat Kakeknya masuk ke dalam ruangan. Sandy segera berdiri dan membungkuk memberi hormat pada Pimpinan perusahaan ini. "Apa kau tidak tahu tugasmu sebagai seorang asisten?" tanya Sanjaya pada Sandy. Membuat laki-laki itu menatap sebentar pada Sanjaya kemudian tertunduk kembali."Harusnya kau bisa menjaga setiap ucapan dan sikap atasanmu agar tidak sembarangan berucap! Ingat itu!" titah Sanjaya yang di angguki oleh Sandy. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Daniel, sedangkan cucunya itu hanya menghela napas lelah."Apa kau tidak berpikir, jika ucapanmu bisa saja terdengar dari luar? Apa kau seceroboh itu?!" marah Sanjaya membuat Daniel terdiam. Dia memang bersalah. Karena tak menjaga ucapannya. "Maaf, Kek. Tadi aku hanya...""Aku membiarkan kamu seperti ini karena aku memberimu kesempatan. Dan tugasmu adalah, bagaimana caranya agar tidak menggagalkan pernikahanmu secepat kontrakmu," ujar Sanjaya membuat Daniel mendelik. Daniel berpikir, sejauh mana Kakek
Alvaro dan Selena terkejut dan segera melepaskan pelukan keduanya. Selena menunduk dalam, kali ini mereka tak akan selamat. Begitu pikir Selena. "Beginikah balasanmu pada Kakek? Setelah aku memberimu pendidikan dan segala kebutuhan yang kau mau!" marah Sanjaya pada Alvaro. Matanya memerah melihat kelakuan cucu bungsunya. Ia tidak menyangka jika Alvaro bisa berbuat hal senekat itu di belakang Kakaknya sendiri. "Dan kau!" tunjuk Sanjaya pada Selena yang sudah terisak tangis, "beginikah tabiat aslimu? Beginikah peran istri yang kau mainkan? Apa begitu menyenangkan bagimu?!" marah Sanjaya dengan napas tersengal. Ia hanya tak habis pikir, kedua insan itu berbuat hal yang memalukan. Daniel berlari dari atas tangga mendengar keributan di bawah sana. Serta para asisten rumah tangga dan juga Rani, juga ikut keluar karena mendengar keributan di tengah malam."Kek, mereka hanya...""Jadi kau tahu?!" tanya Sanjaya menatap Daniel yang hendak berucap. Daniel hanya membuang napas kasar, ia menuru
Daniel menegang di tempatnya. Ia melupakan satu hal, bahwa Ayahnya menginap di rumah ini setelah rapat siang tadi. Daniel hendak meninggalkan Arkanta, tapi Ayahnya itu mencegahnya. "Setidaknya, ada sedikit kemiripan antara kita, Nak. Hahaha. Aku tidak menyangka, kau juga punya ambisi itu untuk menempati jabatan di kantor. Hahahaha." Arkanta terus saja menertawakan Daniel membuat pria itu ingin sekali membungkam mulut Ayahnya sendiri. "Aku berbuat seperti ini karena aku ingin meringankan beban kakek yang harus terus menghadapi orang seperti dirimu!" ucap Daniel dingin menatap tajam Ayahnya. "Hahahaha. Seperti apa diriku? Apa seperti dirimu? Begitu? Hahahaha." Arkanta terus tertawa seolah hal itu sebuah hal lucu yang pantas di tertawakan. Daniel bergegas pergi dan tak ingin mendengar cemoohan Ayahnya."Dengar, Nak. Kau berhak memilih hidupmu. Jangan sampai kau menjadi pecundang seperti diriku," ucap Arkanta menghentikan langkahnya mendengar suara yang keluar dari mulut Ayahnya."And
Daniel menggeram frustasi. Masalah yang dihadapinya seakan datang bertubi-tubi. Semua bermula saat dirinya memutuskan untuk kembali pulang. Setelah beberapa tahun ia hidup tenang di luar negeri. Dalam hatinya, ia sedikit merasa telah salah mengambil keputusan. Namun, melihat pesona Selena saat itu membuatnya tidak menyesal karena pulang. Namun, jika tahu masalahnya jadi begini, mungkin dulu ia akan berpikir berulang kali untuk kembali. "Luki? Bagaimana keadaan Kakek?" tanya Daniel di seberang telpon pada asisten kakeknya. "Keadaannya tidak baik-baik saja. Saya sedikit mengkhawatirkan kesehatannya akhir-akhir ini," ungkap Luki membuat Daniel mendengus pelan. "Jangan katakan apapun pada Kakek. Aku akan membawa Alvaro pulang sebelum pesta di mulai. Kau beritahu beberapa pengawal di sana untuk memeriksa cctv di rumah, lalu kabari aku. Segera!" titah Daniel sembari terus mengemudikan mobilnya. "Sandy, suruh beberapa pengawal untuk mengikuti kita. Kita akan mencari Alvaro sampai dapat,
