“Ini kopinya, Bu,” ucap Tya sembari meletakkan mug kopi di atas meja sang bos.
Sebagai asisten yang sudah bekerja dengan Kirana selama bertahun-tahun, Tya memag sudah memahami kebiasaan serta semua hal yang Kirana sukai atau tidak sukai. Karena itulah, Tya tahu jika saat ini Kirana memerlukan asupan kafein untuk menemani lemburnya. Sebenarnya, terlalu sering lembur memang tidak baik. Namun, kini mereka semua tengah sibuk. Apalagi pernikahan antara Kaivan dan calon istrinya yang misterius tinggal menghitung hari. Mereka semua harus fokus untuk mengerjakan pesanan.
“Terima kasih,” ucap Kirana sembari merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal.
“Oh, iya, Tya bisa langsung pulang setelah membereskan lantai satu. Pastikan jika kau mengunci pintu dengan benar,” tambah Kirana.
Tyan mengangguk. “Terima kasih, Bu,” jawab Tya lalu turun untuk membereskan dan membersihkan lantai satu.
Sementara Kirana menyesap kopi yang sudah dibuatkan oleh Tya, untuk membuatnya terjaga. Hari ini, ia harus kembali lembur karena hari H pernikahan Kaivan dan kekasihnya semakin dekat. Sebenarnya, semuanya sudah selesai. Hanya saja Kirana perlu melakukan penyesuaian dan menunggu kabar dari Kaivan mengenai sesi fitting baru. Kirana benar-benar berharap jika mempelai wanita bersedia melakukan fitting, karena itu sangat dibutuhkan untuk memastikan semuanya sesuai.
Kirana sendiri agak jengkel, jika sampai kekasih Kaivan kembali tidak mau melakukan fitting. Karena itu jelas menyulitkan baginya sebagai seorang desainer yang dipercaya oleh mereka untuk merancangkan pakaian untuk hari penting mereka. Apa mungkin Kaivan dengan kekasihnya itu tidak berpikir bahwa tindakan mereka ini hanya menyulitkan orang lain? Sepertinya orang kaya memang memiliki sifat seperti itu.
Kirana menguap lebar. Ia merasa sangat lelah, karena selama beberapa hari ini dirinya terus lembur. Siang harinya ia juga sangat sibuk, karena ada beberapa pesanan dank lien baru yang masuk. Setelah ia selesai dengan pesanan Kaivan, sepertinya Kirana bisa sedikit bersantai. Ia juga harus mencari pekerja baru untuk membantu Tya, karena sepertinya ini memang sudah waktunya bagi Kirana untuk mencari pekerja baru. Untuk kesekian kalinya, Kirana menguap lebar. Ia mengambil bolpoint dan kembali menatap pekerjaannya.
Sayangnya, rasa lelah dan kantuk yang ia rasakan sama sekali tidak berpengaruh baginya. Pada akhirnya, Kirana pun tertidur dengan posisi terduduk di kursi kerjanya. Tentu saja tidur dengan posisi tersebut sama sekali tidak nyaman dan pasti akan membuatnya merasa sakit di sekujur tubuhnya keesokan harinya, kerena tidak tidur dengan posisi yang benar. Terlalu lelap, Kirana bahkan hampir jatuh dari kursinya. Untungnya, seseorang menahan tubuh Kirana dengan sigap. Saat itu pula Kirana membuka matanya lebar-lebar dan tersentak berdiri, hingga keningnya membentur sesuatu dengan keras. Disusul dengan erangan tertahan.
“Ugh!”
Kirana mematung saat melihat Kaivan yang tengah meringis dan mengusap dagunya yang sepertinya tadi terbentur kepala Kirana. Tentu saja Kirana terlihat kebingungan. Namun beberapa saat kemudian, ekspresi bingungnya berubah menjadi ekspresi panik ketika ia menyadari sesuatu yang janggal di sana. “Ba, Bagaimana kau bisa masuk?!” tanya Kirana dengan nada tinggi dengan pikiran macam-macam.
