“Sampai akhir pun masih tetap dirahasiakan rupanya,” gumam Kirana saat melihat undangan yang diberikan padanya.
Undangan tersebut tentu saja untuk pernikahan Kaivan dan kekasihnya yang ternyata memiliki inisial yang sama. Kirana pikir jika undangan pernikahan Kaivan pada akhirnya akan menunjukkan identitas sang calon istri, tetapi pada akhirnya Kirana harus menelan kekecewaan. Setelah tidak bisa melakukan fitting baju sama sekali pada mempelai wanita, hingga H-1 pernikahan pun, Kirana bahkan tidak mengetahui siapa klien wanitanya. Memangnya apa yang membuat Kaivan merahasiakan identitas calon istrinya hingga seperti ini? Kirana tidak bisa memahaminya.
“Bu, semuanya sudah siap,” ucap Tya melaporkan pada Kirana.
Kirana yang mendengar hal itu pun mengangguk. “Kalau begitu ayo. Tya tolong menyetir ya, aku terlalu lelah. Bisa gawat jika aku yang menyetir,” ucap Kirana sembari memberikan kunci mobilnya pada Tya.
“Siap, Bu!” seru Tya lalu beranjak terlebih dahulu untuk menyiapkan mobil.
Kini, Kirana dan Tya memang harus beranjak menuju tempat di mana pernikahan antara Kevin dan kekasihnya akan dilangsungkan. Karena esok hari keduanya harus membantu sang mempelai wanita untuk mengenakan kebaya dan gaun resepsi yang sudah disiapkan, jadi Kaivan ternyata sudah menyiapkan akomodasi untuk mereka di resort mewah yang memang menjadi tempat berlangsungnya acara pernikahan dan respesi tersebut. Mungkin setelah acara selesai, Kirana akan menyewa kamar lebih lanjut untuknya dan Tya.
Sepertinya memang sudah saatnya mereka beristirahat sejenak karena sudah melakukan pekerjaan berat dalam beberapa minggu ini. Semenjak resmi memiliki butik, dan merancang karyanya sendiri, Kirana memang belum mendapatkan waktu istirahat yang pantas. Pantas saja rasanya terlalu lelah. Jadi, rasanya tidak berlebihan jika Kirana mendapatkan waktu berlibur yang menyenangkan.
Begitu Tya mengendarakan mobil, Kirana memilih untuk memejamkan mata. Ia harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin istirahat. Jika ada waktu, ia harus segera tidur. Karena nanti, saat bertemu dengan mempelai wanita, Kirana akan memaksa untuk melakukan fitting untuk memastikan jika kebaya dan gaun yang sudah ia persiapkan memang sesuai. Walaupun sebenarnya Kaivan sudah mengatakan berulang kali, jika pasti semuanya akan pas untuk calon istrinya. Hanya saja, Kirana tentu saja tidak bisa percaya begitu saja, sementara ia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Saat Kirana terlelap dengan begitu nyenyak, maka Tya terlihat begitu fokus mengendarai mobilnya. Membutuhkan waktu sekitar satu jam, hingga mereka benar-benar mencapai tempat yang mereka tuju. Begitu sampai, Tya memarkirkan mobilnya dengan benar terlebih dahulu, sebelum membangunkan bosnya yang masih terlelap. Kirana yang memang mudah dibangunkan, segera terbangun dan memakai masker sebelum turun dari mobil. Kirana memang memiliki kebiasaan untuk menutupi wajahnya ketika baru saja bangun tidur, karena wajahnya mungkin akan terlihat agak bengkak dan sangat lelah.
“Hati-hati,” ucap Kirana pada orang-orang yang membantu memindahkan manekin dan beberapa aksesoris pelengkap lainnya.
Kirana menunjukkan undangan dan tanda pengenal pada staf hotel yang menyambut. Karena itulah, staf hotel tersebut segera mengantarkan Kirana dan rombongan menuju kamar hotel yang akan digunakan sebagai ruang ganti dan ruang rias pengantin wanita nantinya. Kirana berulang kali mengatakan pada orang-orang yang membantunya untuk berhati-hati, apalagi saat memindahkan manekin kebaya dan gaun. Setelah semuanya dibereskan di ruangan hotel khusus itu, Kirana kembali memastikan semuanya sudah tertata rapi.
