Kirana Putri Gintari, terlihat sangat bersinar ketika dirinya menjelaskan beberapa detail dari desain yang telah ia buat untuk kliennya. Kirana memang baru berusia dua puluh lima tahun, tetapi ia sudah debut menjadi seorang desainer, bahkan sudah menembus kancah New York Fashion Week, dan membuat namanya dengan cepat melambung tinggi. Prestasi yang memukau itu membuat namanya semakin harum di tanah air, hingga butiknya yang bernama Gintari, menjadi butik berkelas yang menjadi tempat di mana para sosialita meminang karya-karya milik Kirana.
“Apa aku akan cocok mengenakan kebaya seperti ini? Aku tidak percaya diri,” keluh salah seorang klien yang sudah cukup berumur. Ia terlihat tidak percaya diri harus mengenakan kebaya di usinya yang jelas tidak muda lagi.
Hal biasa yang terjadi ketika seseorang memang tidak terbiasa mengenakan kebaya di dalam hidupnya. Beberapa orang memang tidak tersentuh budaya ini, karena hidup dalam lingkungan yang memang tidak mengenal budaya tersebut. Namun, bagi Kirana ini bukan masalah. Sudah tugasnya bagi seorang desainer untuk memperkenalkan budaya dalam karya seni mode yang ia dalami. Ini adalah hal yang menyenangkan baginya.
Kirana yang mendengar hal itu tersenyum. “Nyonya tidak perlu cemas. Kebaya adalah pakaian yang bisa membuat pesona kita semakin terlihat. Sadar atau tidak menggunakan kebaya membuat penggunanya terbawa menjadi anggun dan lembut, selayaknya kesan kebaya yang selama ini kita ketahui,” ucap Kirana.
Benar, Kirana secara khusus mendedikasikan dirinya untuk merancang kebaya baik itu kebaya tradisional yang masih terikat banyak pakem adat istiadat, atau pun kebaya modifikasi yang sudah menyerap berbagai unsur modern. Sebagai kaum muda, Kirana dengan tangan dinginnya membawa kebaya menyusup ke kalangan muda hingga membuat kebaya dengan mudah kembali digandrungi. Bukan hanya oleh para kalangan berumur, tetapi juga oleh para anak muda. Kini bahkan sudah banyak mempelai wanita yang memilih kebaya sebagai pakaian di hari penting mereka.
“Kalau begitu, aku percayakan padamu,” ucap wanita itu.
Kirana mengangguk. Keduanya berbincang beberapa saat, sebelum sang klien memutuskan undur diri. Tya—asisten Kirana—bertugas untuk mengantarkan klien hingga ke pintu masuk. Kirana menghela napas dan merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu kaku. Tak lama, Tya kembali dan Kirana pun berkata, “Aku akan istirahat sebentar. Kau juga istirahat saja.”
“Baik, Bu,” jawab Tya patuh.
Kirana pun bangkit dari kursinya, tentu saja beranjak untuk beristirahat memulihkan tenaganya. Meskipun merancang dan membuat kebaya serta gaun-gaun indah adalah hal yang sangat menyenangkan, tetapi Kirana tetap saja merasa sangat lelah. Kirana melangkah menuju lantai tiga yang ia fungsikan sebagai ruang pribadinya. Kirana memang menggunakan bangunan yang sama dengan butiknya, sebagai tempat tinggalnya.
Hal itu Kirana lakukan demi menghemat waktu dan uang. Ia masih belum memiliki keuangan yang stabil. Jadi, ia harus sebisa mungkin mengatur keuangannya dan pintar-pintar memanfaatkan peluang. Untungnya, bangunan yang ia beli sebagai butik ini memiliki tiga lantai yang bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kirana menghela napas panjang saat dirinya sudah berbaring di ranjangnya yang nyaman. Semalam, Kirana begadang karena harus merevisi rancangannya. Kini ia benar-benar membutuhkan waktu istirahat. Sayangnya, baru saja Kirana terlelap, Tya sudah mengetuk pintu ruangannya.