Kirana yang masih setengah mengantuk terlihat panik. Bagaimana mungkin dirinya tidak panik, jika saat ini seseorang yang tidak seharusnya berada di dalam butiknya, malah masuk dengan leluasa seperti ini. Karena ia yakin, pintu butik sudah dikunci rapat, mengingat Tya sudah pulang. Secara alami, tentunya Kirana saat ini merasa sangat terancam. Karena berpikir Kaivan menyusup masuk ke dalam butiknya.
Kaivan hanya mendengkus kasar, dan beranjak untuk duduk di sofa sembari mengusap dagunya yang masih terlihat memerah. Belum sempat Kirana memaki Kaivan yang benar-benar memaki Kaivan, Tya sudah muncul dengan membawakan teh yang terlihat masih mengepul. “Ibu sudah bangun? Maaf tadi Pak Kaivan saya persilakan masuk karena berkata sudah memiliki janji dengan Ibu,” ucap Tya terlihat begitu menyesal.
Kirana yang mendengar hal itu pun mengernyit. Seingat Kirana, ia tidak memiliki janji apa pun dengan Kaivan. Namun, Kirana memilih untuk beranjak mencari ponselnyam sementara Tyan menyajikan teh untuk Kaivan. Saat memeriksanya, Kirana pun sadar bahwa ia memang melewatkan pesan dari Kaivan yang memang berkata ia akan datang untuk melakukan fitting baju. Kirana menghela napas dan berkata, “Aku permisi ke kamar kecil dulu.”
Kirana perlu mencuci muka untuk menyadarkan dirinya. Karena harus berhadapan dengan klien, tentu saja Kirana harus memastikan jika dirinya benar-benar fokus. Setelah mendapatkan kesadaran sepenuhnya, Kirana kembali ke ruang kerjanya. Dan di sana Tya sudah merapikan sepasang pakaian adat sunda bernuansa serba putih dengan bagian bawah berupa kain batik yang memiliki arti mendalam. Biasanya, motif tersebut memang digunakan oleh para pasangan pengantin, sebagai doa bahwa pernikahan mereka akan langgeng dan dipenuhi oleh kasih sayang yang berlanjut hingga kakek nenek nanti.
“Ini indah,” ucap Kaivan saat menyadari kedatangan Kirana.
Suasana hati Kirana membaik dengan cepat. Tentu saja hal tersebut tidak terlepas karena pujian yang ia terima mengenai karya yang telah ia buat dengan sepenuh hati. Ia mengulum senyum dan menjawab, “Terima kasih, Tuan. Aku membuatnya dengan sepenuh hati.”
“Aku bisa melihat hal itu,” ucap Kaivan seakan-akan bisa memahami apa yang dimaksud.
Kirana pun bertanya, “Jadi, di mana mempelai wanita kita?”
“Aku ingin mencobanya dulu,” jawab Kaivan sembari menatap manekin yang memang mengenakan pakaian yang disiapkan untuk Kaivan.
Meskipun merasa jika pertanyaannya diabaikan, Kirana memilih untuk melepaskan semua pakaian pada manekin. Ia memberikan pakaian dasar pada Kaivan, dan membiarkan pria itu berganti pakaian sendiri di ruang ganti. Setelah Kaivan ke luar, Kirana dengan terampil membantu Kaivan untuk menggunakan bagian pakaian yang lain. Setelah lengkap. Kirana merasa jika Kaivan semakin tampan saja. Pria yang memiliki netra berwarna cokelat terang dan rambut kecokelatannya terlihat sangat cocok dengan pakaian adat sunda yang ia kenakan. Sepertinya, wanita mana pun yang melihatnya, pasti mau ditarik ke depan penghulu untuk menikah saat itu juga.
Di hari pernikahan Kaivan dan kekasihnya nanti, pasti akan menjadi hari patah hati nasional bagi para wanita. Mengigat Kaivan yang mereka dambakan sudah resmi menjadi milik orang lain. Kehebohannya pasti akan menyaingi kehebohan saat Raisa dan Isyana menikah. Akan ada hari patah hati nasional versi para wanita yang dtinggal sosok Kaivan yang sempurna. Membayangkannya saja sudah menarik.