“Ah, untuk manekin dan kotak aksesoris itu tolong dibawa ke ruangan Tuan Kaivan,” ucap Kirana.
“Baik, Bu,” ucap orang yang bertugas.
“Mari, saya antarkan ke kamar kalian,” ucap staf hotel.
Barulah Kirana tahu jika ternyata ia dan Tya mendapatkan kamar yang terpisah. Keduanya juga kamar-kamar VIP dengan fasilitas terbaik. Terlihat dengan jelas Kaivan tidak mencemaskan apa pun mengenai uang, hingga tidak cemas untuk menyediakan tempat menginap semahal ini. Baru saja Kirana akan berbaring di ranjang, seseorang sudah mengetuk pintu kamarnya. Kirana mengerang kesal, karena rasanya ia belum mendapatkan waktu untuk istirahat yang layak. Namun tak ayal, Kirana beranjak untuk membukakan pintu, dan ternyata Kaivan lah orang yang mengetuk pintunya.
Kirana pun segera bertanya, “Apa mempelai wanita sudah datang? Bisa coba kebaya dan gaunnya terlebih dahulu?”
Kaivan yang mendengar hal itu menggeleng. “Tidak. Calon istriku tidak akan mencobanya. Dia akan menggunakannya saat akan akad nikah nanti,” ucap Kaivan membuat Kirana menghela napas pendek.
“Lalu ada apa? Apa ada masalah dengan pakaianmu?” tanya Kirana.
Kaivan menggeleng dan menjawab, “Aku datang untuk mengajakmu melihat dekorasi pesta.”
Kirana pun tersenyum dengan sudut bibir berkedut. Hal tersebut terjadi, karena saat ini Kirana benar-benar tengah terpaksa tersenyum. Jelas saja, Kirana merasa sangat aneh karena Kaivan mengajaknya seperti ini. “Aku rasa, Tuan salah mengajak orang. Bukan aku yang harusnya diajak untuk melihat dekorasi pesta, tetapi calon istri Tuan.”
***
“Ini sudah jam tujuh. Apa mempelai wanitanya masih belum sampai? Jika lebih dari ini, kami yang bertugas untuk meriasnya pasti akan kesulitan,” ucap Kirana mewakili MUA yang dipekerjakan untuk hari penting tersebut.
Ini adalah hari H, di mana pernikahan yang menyedot perhatian publik akan dilaksanakan. Hanya saja, sebuah masalah yang tidak terduga tiba-tiba terjadi membuat semua orang cemas. Mempelai wanita yang memang sejak awal dirahasiakan identitasnya, hingga saat ini tidak terlihat batang hidungnya. Padahal, ini sudah lewat dari jam di mana mempelai wanita sudah mulai dirias. Lebih dari ini, maka mereka harus menunda akad nikah yang sudah ditentukan waktunya tersebut. Pemilik WO yang memang bertugas untuk mengatur keberlangsungan acara terlihat cemas. Ia berniat untuk menghubungi seseorang, tetapi Kaivan yang sudah mengenakan pakaian adat serba putih terlihat memasuki ruang rias dengan tenang.
Kaivan tampak sudah siap untuk melakukan akad. Tidak ada sedikit pun ekspresi panik atau cemas di wajah tampannya, padahal semua orang yakin jika Kaivan sendiri sudah tahu kondisi seperti apa yang tengah terjadi saat ini. Kaivan duduk dengan santai di sofa, dan dirinya sukses menjadi pusat perhatian orang-orang. Kaivan lalu mengeluarkan sebuah surat dari saku jasnya dan berkata, “Dia tidak akan datang, karena sudah melarikan diri ke luar negeri.”
Tentu saja semua orang yang mendengarnya terkejut. Pertama, mereka tidak mengerti dengan alasan seperti apa yang membuat mempelai wanita meninggalkan calon suami sesempurna Kaivan. Kedua, mereka bertanya-tanya, akan kelangsungan acara pernikahan ini. Karena semuanya sudah siap, tamu undangan yang sudah datang sejak kemarin—sebab Kaivan menyediakan akomodasi untuk para tamu undangan VIP—pastinya telah bersiap, dan media massa juga sudah bersiap untuk meliput berita mengenai pernikahan Kaivan Prayat Mahaswara, sang pengusaha kaya raya yang juga adalah penerus dari keluarga konglomerat tersebut.