“Bu, gawat!” seru Tya terdengar sangat panik.
Kirana yang mendengar hal itu tentu saja membuka matanya lebar-lebar dan beranjak turun dari ranjang. Ia membuka pintu kamarnya dengan cepat dan bertanya, “Ada masalah apa?”
“Ada klien baru, Bu,” jawab Tya masih terlihat panik.
“Bukankah kau sudah terbiasa untuk menyambut dan melayani mereka? Kenapa panik seperti ini?” tanya Kirana sembari kembali mengikat rambutnya menjadi satu dengan rapi. Dalam waktu singkat, kini Kirana sudah kembali tampil rapi dan menawan.
“Karena klien kita kali ini sangat tidak biasa!” seru Tya tampak begitu antusias.
Pada akhirnya, Kirana pun memilih untuk turun ke lantai satu, dan terkejut dengan apa yang ia lihat. Ternyata Kirana benar-benar merasa sangat terkejut karena perkataan Tya memang benar adanya. Klien Kirana kali ini sangat tidak biasa, karena ternyata calon klien Kirana adalah Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang masuk ke dalam daftar seratus orang terkaya di Asia. Kirana secara otomatis tersenyum profesional pada Kaivan dan pada seorang wanita yang duduk di samping Kaivan dengan kacamata hitam yang ia kenakan. Wanita itu sepertinya berniat untuk menyembunyikan identitasnya, dengan masih menggenakan kacamata hitanya itu.
“Selamat datang, Tuan dan Nona. Maaf, kalian harus menunggu. Jadi, apa yang bisa saya bantu?” tanya Kirana.
“Aku ingin, buatkan set pakaian pernikahan adat tradisional untuk kami. Untuk saat ini, fokus saja dengan kebaya yang akan dikenakan oleh calon istriku ini,” ucap Kaivan sembari menunjuk pada perempuan yang tampak enggan melepaskan kacamata yang ia kenakan.
“Buatkan kebaya yang cantik untuk pernikahanku,” ucap perempuan itu lalu tersenyum tipis.
Kirana mengangguk dengan senyum manisnya. “Tentu saja, Nona. Sebelum itu, lebih baik kita berkenalan dulu. Karena ke depannya, kita akan bekerja sama.”
Namun, Kaivan segera berkata, “Tidak perlu. Kami sudah mengenal dirimu, dan kau juga pasti sudah mengenalku. Untuk kekasihku, kau tidak perlu mengenalnya. Kau akan mengetahui nama dan wajahnya saat hari pernikahan nanti. Aku tidak mau sampai identitasnya tersebar sebelum waktunya.”
Mendengar hal itu, Kirana hanya menghela napas di dalam hatinya. Ia bertanya-tanya, apakah semua orang kaya memang memiliki pemikiran rumit seperti ini. Namun, Kirana tetap tersenyum dengan profesional dan meminta Tya untuk membawakan katalog. “Seperti yang Tuan dan Nona ketahui, saya memang mengkhususkan diri untuk merancang dan membuat kebaya. Baik itu kebaya tradisional maupun kebaya modern. Sebelum penjelasan lebih jauh, adat seperti apa yang akan digunakan saat akad nikah nanti? Apakah akad Jawa?” tanya Kirana menebak karena Kaivan memang berasal dari keluarga Jawa.
Namun, Kaivan menggeleng tegas. “Gunakan adat Sunda. Selain itu, hanya persiapkan kebaya untuk akad dan gaun untuk resepsi. Tidak perlu menyiapkan apa pun lagi,” ucap Kaivan membuat Kirana mengernyitkan keningnya.
Karena Kirana tahu betul, ada banyak rangkaian acara sebelum akad nikah. Entah itu siraman atau pengajian. Namun, Kirana tidak berkomentar lebih jauh, dan memilih untuk membuka katalog desain miliknya. Ia menunjukkan contoh karya yang sudah pernah ia buat dan berkata, “Nona dan Tuan bisa memilih model seperti apa yang akan dijadikan rujukan nantinya.”