Kirana berdeham untuk mengenyahkan pemikiran anehnya dan berkata, “Semuanya sudah pas. Sepertinya tidak dibutuhkan perbaikan apa pun lagi.”
“Kalau begitu, segera coba kebayanya,” ucap Kaivan sembari mematut dirinya di depan cermin.
Kirana yang mendengar hal itu tentu saja bingung. “Ya? Tapi calon mempelai wanita tidak ada di sini, Tuan,” ucap Kirana merasa jika Kaivan minum air mineral.
Kaivan menatap Kirana dan berkata, “Memang tidak ada. Jadi, kau yang harus mengenakannya. Aku ingin melihat kebaya itu dipakai oleh seseorang.”
Tentu saja Kirana dan Tya yang mendengar hal itu saling berpandangan. Kirana pun berkata, “Itu tentu saja tidak bisa aku lakukan. Kebaya ini dibuat khusus untuk calon istri Tuan. Bagaimana mungkin aku mencobanya?”
“Tidak ada masalah. Cobalah, sekarang. Aku ingin melihat pakaian itu digunakan oleh manusia sesungguhnya. Jika hanya dipakai oleh manekin, tidak akan terlihat bernyawa,” ucap Kaivan bersikukuh.
Kirana tentu saja tidak mau menuruti keinginan Kaivan begitu saja. Selain tidak mau karena tidak terasa pantas, itu juga terasa sangat menjengkelkan sebab Kaivan jelas-jelas tengah memaksakan keinginannya. Saat Kirana akan menolak kembali, Tya menahannya dan berbisik, “Bu, kalau begini terus, sepertinya tidak akan berakhir. Lebih baik Ibu coba saja. Toh, ukurannya memang cocok dengan Ibu, bukan?”
Karena memikirkan bawahannya yang tidak bisa pulang cepat jika dirinya terus menolak, pada akhirnya Kirana pun memilih untuk menuruti apa yang diminta oleh Kaivan. Ia meminta Tya untuk membantunya mengenakan kebaya tersebut. Kaivan sendiri memilih untuk duduk dengan nyaman dan memainkan ponselnya. Ia tampak memeriksa email dan beberapa pesan penting lainnya untuk mengisi waktu. Hingga, Kirana pun ke luar dari ruang ganti bersama dengan Tya.
Kaivan yang melihat hal tersebut tampak terpaku. Kirana yang memiliki rambut hitam dan tebal, tampak begitu cocok dengan kebaya putih yang ia kenakan. Kebaya yang terlihat seperti dirancang dan dibuat khusus untuknya. Seperti apa yang pernah Kirana katakan sebelumnya, menggunakan kebaya bisa membuat penggunanya menjadi terbawa anggun. Seperti dirinya saat ini. Ia benar-benar cocok menggunakan kebaya tersebut. Siapa pun yang melihat Kirana saat ini pasti berpikir, jika Kirana memanglah calon pengantin yang siap untuk menikah.
Kaivan bangkit dari posisinya dan berdiri di hadapan Kirana yang terlihat memasang tampang masam, jelas tidak senang dengan situasi yang tengah terjadi. Lalu, Kaivan berkata, “Kau terlihat cantik dengan kebaya itu. Sepertinya, pengantinku juga akan terlihat cantik seperti ini.”
Kirana merasakan pelipisnya berkedut karena emosinya yang hampir meluap. Namun, Kirana berhasil mengendalikan diri. Ia memasang senyuman manis dan berkata, “Tentu saja. Pengantin Tuan pasti akan terlihat sangat cantik. Kalian akan menjadi raja dan ratu sehari.”
Kaivan menggeleng. Ia menatap Kirana dengan tatapan dalam, sebelum berkata, “Tidak, pengantinku tidak akan menjadi ratu sehari. Dia akan menjadi ratu selamanya dalam hidupku.”
Tya memerah, karena merasa jika perkataan Kaivan terdengar sangat manis. Ia berpikir jika calon istri Kaivan yang misterius akan sangat beruntung memiliki suami seperti Kaivan. Namun, Kirana terlihat agak canggung. Karena entah mengapa dirinya merasakan perkataan Kaivan agak aneh. Kaivan pun mengulurkan tangannya dan berkata, “Ayo, berdiri di depan cermin. Aku ingin melihat tampilan kita saat berdiri berdampingan.”