“Lalu sekarang apa yang harus kami lakukan, Tuan? Bukankah acara ini harus dibubarkan karena memang sudah tidak bisa dilanjutkan?” tanya pemilik WO yang sebenarnya adalah orang yang memang sudah dikenal dekat oleh Kaivan, atau bahkan bisa disebut sebagai sahabat.
Kaivan menggeleng. “Tidak bisa. Aku harus tetap melanjutkannya. Aku tidak mungkin menghentikan pernikahan yang akan berlangsung beberapa jam lagi.”
“Tapi kita tidak memiliki mempelai wanita, Kaivan! Jangan gila!” seru pemilik WO mulai marah karena Kaivan yang terlewat santai dan keras kepala untuk situasi segenting ini. Jelas, bagi orang-orang saat ini sudah tidak ada pilihan lain, selain menghentikan acara pernikahan tersebut. Tentu saja mereka juga memikirkan Kaivan dan keluarganya. Jika sampai terus dilanjutkan, bukannya Kaivan sendiri yang nantinya akan lebih dipermalukan?
Kaivan hanya menyeringai tipis, seakan-akan dirinya sudah memiliki rencana yang bisa mematahkan pemikiran orang-orang. Bagi orang yang sudah mengenal Kaivan sejak lama, tentu saja bisa memahami betapa Kaivan adalah seseorang yang selalu memiliki satu langkah yang ia selalu ia sembuyikan dari pandangan orang-orang. Seolah-olah, Kaivan bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, atau apa yang terjadi sesaat kemudian. Karena itulah, Kaivan selalu unggul daripada orang lain.
“Aku rasa, aku memilikinya,” ucap Kaivan lalu menatap Kirana yang terlihat sibuk dengan dunianya sendiri. Hingga, Kirana pun sadar bahwa semua orang tengah menatapnya, dan tahu apa yang mereka pikirkan.
Kirana membulatkan matanya dan menolak tegas, “Tidak! Rencana gila apa ini?! Aku tidak mau melakukannya, dan jangan berpikir untuk memaksaku!”
“Sah!”Tamu undangan berseru dengan kompak, mengesahkan pernikahan yang sangat menarik perhatian khlayak umum tersebut. Pernikahan mana lagi jika bukan pernikahan Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang tampan, yang telah dinobatkan sebagai salah satu orang muda terkaya di Asia. Selain itu, Kaivan juga dikenal sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat yang kabarnya masih memiliki keturunan kebangsawanan. Kaivan sendiri adalah putra dari Rama Gavriel Mahaswara yang berdarah Jawa kental, lalu menikah dengan seorang perempuan berdarah asing, bernama Helga Magd yang sudah mengantongi kewarganegaraan Indonesia.Benar, hal tersebutlah yang membuat sosok Kaivan menjadi lebih menawan. Ia memiliki darah campuran, Jawa dan Jerman yang membuatnya memiliki pesona yang lain daripada yang lain. Tubuh tinggi dan tegap, wajah yang rupawan, hingga pembawaan dingin yang penuh ketenangan, adalah gen yang diturunkan ol
Kirana mengerjap pelan saat dirinya berhasil membuka kedua matanya yang terasa begitu menempel dengan eratnya. Namun begitu dirinya bisa melihat dengan jelas, Kirana tersentak dan menjerit tanpa suara saat melihat seorang pria tampan yang tidur satu ranjang dengannya. Kirana secara refleks tentu saja segera memeriksa pakaiannya, dan terkejut jika saat ini pakaian yang tengah membalut tubuh rampingnya tak lain adalah sebuah gaun tidur yang tidak ia kenali. Itu jelas-jelas bukan pakaian miliknya. Karena Kirana tidak memiliki pakaian seperti itu.Di tengah kepanikan Kirana, ia pun memilih untuk segera turun dari ranjang luas yang rasanya sangat nyaman lebih nyaman daripada ranjang miliknya sendiri di butik. Meskipun merasa tubuhnya lelah bukan main, Kirana pun beranjak turun dari ranjang tersebut. Walau pada dasarnya Kirana tidak tahu di mana dan apa yang sudah terjadi, hal yang paling penting saat ini adalah segera pergi dari tempat tersebut. Namun begitu berdiri dan berniat melangkah,