Hanya saja, keduanya sama sekali tidak menyentuh atau bahkan melirik katalog yang ditunjukan oleh Kirana. Seakan-akan tidak tertarik untuk melihat hal tersebut. Hingga Kaivan berkata, “Tidak perlu. Kau jelas lebih profesional daripada kami. Pilihkan model yang paling cocok. Hanya saja, pastikan jika tidak banyak bagian yang terekspose.”
Kirana masih berusaha untuk memasang senyumannya. Ini masih bisa ia terima, karena memang masih masuk akal. Banyak pasangan yang memilih untuk mempercayakan semua hal mengenai pakaian hari penting mereka pada Kirana sepenuhnya. Jadi, Karena ini masih wajar. Namun, begitu Kirana berkata, “Kalau begitu, mari Nona, saya harus mendapatkan ukuran tubuh Nona terlebih dahulu.”
Namun, calon mempelai pengantin wanita itu menggeleng dengan tegas. Ia mengeluarkan sebuah kertas dari tas tangannya dan meletakkan di atas meja. “Aku tidak suka disentuh oleh orang asing. Jadi, sebelumnya aku sudah melakukan pengukuran yang tepat dengan orang yang kupercaya dan dia memang memiliki keahlian untuk melakukannya,” ucapnya membuat Kirana benar-benar terperangah.
Rasanya, Kirana saat ini ingin meneriaki keduanya untuk ke luar dari butiknya. Namun, Kirana masih memiliki akal sehat. Walau keduanya memiliki keinginan aneh-aneh, tetapi keduanya adalah klien yang berpotensi mengundang klien baru yang bisa membesarkan namanya. Kirana mengatur napasnya dan meraih kertas tersebut. Ia melihatnya dan memang bisa melihat semua ukurannya detail, tanda jika orang yang melakukan pengukuran tersebut memang sangat berpengalaman. Hanya saja, Kirana mengernyitkan keningnya. Kirana merasa sangsi jika ukuran tersebut memang ukuran dari calon kliennya.
Meskipun tidak melakukan pengukuran langsung, tetapi Kirana yang sudah berpengalaman, setidaknya bisa memperkirakan jika ukuran ini sepertinya tidak cocok dengan tubuh calon istri Kaivan. Belum juga Kirana menanyakan sesuatu, Kaivan sudah berkata, “Pakai saja ukuran itu. Tidak perlu cemas, kebaya yang kau buat pasti akan terpakai dengan baik nantinya.”
“Satu lagi, aku tidak mau melakukan fitting.”
Mendengar hal itu, Kirana jelas-jelas terkejut. “Nona, setidaknya kita harus melakukan fitting agar bisa memastikan semuanya pas,” ucap Kirana.
“Bukankah aku sudah mengatakannya? Aku tidak suka disentuh orang lain,” ucapnya dengan santai.
Kirana memejamkan matanya, berusaha untuk mengendalikan emosinya karena calon kliennya kali ini benar-benar memiliki sifat unik yang sudah agak menjengkelkan. Masalahnya, jika ukuran kebaya nantinya salah atau tidak pas karena tidak mau melakukan fitting sama sekali, maka Kirana yang akan mendapatkan masalah. Namanya sebagai seorang desainer tentu saja dipertaruhkan di sini. Kirana mungkin senang karena mendapatkan klien yang memiliki nama besar seperti Kaivan, tetapi jika seperti ini bisa-bisa Kirana hanya akan mendapatkan masalah saja. Kirana harus berhati-hati, dan mencari jalan keluar agar tidak mendapatkan kerugian yang merusak nama baik yang sudah susah payah ia bangun selama ini.
“Jika kau cemas, kau saja yang mencobanya. Apakah kebaya itu memang sudah sempurna atau belum,” tambah Kaivan sukses membuat Kirana terpaksa menyunggingkan senyuman canggung.