Dengan enggan, Kirana menerima uluran tangan tersebut dan melangkah menuju cermin yang bisa memuat penampilan mereka dari ujung kepala hingga ujung kaki. Saat itulah Kirana merasa sangat terkejut, karena ia melihat tampilannya yang benar-benar selayaknya seorang pengantin. Padahal, Kirana tidak pernah membayangkan jika dirinya akan mengenakan kebaya indah seperti ini, apalagi kebaya ini adalah kebaya yang ia buat untuk kliennya. Kaivan sendiri sama kagumnya, ia pun bergumam, “Kita benar-benar terlihat seperti pasangan pengantin.”
“Sampai akhir pun masih tetap dirahasiakan rupanya,” gumam Kirana saat melihat undangan yang diberikan padanya.Undangan tersebut tentu saja untuk pernikahan Kaivan dan kekasihnya yang ternyata memiliki inisial yang sama. Kirana pikir jika undangan pernikahan Kaivan pada akhirnya akan menunjukkan identitas sang calon istri, tetapi pada akhirnya Kirana harus menelan kekecewaan. Setelah tidak bisa melakukan fitting baju sama sekali pada mempelai wanita, hingga H-1 pernikahan pun, Kirana bahkan tidak mengetahui siapa klien wanitanya. Memangnya apa yang membuat Kaivan merahasiakan identitas calon istrinya hingga seperti ini? Kirana tidak bisa memahaminya.“Bu, semuanya sudah siap,” ucap Tya melaporkan pada Kirana.Kirana yang mendengar hal itu pun mengangguk. “Kalau begitu ayo. Tya tolong menyetir ya, aku terlalu lelah. Bisa gawat jika aku yang menyetir,” ucap Kirana sembari memberikan kunci mobilnya pada Tya.“Siap,
“Sah!”Tamu undangan berseru dengan kompak, mengesahkan pernikahan yang sangat menarik perhatian khlayak umum tersebut. Pernikahan mana lagi jika bukan pernikahan Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang tampan, yang telah dinobatkan sebagai salah satu orang muda terkaya di Asia. Selain itu, Kaivan juga dikenal sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat yang kabarnya masih memiliki keturunan kebangsawanan. Kaivan sendiri adalah putra dari Rama Gavriel Mahaswara yang berdarah Jawa kental, lalu menikah dengan seorang perempuan berdarah asing, bernama Helga Magd yang sudah mengantongi kewarganegaraan Indonesia.Benar, hal tersebutlah yang membuat sosok Kaivan menjadi lebih menawan. Ia memiliki darah campuran, Jawa dan Jerman yang membuatnya memiliki pesona yang lain daripada yang lain. Tubuh tinggi dan tegap, wajah yang rupawan, hingga pembawaan dingin yang penuh ketenangan, adalah gen yang diturunkan ol
Kirana mengerjap pelan saat dirinya berhasil membuka kedua matanya yang terasa begitu menempel dengan eratnya. Namun begitu dirinya bisa melihat dengan jelas, Kirana tersentak dan menjerit tanpa suara saat melihat seorang pria tampan yang tidur satu ranjang dengannya. Kirana secara refleks tentu saja segera memeriksa pakaiannya, dan terkejut jika saat ini pakaian yang tengah membalut tubuh rampingnya tak lain adalah sebuah gaun tidur yang tidak ia kenali. Itu jelas-jelas bukan pakaian miliknya. Karena Kirana tidak memiliki pakaian seperti itu.Di tengah kepanikan Kirana, ia pun memilih untuk segera turun dari ranjang luas yang rasanya sangat nyaman lebih nyaman daripada ranjang miliknya sendiri di butik. Meskipun merasa tubuhnya lelah bukan main, Kirana pun beranjak turun dari ranjang tersebut. Walau pada dasarnya Kirana tidak tahu di mana dan apa yang sudah terjadi, hal yang paling penting saat ini adalah segera pergi dari tempat tersebut. Namun begitu berdiri dan berniat melangkah,