“Berikan tanda tutup di pintu butik kita, Tya,” ucap Kirana sembari mengurut pelipisnya dengan frustasi.Tya tentu saja segera berlari untuk mengerjakan perintah sang bos. Sementara para pekerja baru, diam-diam masuk ke dalam ruang istirahat yang memang disediakan untuk para pekerja. Sekarang Kirana memang sudah menambah pekerja baru, yang akan membantu dirinya dan Tya mengatur butik dan membantu pengerjaan pesanan yang memang membludak setelah kabar pernikahan Kirana dan Kaivan tersebar. Gintari Butik menjadi butik yang benar-benar menjadi pusat mode kalangan sosialita ibu kota.Namanya menjadi semakin dikenal oleh orang-orang dan menarik begitu banyak klien begitu dibuka setelah Kirana kembali bekerja. Semua orang berebut untuk bertemu dengan Kirana dan mendapatkan karya terbaik dari Kirana. Mereka juga datang tidak dengan tangan kosong. Mereka jelas-jelas ingin menunjukan bahwa mereka ingin menjalin hubungan baik dengan Kirana. Kirana menghela napas. Sayangnya, semua itu merasa tid
“Wah ternyata aku punya menantu yang pintar memasak,” ucap Helga memuji kemampuan memasak Kirana.Saat ini, Kirana memang tengah membantu Helga untuk menyiapkan makan malam. Karena selama ini Kirana tinggal sendirian, setelah kedua orang tuanya meninggal, Kirana mendesak dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan untuk bertahan sendiri. Termasuk dalam hal makanan. Dulu, saat dirinya masih menjadi seorang mahasiswi, ia harus mengatur keuangannya yang sangat tidak stabil dengan baik. Memasak makanannya sendiri adalah hal terbaik untuk memastikan jika uangnya bisa ia manfaatkan semaksimal mungkin.“Ibu terlalu memuji,” ucap Kirana, jelas karena Helga memang memiliki kemampuan memasak yang lebih baik daripada dirinya.Sebenarnya, Kirana tidak mau tinggal di kediaman keluarga Mahaswara ini. Meskipun mewah dan nyaman, tetapi bagi Kirana tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya sendiri. Apalagi, dirinya harus selalu bersandiwara menjadi pasangan yang saling mencintai dengan Kaivan yang
“Bu?”Kirana yang mendengar panggilan Tya, menoleh dan melepaskan kacamata baca yang akhir-akhir ini Kirana butuhkan saat dirinya bekerja terlalu lama di hadapan layar komputer. “Ya? Ada apa?” tanya Kirana.Tya mendekat dan berkata, “Ini sudah waktunya butik tutup.”Kirana yang mendengar hal itu terkejut. Ia pun melihat jam pada monitor komputernya dan terkejut jika ternyata ini memang sudah tiba waktunya butik tutup dan para pekerja pulang. Kirana pun berkata, “Pulanglah setelah membereskan lantai satu. Seperti biasanya tutup dan kunci pintunya.”Tya yang mendengar hal itu pun mengernyitkan keningnya. “Apa Ibu akan lembur?” tanya Tya.Sebenarnya, bukan hal yang aneh bahwa Kirana lembur. Itu hal yang biasa. Hanya saja, sekarang Kirana sudah menikah. Untuk lembur, pasti dia perlu untuk meminta izin pada suaminya, walaupun Tya sendiri tahu jika keduanya menikah bukan karena rasa cinta, akan tetapi dipaksa oleh situasi. Namun, Tya rasa sepertinya baik Kavian maupun Kirana sama-sama berus
Kirana terlihat begitu gelisah. Kini dirinya sudah berbaring dia atas ranjang, di tengah kamar yang memang sudah dibuat gelap karena baik dirinya maupun Kaivan sama-sama tidak bisa tidur saat kamar dalam keadaan terang. Namun, kali in Kirana merasa begitu gelisah, mengingat dirinya harus berbagi ranjang dengan Kaivan. Sebenarnya, ini bukan kali pertama mereka berbagi ranjang atau tidur bersama. Sebelumnya, keduanya selalu tidur bersama. Hanya saja, hari ini terasa sangat berbeda.Selain karena mereka tengah dalam masa bulan madu, Kirana juga masih terkena efek pembicaraannya dengan Kaivan tadi pagi. Kaivan berhasil menyentuh hati Kirana dengan perkataannya yang tulus. Kaivan benar-benar menganggapnya sebagai seorang istri dan memperlakukannya selayaknya seorang istri yang sesungguhnya. Kirana sendiri sadar bahwa Kaivan tidak hanya berkata-kata saja. Apa yang ia katakan memang benar adanya. Karena selama ini dirinya mendapatkan perlakuan penuh perhatian dan lembut dari Kaivan.Saat men