Belum apa-apa, tetapi kini Kirana sudah merasakan kepalanya pening. “Wah, ternyata klien kali ini bukan hanya kaya, tetapi juga gila. Paduan sempurna yang membuat kepalaku pusing hingga hari-H nanti,” ucap Kirana di dalam hati.
Kirana terlihat fokus merancang beberapa kebaya yang dipesan oleh Kaivan untuk calon istrinya. Hingga saat ini pun, Kirana masih tidak menyangka jika dirinya akan memdapatkan kesempatan untuk merancang kebaya untuk hari berharga seseorang seperti Kaivan dan calon istrinya. Selain karena status Kaivan sebagai seorang pengusaha yang termasuk ke dalam jajaran orang terkaya di Asia, berita mengenai Kaivan selama ini sepertinya sangat jauh dari kabar bahwa ia memiliki hubungan serius dengan seorang wanita.Sepertinya Kaivan benar-benar ingin merahasiakan hubungannya dengan sang kekasih, hingga media pun tidak bisa mengendus hubungan mereka sama sekali. Bukan kali ini saja, sepertinya sejak awal dirinya dikenal sebagai pengusaha muda yang tampan dan digandrungi oleh para wanita, Kaivan sama sekali tidak pernah terdengar memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Seakan-akan dirinya memang tidak pernah memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Perjalanan karirnya selama ini bersih da
“Ini kopinya, Bu,” ucap Tya sembari meletakkan mug kopi di atas meja sang bos.Sebagai asisten yang sudah bekerja dengan Kirana selama bertahun-tahun, Tya memag sudah memahami kebiasaan serta semua hal yang Kirana sukai atau tidak sukai. Karena itulah, Tya tahu jika saat ini Kirana memerlukan asupan kafein untuk menemani lemburnya. Sebenarnya, terlalu sering lembur memang tidak baik. Namun, kini mereka semua tengah sibuk. Apalagi pernikahan antara Kaivan dan calon istrinya yang misterius tinggal menghitung hari. Mereka semua harus fokus untuk mengerjakan pesanan.“Terima kasih,” ucap Kirana sembari merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal.“Oh, iya, Tya bisa langsung pulang setelah membereskan lantai satu. Pastikan jika kau mengunci pintu dengan benar,” tambah Kirana.Tyan mengangguk. “Terima kasih, Bu,” jawab Tya lalu turun untuk membereskan dan membersihkan lantai satu.Sementara Kirana menye
“Sampai akhir pun masih tetap dirahasiakan rupanya,” gumam Kirana saat melihat undangan yang diberikan padanya.Undangan tersebut tentu saja untuk pernikahan Kaivan dan kekasihnya yang ternyata memiliki inisial yang sama. Kirana pikir jika undangan pernikahan Kaivan pada akhirnya akan menunjukkan identitas sang calon istri, tetapi pada akhirnya Kirana harus menelan kekecewaan. Setelah tidak bisa melakukan fitting baju sama sekali pada mempelai wanita, hingga H-1 pernikahan pun, Kirana bahkan tidak mengetahui siapa klien wanitanya. Memangnya apa yang membuat Kaivan merahasiakan identitas calon istrinya hingga seperti ini? Kirana tidak bisa memahaminya.“Bu, semuanya sudah siap,” ucap Tya melaporkan pada Kirana.Kirana yang mendengar hal itu pun mengangguk. “Kalau begitu ayo. Tya tolong menyetir ya, aku terlalu lelah. Bisa gawat jika aku yang menyetir,” ucap Kirana sembari memberikan kunci mobilnya pada Tya.“Siap,