Daniel sampai di depan rumah lamanya. Ia bergegas turun bersama Sandy. Saat ia melihat mobil yang dibawa Alvaro ada di depan rumah, Daniel bergegas lari masuk ke dalam.Namun, nihil. Di dalam rumah itu kosong tak ada orang. Lalu baru menyadari jika mobil lamanya di garasi sudah tak ada. Membuat Daniel segera menyadari sesuatu. "Shit! Mobil yang berpapasan dengan kita tadi, itu Alvaro, San!" pekik Daniel segera berlari kembali ke mobilnya. Mereka segera mengejar Alvaro. Perasaannya makin dibuat tak karuan oleh adiknya. "Perasaanku tak salah tadi. Selena yang memanggilku," gumam Daniel dan Sandy mempercepat laju kendaraannya. "Tolong tutup semua jalur udara, laut juga darat menuju luar kota ataupun luar negeri!" titah Daniel pada salah seorang pengawalnya melalui telepon. Daniel mengerahkan semua orang-orangnya sebelum kakeknya tahu kekacauan yang dilakukan oleh Alvaro. "Apa yang kau lakukan, Al! Jangan bodoh!" geram Daniel. "Ayo cepat, San!" teriak Daniel membuat Sandy hanya mend
Daniel serta orang-orangnya mempercepat lari mendekati Joshua, Alvaro dan juga Selena. Mendengar Selena yang meneriakan namanya, membuatnya tahu bahwa gadis itu merasa tidak aman."Lepaskan Selena, Al!" teriak Daniel ketika sudah dekat dengannya. Namun, Joshua menghalanginya. "Aku baru tahu satu hal besar yang kau sembunyikan dari semua orang, Niel. Jika semua orang tahu, ini pasti akan jadi berita panas di Jaya Group. Hahahaha!" tawa Joshua lantang dan membuat Daniel marah."Kau tak berhak ikut campur, Jo! Minggir," ucap Daniel memperingati Joshua. Sedangkan para orang-orang Daniel dan Joshua sudah baku hantam. Keadaan semakin ribut. Bruk! Daniel mendorong Joshua hingga terjatuh. Lalu berlari menghampiri Selena yang masih ditarik paksa oleh Alvaro. "Ayo, Selena. Menurutlah!" paksa Alvaro. "Lepaskan Selena, Al!" teriak Daniel lalu menarik Selena dari tangan Alvaro. Sementara Alvaro sudah ditangkap oleh orang-orang Daniel. Bug!Sebuah pukulan mendarat di kepala Daniel membuat lak
Daniel terkejut mendengar penuturan kakeknya. Teringat ucapan Selena yang mengatakan jika Alvaro terlihat aneh. Dan juga kemarahan Alvaro akhir-akhir ini yang ia rasa tidak bisa dikontrol. Ia sangat tahu, adiknya bukanlah orang yang gegabah dan mudah emosi. Apalagi kepada dirinya sebagai kakak. "Jadi karena itu kau bersikap seperti ini, Al?" gumam Daniel sendiri. Ia menyesal karena tak bisa menjaga Alvaro dengan baik. "Apa yang telah terjadi di sana, hingga kau mengenal hal mengerikan seperti itu?" monolog Daniel lalu kembali ke pesta setelah Kakeknya tertidur. ____________"Bolehkah aku tahu, di mana kau mengenal Daniel?" tanya Arkanta mendekati Selena yang hanya berdiri memandang para tamu yang sedang menikmati pesta. Selena merasa risih didekati Arkanta. Ia pernah mendengar jika Ayah Daniel adalah pria yang suka bermain wanita. Dan ia takut akan hal itu. "Kami hanya pernah satu kampus, itu saja," jawab Selena sekenanya, ia takut bicara lebih banyak dan akan membongkar semua r