“Berikan tanda tutup di pintu butik kita, Tya,” ucap Kirana sembari mengurut pelipisnya dengan frustasi.Tya tentu saja segera berlari untuk mengerjakan perintah sang bos. Sementara para pekerja baru, diam-diam masuk ke dalam ruang istirahat yang memang disediakan untuk para pekerja. Sekarang Kirana memang sudah menambah pekerja baru, yang akan membantu dirinya dan Tya mengatur butik dan membantu pengerjaan pesanan yang memang membludak setelah kabar pernikahan Kirana dan Kaivan tersebar. Gintari Butik menjadi butik yang benar-benar menjadi pusat mode kalangan sosialita ibu kota.Namanya menjadi semakin dikenal oleh orang-orang dan menarik begitu banyak klien begitu dibuka setelah Kirana kembali bekerja. Semua orang berebut untuk bertemu dengan Kirana dan mendapatkan karya terbaik dari Kirana. Mereka juga datang tidak dengan tangan kosong. Mereka jelas-jelas ingin menunjukan bahwa mereka ingin menjalin hubungan baik dengan Kirana. Kirana menghela napas. Sayangnya, semua itu merasa tid
“Wah ternyata aku punya menantu yang pintar memasak,” ucap Helga memuji kemampuan memasak Kirana.Saat ini, Kirana memang tengah membantu Helga untuk menyiapkan makan malam. Karena selama ini Kirana tinggal sendirian, setelah kedua orang tuanya meninggal, Kirana mendesak dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan untuk bertahan sendiri. Termasuk dalam hal makanan. Dulu, saat dirinya masih menjadi seorang mahasiswi, ia harus mengatur keuangannya yang sangat tidak stabil dengan baik. Memasak makanannya sendiri adalah hal terbaik untuk memastikan jika uangnya bisa ia manfaatkan semaksimal mungkin.“Ibu terlalu memuji,” ucap Kirana, jelas karena Helga memang memiliki kemampuan memasak yang lebih baik daripada dirinya.Sebenarnya, Kirana tidak mau tinggal di kediaman keluarga Mahaswara ini. Meskipun mewah dan nyaman, tetapi bagi Kirana tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya sendiri. Apalagi, dirinya harus selalu bersandiwara menjadi pasangan yang saling mencintai dengan Kaivan yang
“Bu?”Kirana yang mendengar panggilan Tya, menoleh dan melepaskan kacamata baca yang akhir-akhir ini Kirana butuhkan saat dirinya bekerja terlalu lama di hadapan layar komputer. “Ya? Ada apa?” tanya Kirana.Tya mendekat dan berkata, “Ini sudah waktunya butik tutup.”Kirana yang mendengar hal itu terkejut. Ia pun melihat jam pada monitor komputernya dan terkejut jika ternyata ini memang sudah tiba waktunya butik tutup dan para pekerja pulang. Kirana pun berkata, “Pulanglah setelah membereskan lantai satu. Seperti biasanya tutup dan kunci pintunya.”Tya yang mendengar hal itu pun mengernyitkan keningnya. “Apa Ibu akan lembur?” tanya Tya.Sebenarnya, bukan hal yang aneh bahwa Kirana lembur. Itu hal yang biasa. Hanya saja, sekarang Kirana sudah menikah. Untuk lembur, pasti dia perlu untuk meminta izin pada suaminya, walaupun Tya sendiri tahu jika keduanya menikah bukan karena rasa cinta, akan tetapi dipaksa oleh situasi. Namun, Tya rasa sepertinya baik Kavian maupun Kirana sama-sama berus
Kirana terlihat begitu gelisah. Kini dirinya sudah berbaring dia atas ranjang, di tengah kamar yang memang sudah dibuat gelap karena baik dirinya maupun Kaivan sama-sama tidak bisa tidur saat kamar dalam keadaan terang. Namun, kali in Kirana merasa begitu gelisah, mengingat dirinya harus berbagi ranjang dengan Kaivan. Sebenarnya, ini bukan kali pertama mereka berbagi ranjang atau tidur bersama. Sebelumnya, keduanya selalu tidur bersama. Hanya saja, hari ini terasa sangat berbeda.Selain karena mereka tengah dalam masa bulan madu, Kirana juga masih terkena efek pembicaraannya dengan Kaivan tadi pagi. Kaivan berhasil menyentuh hati Kirana dengan perkataannya yang tulus. Kaivan benar-benar menganggapnya sebagai seorang istri dan memperlakukannya selayaknya seorang istri yang sesungguhnya. Kirana sendiri sadar bahwa Kaivan tidak hanya berkata-kata saja. Apa yang ia katakan memang benar adanya. Karena selama ini dirinya mendapatkan perlakuan penuh perhatian dan lembut dari Kaivan.Saat men