“Sah!”Tamu undangan berseru dengan kompak, mengesahkan pernikahan yang sangat menarik perhatian khlayak umum tersebut. Pernikahan mana lagi jika bukan pernikahan Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang tampan, yang telah dinobatkan sebagai salah satu orang muda terkaya di Asia. Selain itu, Kaivan juga dikenal sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat yang kabarnya masih memiliki keturunan kebangsawanan. Kaivan sendiri adalah putra dari Rama Gavriel Mahaswara yang berdarah Jawa kental, lalu menikah dengan seorang perempuan berdarah asing, bernama Helga Magd yang sudah mengantongi kewarganegaraan Indonesia.Benar, hal tersebutlah yang membuat sosok Kaivan menjadi lebih menawan. Ia memiliki darah campuran, Jawa dan Jerman yang membuatnya memiliki pesona yang lain daripada yang lain. Tubuh tinggi dan tegap, wajah yang rupawan, hingga pembawaan dingin yang penuh ketenangan, adalah gen yang diturunkan ol
Kirana mengerjap pelan saat dirinya berhasil membuka kedua matanya yang terasa begitu menempel dengan eratnya. Namun begitu dirinya bisa melihat dengan jelas, Kirana tersentak dan menjerit tanpa suara saat melihat seorang pria tampan yang tidur satu ranjang dengannya. Kirana secara refleks tentu saja segera memeriksa pakaiannya, dan terkejut jika saat ini pakaian yang tengah membalut tubuh rampingnya tak lain adalah sebuah gaun tidur yang tidak ia kenali. Itu jelas-jelas bukan pakaian miliknya. Karena Kirana tidak memiliki pakaian seperti itu.Di tengah kepanikan Kirana, ia pun memilih untuk segera turun dari ranjang luas yang rasanya sangat nyaman lebih nyaman daripada ranjang miliknya sendiri di butik. Meskipun merasa tubuhnya lelah bukan main, Kirana pun beranjak turun dari ranjang tersebut. Walau pada dasarnya Kirana tidak tahu di mana dan apa yang sudah terjadi, hal yang paling penting saat ini adalah segera pergi dari tempat tersebut. Namun begitu berdiri dan berniat melangkah,
“Berikan tanda tutup di pintu butik kita, Tya,” ucap Kirana sembari mengurut pelipisnya dengan frustasi.Tya tentu saja segera berlari untuk mengerjakan perintah sang bos. Sementara para pekerja baru, diam-diam masuk ke dalam ruang istirahat yang memang disediakan untuk para pekerja. Sekarang Kirana memang sudah menambah pekerja baru, yang akan membantu dirinya dan Tya mengatur butik dan membantu pengerjaan pesanan yang memang membludak setelah kabar pernikahan Kirana dan Kaivan tersebar. Gintari Butik menjadi butik yang benar-benar menjadi pusat mode kalangan sosialita ibu kota.Namanya menjadi semakin dikenal oleh orang-orang dan menarik begitu banyak klien begitu dibuka setelah Kirana kembali bekerja. Semua orang berebut untuk bertemu dengan Kirana dan mendapatkan karya terbaik dari Kirana. Mereka juga datang tidak dengan tangan kosong. Mereka jelas-jelas ingin menunjukan bahwa mereka ingin menjalin hubungan baik dengan Kirana. Kirana menghela napas. Sayangnya, semua itu merasa tid
“Wah ternyata aku punya menantu yang pintar memasak,” ucap Helga memuji kemampuan memasak Kirana.Saat ini, Kirana memang tengah membantu Helga untuk menyiapkan makan malam. Karena selama ini Kirana tinggal sendirian, setelah kedua orang tuanya meninggal, Kirana mendesak dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan untuk bertahan sendiri. Termasuk dalam hal makanan. Dulu, saat dirinya masih menjadi seorang mahasiswi, ia harus mengatur keuangannya yang sangat tidak stabil dengan baik. Memasak makanannya sendiri adalah hal terbaik untuk memastikan jika uangnya bisa ia manfaatkan semaksimal mungkin.“Ibu terlalu memuji,” ucap Kirana, jelas karena Helga memang memiliki kemampuan memasak yang lebih baik daripada dirinya.Sebenarnya, Kirana tidak mau tinggal di kediaman keluarga Mahaswara ini. Meskipun mewah dan nyaman, tetapi bagi Kirana tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya sendiri. Apalagi, dirinya harus selalu bersandiwara menjadi pasangan yang saling mencintai dengan Kaivan yang
“Bu?”Kirana yang mendengar panggilan Tya, menoleh dan melepaskan kacamata baca yang akhir-akhir ini Kirana butuhkan saat dirinya bekerja terlalu lama di hadapan layar komputer. “Ya? Ada apa?” tanya Kirana.Tya mendekat dan berkata, “Ini sudah waktunya butik tutup.”Kirana yang mendengar hal itu terkejut. Ia pun melihat jam pada monitor komputernya dan terkejut jika ternyata ini memang sudah tiba waktunya butik tutup dan para pekerja pulang. Kirana pun berkata, “Pulanglah setelah membereskan lantai satu. Seperti biasanya tutup dan kunci pintunya.”Tya yang mendengar hal itu pun mengernyitkan keningnya. “Apa Ibu akan lembur?” tanya Tya.Sebenarnya, bukan hal yang aneh bahwa Kirana lembur. Itu hal yang biasa. Hanya saja, sekarang Kirana sudah menikah. Untuk lembur, pasti dia perlu untuk meminta izin pada suaminya, walaupun Tya sendiri tahu jika keduanya menikah bukan karena rasa cinta, akan tetapi dipaksa oleh situasi. Namun, Tya rasa sepertinya baik Kavian maupun Kirana sama-sama berus
“Bunda mau minum? Kakak ambilkan ya,” ucap Sultan lalu turun dari ranjang dan berlari dengan cepat meninggalkan kamar utama.Setelah tahu jika Kirana hamil, Sultan memang segera mengubah panggilan dirinya menjadi kakak. Ia terlihat bertindak lebih dewasa, seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya memang sudah siap menjadi seorang kakak. Selama hampir delapan bulan ini, Sultan memang selalu berada di sisi Kirana, dan membantu Kirana di segala hal. Entah itu menemani Kirana berjalan-jalan, hingga mengambilkan barang ini itu, seperti saat ini. Sultan tengah mengambilkan air minum yang memang habis di dalam kamar utama.Kaivan yang melihat hal itu tersenyum. Ia menunduk dan mencium perut buncit Kirana sembari berbisik, “Putri cantik, sepertinya kau akan memiliki seorang kakak yang sangat menyayangimu, dan akan menjagamu dengan sangat baik.”Benar, sudah dipastikan jika janin di dalam kandungan Kirana tak lain adalah adik perempuan yang didambakan oleh Sultan. Hal inilah yang membuat Sult
“Menjauh!” seru Kirana pada Kaivan.Sultan yang mendengar hal itu segera menjaga bundanya dan meminta Kaivan menjaga jarak. “Ayah, jangan nakal! Adik dan Bunda tidak mau dekat-dekat dengan Ayah. Jadi, Ayah tidak boleh mendekat,” ucap Sultan membuat Kaivan sangat jengkel dibuatnya.Kini, Sultan benar-benar memiliki cara untuk menjauhkan Kirana dengannya. Padahal, saat ini adalah hal yang sangat penting. Kaivan harus tetap berada di sekitar Kirana, takut-takut jika istrinya itu memiliki keinginan di kehamilan mudanya. Tentu saja Kaivan tidak mungkin membiarkan Kirana ngidamnya tidak terpenuhi. Kaivan tidak mau sampai putrinya yang cantik harus ngiler nantinya. Kaivan tentu saja tidak akan tega.“Rara,” ucap Kaivan setengah memohon.Namun, Kirana sama sekali tidak mau mendengar perkataan Kaivan. Entah kenapa, Kirana memang tidak mau berdekatan dengan Kaivan setelah kehamilannya mencapai empat bulan. Rasanya, melihat wajahnya saja sudah membuat Kirana kesal bukan main. Benar-benar menyeba