“Selamat datang,” ucap Rama dan Helga secara bersamaan. Keduanya menyambut kepulangan putra serta menantu mereka yang baru saja tiba setelah liburan bulan madu yang menghabiskan waktu hampir satu bulan penuh tersebut. Setelah mencium tangan kedua orang tua mereka, Kirana dan Kaivan tersenyum menatap keduanya.Meskipun tidak menanyakan apa pun, tetapi sebagai orang tua, Rama dan Helga tahu jika ada yang sudah terjadi antara keduanya. Dalam arti lain, rencana bulan madu yang keduanya susun memang berhasil bagi pasangan muda itu. Bisa saja, keinginan mereka untuk menimang cucu akan segera dikabulkan oleh menantu mereka. Namun, karena mereka tidak ingin sampai Kirana merasa tertekan, keduanya memilih untuk tidak membicarakan hal seperti itu.“Ayo sekarang masuk dulu. Ibu sudah menyiapkan minuman segar untuk kalian, pasti perjalanan terasa sangat melelahkan,” ucap Helga lalu menggandeng menantunya dengan suasana hati yang sangat baik.Sementara Rama menatap putranya yang terlihat begitu sa
“Bunda mau minum? Kakak ambilkan ya,” ucap Sultan lalu turun dari ranjang dan berlari dengan cepat meninggalkan kamar utama.Setelah tahu jika Kirana hamil, Sultan memang segera mengubah panggilan dirinya menjadi kakak. Ia terlihat bertindak lebih dewasa, seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya memang sudah siap menjadi seorang kakak. Selama hampir delapan bulan ini, Sultan memang selalu berada di sisi Kirana, dan membantu Kirana di segala hal. Entah itu menemani Kirana berjalan-jalan, hingga mengambilkan barang ini itu, seperti saat ini. Sultan tengah mengambilkan air minum yang memang habis di dalam kamar utama.Kaivan yang melihat hal itu tersenyum. Ia menunduk dan mencium perut buncit Kirana sembari berbisik, “Putri cantik, sepertinya kau akan memiliki seorang kakak yang sangat menyayangimu, dan akan menjagamu dengan sangat baik.”Benar, sudah dipastikan jika janin di dalam kandungan Kirana tak lain adalah adik perempuan yang didambakan oleh Sultan. Hal inilah yang membuat Sult
“Menjauh!” seru Kirana pada Kaivan.Sultan yang mendengar hal itu segera menjaga bundanya dan meminta Kaivan menjaga jarak. “Ayah, jangan nakal! Adik dan Bunda tidak mau dekat-dekat dengan Ayah. Jadi, Ayah tidak boleh mendekat,” ucap Sultan membuat Kaivan sangat jengkel dibuatnya.Kini, Sultan benar-benar memiliki cara untuk menjauhkan Kirana dengannya. Padahal, saat ini adalah hal yang sangat penting. Kaivan harus tetap berada di sekitar Kirana, takut-takut jika istrinya itu memiliki keinginan di kehamilan mudanya. Tentu saja Kaivan tidak mungkin membiarkan Kirana ngidamnya tidak terpenuhi. Kaivan tidak mau sampai putrinya yang cantik harus ngiler nantinya. Kaivan tentu saja tidak akan tega.“Rara,” ucap Kaivan setengah memohon.Namun, Kirana sama sekali tidak mau mendengar perkataan Kaivan. Entah kenapa, Kirana memang tidak mau berdekatan dengan Kaivan setelah kehamilannya mencapai empat bulan. Rasanya, melihat wajahnya saja sudah membuat Kirana kesal bukan main. Benar-benar menyeba