Sudah enam bulan lamanya Sultan tidur sendiri tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Semakin hari, Sultan memang berusaha untuk bertindak dewasa. Sultan secara terang-terangan berkata jika dirinya tengah bersiap untuk menjadi seorang kakak. Sultan yang biasanya selalu mendapatkan mainan baru seminggu sekali dari kakek dan nenek, atau kedua orangtuanya, memilih untuk meminta uang jajan sebagai gantinya.Saat ditanya mengapa Sultan melakukan hal tersebut, ternyata Sultan menjawab jika dirinya harus menabung untuk membelikan jajan dan mainan yang bagus untuk adiknya. Mendengar hal itu, Kaivan dan Kirana merasa begitu tersentuh. Keduanya bisa merasakan betapa besarnya kasih sayang yang dimiliki oleh Sultan pada adik yang bahkan belum ia miliki. Benar, belum dimiliki. Karena sampai sekarang pun, Kirana belum dinyatakan hamil. Jujur saja, hal itu sudah membuat Kirana agak tertekan.Namun, sebisa mungkin Kirana bersikap biasa di hadapan putra dan suaminya. Saat ini saja, Kirana tengah menem
Kirana merasa tubuhnya pegal bukan main. Hal tersebut membuat dirinya enggan untuk membuka mata. Nanti Kirana perlu memberikan pelajaran pada Kaivan. Gara-gara dirinya, Kirana merasa begitu pegal seperti ini. Kaivan terlalu bersemangat tadi malam, hingga tidak mendengar perkataan Kirana sama sekali.Rasanya, ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Namun, Kirana tahu jika ini saatnya ia bangun. Ia harus menyiapkan sarapan untuk sultan. Karena putra tampannya itu, sama sekali tidak mau makan masakan orang lain. Sama seperti Kaivan. Karena alasan itu, Kirana harus memasak makanan untuk kedua jagoannya.Saat Kirana membuka matanya, Kirana terkejut karena ternyata waktu sudah sangat siang. Ia hampir melompat dari ranjangnya karena teringat bahwa putranya belum makan. Namun, hal itu urung ketika Kaivan masuk ke dalam kamar dan berkata, “Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Sultan pergi ke rumah Ibu dan Ayah. Dia berkata akan menginap di sana selama seminggu.”Kirana yang mendengar hal itu te
Lima tahun kemudian“Lepas!” ucap Kaivan memberikan perintah tegas pada putranya yang terlihat selayaknya versi mungil dari dirinya sendiri.Sultan yang mendengar perintah tersebut sama sekali tidak menoleh dan masih menggenggam tangan bundanya dengan begitu erat. Sementara Kaivan yang melihat tingkah tersebut benar-benar jengkel dibuat oleh tingkah putranya yang selalu saja mengganggu waktunya dengan sang istri. Sultan selalu saja memonopoli waktu kebersamaan keduanya. Karena itulah, setelah lima tahun berlalu, Sultan tidak seakan-akan tidak mau membiarkan kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alhasil, keinginan Kaivan untuk memiliki seorang putri diundur hingga lima tahun lamanya.Kaivan agak jengkel lalu berkata, “Hari adalah bagianku tidur denganmu. Seharusnya Sultan tidur di kamarnya sendiri.”Kirana mengurut pelipisnya karena Kaivan dan Sultan memang sangat tidak mau tidur bersama, tetapi sangat ingin tidur dengan Kirana. Karena itulah, Kaivan dan Sultan berbagi h
Setelah apa yang terjadi di kediaman Wirasana, Kirana dan Kaivan bisa menjalani kehidupan mereka dengan leluasa tanpa beban apa pun. Hubungan mereka menjadi lebih baik karena baik Kirana maupun Kaivan berkomitmen untuk saling terbuka serta saling percaya. Keduanya sudah terlihat selayaknya pasangan suami istri yang saling mencintai, dan menikah karena dasar cinta yang mendalam. Cinta pertama yang biasanya berakhir menyedihkan, ternyata berhasil mempertemukan keduanya kembali dan mengikat mereka dalam sebuah hubungan yang penuh kasih.Kirana yang sebelumnya terikat akan masa lalu yang menyedihkan dengan keluarga besar ayahnya, kini sudah tidak lagi peduli dengan mereka. Beban besar yang selama ini membuat Kirana sesak, sudah tidak lagi terasa. Ia bisa mengunjungi pusara mendiang ayahnya dan ibunya dengan leluasa, hal itu membuat Kirana merasa sedikit banyak merasa lega. Kini, Kirana hanya perlu melangkah maju tanpa menoleh dan kembali mengingat luka yang ia dapat di masa lalu.Sejak te