Sudah enam bulan lamanya Sultan tidur sendiri tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Semakin hari, Sultan memang berusaha untuk bertindak dewasa. Sultan secara terang-terangan berkata jika dirinya tengah bersiap untuk menjadi seorang kakak. Sultan yang biasanya selalu mendapatkan mainan baru seminggu sekali dari kakek dan nenek, atau kedua orangtuanya, memilih untuk meminta uang jajan sebagai gantinya.Saat ditanya mengapa Sultan melakukan hal tersebut, ternyata Sultan menjawab jika dirinya harus menabung untuk membelikan jajan dan mainan yang bagus untuk adiknya. Mendengar hal itu, Kaivan dan Kirana merasa begitu tersentuh. Keduanya bisa merasakan betapa besarnya kasih sayang yang dimiliki oleh Sultan pada adik yang bahkan belum ia miliki. Benar, belum dimiliki. Karena sampai sekarang pun, Kirana belum dinyatakan hamil. Jujur saja, hal itu sudah membuat Kirana agak tertekan.Namun, sebisa mungkin Kirana bersikap biasa di hadapan putra dan suaminya. Saat ini saja, Kirana tengah menem
Kirana merasa tubuhnya pegal bukan main. Hal tersebut membuat dirinya enggan untuk membuka mata. Nanti Kirana perlu memberikan pelajaran pada Kaivan. Gara-gara dirinya, Kirana merasa begitu pegal seperti ini. Kaivan terlalu bersemangat tadi malam, hingga tidak mendengar perkataan Kirana sama sekali.Rasanya, ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Namun, Kirana tahu jika ini saatnya ia bangun. Ia harus menyiapkan sarapan untuk sultan. Karena putra tampannya itu, sama sekali tidak mau makan masakan orang lain. Sama seperti Kaivan. Karena alasan itu, Kirana harus memasak makanan untuk kedua jagoannya.Saat Kirana membuka matanya, Kirana terkejut karena ternyata waktu sudah sangat siang. Ia hampir melompat dari ranjangnya karena teringat bahwa putranya belum makan. Namun, hal itu urung ketika Kaivan masuk ke dalam kamar dan berkata, “Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Sultan pergi ke rumah Ibu dan Ayah. Dia berkata akan menginap di sana selama seminggu.”Kirana yang mendengar hal itu te
Lima tahun kemudian“Lepas!” ucap Kaivan memberikan perintah tegas pada putranya yang terlihat selayaknya versi mungil dari dirinya sendiri.Sultan yang mendengar perintah tersebut sama sekali tidak menoleh dan masih menggenggam tangan bundanya dengan begitu erat. Sementara Kaivan yang melihat tingkah tersebut benar-benar jengkel dibuat oleh tingkah putranya yang selalu saja mengganggu waktunya dengan sang istri. Sultan selalu saja memonopoli waktu kebersamaan keduanya. Karena itulah, setelah lima tahun berlalu, Sultan tidak seakan-akan tidak mau membiarkan kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alhasil, keinginan Kaivan untuk memiliki seorang putri diundur hingga lima tahun lamanya.Kaivan agak jengkel lalu berkata, “Hari adalah bagianku tidur denganmu. Seharusnya Sultan tidur di kamarnya sendiri.”Kirana mengurut pelipisnya karena Kaivan dan Sultan memang sangat tidak mau tidur bersama, tetapi sangat ingin tidur dengan Kirana. Karena itulah, Kaivan dan Sultan berbagi h
Setelah apa yang terjadi di kediaman Wirasana, Kirana dan Kaivan bisa menjalani kehidupan mereka dengan leluasa tanpa beban apa pun. Hubungan mereka menjadi lebih baik karena baik Kirana maupun Kaivan berkomitmen untuk saling terbuka serta saling percaya. Keduanya sudah terlihat selayaknya pasangan suami istri yang saling mencintai, dan menikah karena dasar cinta yang mendalam. Cinta pertama yang biasanya berakhir menyedihkan, ternyata berhasil mempertemukan keduanya kembali dan mengikat mereka dalam sebuah hubungan yang penuh kasih.Kirana yang sebelumnya terikat akan masa lalu yang menyedihkan dengan keluarga besar ayahnya, kini sudah tidak lagi peduli dengan mereka. Beban besar yang selama ini membuat Kirana sesak, sudah tidak lagi terasa. Ia bisa mengunjungi pusara mendiang ayahnya dan ibunya dengan leluasa, hal itu membuat Kirana merasa sedikit banyak merasa lega. Kini, Kirana hanya perlu melangkah maju tanpa menoleh dan kembali mengingat luka yang ia dapat di masa lalu.Sejak te