Perkataan yang ia dengar sepertinya bisa membuat Nadya yang semula terlarut dengan kenangannya sendiri tersadar. Orang yang semula ia kira adalah Sandy, bukanlah putranya, melainkan seorag perempuan muda yang tak lain adalah cucu yang selama ini tidak pernah Nadya akui. Saking tidak mau mengakuinya, Nadya bahkan tidak pernah mau melihat wajahnya setelah kematian putra pertama yang sangat ia sayangi.Jadi, Nadya tidak tahu jika ternyata Kirana, cucu yang tidak ia akui, tumbuh dengan memiliki sorot mata yang begitu mirip dengan Sandy, hingga membuat kerinduan yang selama ini Nadya pendam membuncah begitu saja. Kerinduan yang membuatnya sama sekali tidak bisa menahan air matanya. Jika saat ini Sandy masih hidup, ia tidak mungkin merasa sesedih ini. Jika saja, Nadya bisa mengulang waktu. Nadya mungkin akan belajar menerina kehadiran Gintari di tengah-tengah keluarganya.Semakin dilihat, semakin mirip rasanya Kirana dengan Sandy. Hal itu membuat Nadya yang selama beberapa hari ini tidak bi
“Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji,” bisik Kaivan pada Kirana yang terlihat begitu gelisah.Saat ini, Kirana dan Kaivan tengah berada di ruang bersalin. Karena ternyata proses persalinan Kirana harus segera dilakukan karena kondisi kandungan Kirana yang tiba-tiba mengalami masalah. Beberapa jam setelah Kirana tahu bahwa Kaivan adalah cinta pertamanya, dan semua kebenaran mengenai masalah yang terjadi, tiba-tiba Kirana merasakan kontraksi. Lalu dokter yang bertanggung jawab menyatakan jika proses persalinan harus segera dilakukan. Tentu saja persalinan cesar adalah satu-satunya pilihan untuk mereka.Untungnya, pihak rumah sakit memang sudah bersiap siaga. Persalinan segera dipersiapkan. Kaivan menemani Kirana di dalam ruang persalinan, karena Kirana sama sekali tidak mau melepaskan tangan Kaivan. Sementara Helga, Rama, Joan, dan Tya menunggu di luar ruangan. Keempatnya berdoa dengan khusu untuk keselamatan Kirana dan calon penerus keluarga Maheswara tersebut. Kaivan sendiri se
Kirana membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Secara perlahan, Kirana berkedip untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Setelah beberapa saat, Kirana pun sadar jika dirinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Selain ruangan serba putih yang mengingatkannya dengan tempat tersebut, aroma yang hanya bisa ditemukan di rumah sakit kini tengah memenuhi rongga pernapasannya. Agak kurang nyaman, tetapi Kirana yang tengah lemah tidak bisa mengatakan ketidaknyamanan yang tengah ia rasakan dengan leluasa. Hingga, Kirana mendengar sebuah suara yang cukup familier di telinganya.“Astaga, menantu cantik Ibu sudah bangun,” ucap Helga lalu terburu-buru mendekat ke ranjang rawat Kirana.Sementara Rama yang melihat Kirana sudah sadar segera menghubungi dokter dan suster yang bertanggung jawab terhadap Kirana. Lalu Rama mendekat pada Kirana dan berkata, “Tenanglah. Sekarang kau dan janin dalam kandunganmu telah aman.”“A—“ Kirana tidak bisa melanjutkan perkataannya kare