Perkataan yang ia dengar sepertinya bisa membuat Nadya yang semula terlarut dengan kenangannya sendiri tersadar. Orang yang semula ia kira adalah Sandy, bukanlah putranya, melainkan seorag perempuan muda yang tak lain adalah cucu yang selama ini tidak pernah Nadya akui. Saking tidak mau mengakuinya, Nadya bahkan tidak pernah mau melihat wajahnya setelah kematian putra pertama yang sangat ia sayangi.Jadi, Nadya tidak tahu jika ternyata Kirana, cucu yang tidak ia akui, tumbuh dengan memiliki sorot mata yang begitu mirip dengan Sandy, hingga membuat kerinduan yang selama ini Nadya pendam membuncah begitu saja. Kerinduan yang membuatnya sama sekali tidak bisa menahan air matanya. Jika saat ini Sandy masih hidup, ia tidak mungkin merasa sesedih ini. Jika saja, Nadya bisa mengulang waktu. Nadya mungkin akan belajar menerina kehadiran Gintari di tengah-tengah keluarganya.Semakin dilihat, semakin mirip rasanya Kirana dengan Sandy. Hal itu membuat Nadya yang selama beberapa hari ini tidak bi
“Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji,” bisik Kaivan pada Kirana yang terlihat begitu gelisah.Saat ini, Kirana dan Kaivan tengah berada di ruang bersalin. Karena ternyata proses persalinan Kirana harus segera dilakukan karena kondisi kandungan Kirana yang tiba-tiba mengalami masalah. Beberapa jam setelah Kirana tahu bahwa Kaivan adalah cinta pertamanya, dan semua kebenaran mengenai masalah yang terjadi, tiba-tiba Kirana merasakan kontraksi. Lalu dokter yang bertanggung jawab menyatakan jika proses persalinan harus segera dilakukan. Tentu saja persalinan cesar adalah satu-satunya pilihan untuk mereka.Untungnya, pihak rumah sakit memang sudah bersiap siaga. Persalinan segera dipersiapkan. Kaivan menemani Kirana di dalam ruang persalinan, karena Kirana sama sekali tidak mau melepaskan tangan Kaivan. Sementara Helga, Rama, Joan, dan Tya menunggu di luar ruangan. Keempatnya berdoa dengan khusu untuk keselamatan Kirana dan calon penerus keluarga Maheswara tersebut. Kaivan sendiri se
Kirana membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Secara perlahan, Kirana berkedip untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Setelah beberapa saat, Kirana pun sadar jika dirinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Selain ruangan serba putih yang mengingatkannya dengan tempat tersebut, aroma yang hanya bisa ditemukan di rumah sakit kini tengah memenuhi rongga pernapasannya. Agak kurang nyaman, tetapi Kirana yang tengah lemah tidak bisa mengatakan ketidaknyamanan yang tengah ia rasakan dengan leluasa. Hingga, Kirana mendengar sebuah suara yang cukup familier di telinganya.“Astaga, menantu cantik Ibu sudah bangun,” ucap Helga lalu terburu-buru mendekat ke ranjang rawat Kirana.Sementara Rama yang melihat Kirana sudah sadar segera menghubungi dokter dan suster yang bertanggung jawab terhadap Kirana. Lalu Rama mendekat pada Kirana dan berkata, “Tenanglah. Sekarang kau dan janin dalam kandunganmu telah aman.”“A—“ Kirana tidak bisa melanjutkan perkataannya kare