“Selamat datang,” ucap Rama dan Helga secara bersamaan. Keduanya menyambut kepulangan putra serta menantu mereka yang baru saja tiba setelah liburan bulan madu yang menghabiskan waktu hampir satu bulan penuh tersebut. Setelah mencium tangan kedua orang tua mereka, Kirana dan Kaivan tersenyum menatap keduanya.Meskipun tidak menanyakan apa pun, tetapi sebagai orang tua, Rama dan Helga tahu jika ada yang sudah terjadi antara keduanya. Dalam arti lain, rencana bulan madu yang keduanya susun memang berhasil bagi pasangan muda itu. Bisa saja, keinginan mereka untuk menimang cucu akan segera dikabulkan oleh menantu mereka. Namun, karena mereka tidak ingin sampai Kirana merasa tertekan, keduanya memilih untuk tidak membicarakan hal seperti itu.“Ayo sekarang masuk dulu. Ibu sudah menyiapkan minuman segar untuk kalian, pasti perjalanan terasa sangat melelahkan,” ucap Helga lalu menggandeng menantunya dengan suasana hati yang sangat baik.Sementara Rama menatap putranya yang terlihat begitu sa
Seminggu berlalu setelah kepulangan Kirana dan Kaivan ke Indonesia seusai bulan madu mereka. Keduanya masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Saat di hadapan orang tua dan orang-orang di sekitar, keduanya akan tampil menjadi pasangan suami istri yang harmonis, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Kaivan. Kirana juga sibuk dengan butiknya, karena secara bertahap ia kembali membuka butiknya dan menerima pesanan yang masuk.Tentu saja Kirana melakukan pembatasa pemesanan. Ia memprioritaskan para pelanggan, daripada klien baru yang kebanyakan datang karena status Kirana sebagai istri Kaivan, bukannya karena karya-karya yang Kirana hasilkan. Setidaknya, hal ini bisa membuat produk yang dihasilkan butiknya menjadi lebih eksklusif. Ini juga bisa membuat Kirana lebih santai karena pesanannya lebih terbatas daripada sebelumnya.Tya tengah menunjukkan beberapa kain yang baru saja datang, dan Kirana tampak fokus memeriksanya. Kirana menunjuk sebuah gulungan kain, “Warna kain ini kurang ses
“Bunda mau minum? Kakak ambilkan ya,” ucap Sultan lalu turun dari ranjang dan berlari dengan cepat meninggalkan kamar utama.Setelah tahu jika Kirana hamil, Sultan memang segera mengubah panggilan dirinya menjadi kakak. Ia terlihat bertindak lebih dewasa, seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya memang sudah siap menjadi seorang kakak. Selama hampir delapan bulan ini, Sultan memang selalu berada di sisi Kirana, dan membantu Kirana di segala hal. Entah itu menemani Kirana berjalan-jalan, hingga mengambilkan barang ini itu, seperti saat ini. Sultan tengah mengambilkan air minum yang memang habis di dalam kamar utama.Kaivan yang melihat hal itu tersenyum. Ia menunduk dan mencium perut buncit Kirana sembari berbisik, “Putri cantik, sepertinya kau akan memiliki seorang kakak yang sangat menyayangimu, dan akan menjagamu dengan sangat baik.”Benar, sudah dipastikan jika janin di dalam kandungan Kirana tak lain adalah adik perempuan yang didambakan oleh Sultan. Hal inilah yang membuat Sult
“Menjauh!” seru Kirana pada Kaivan.Sultan yang mendengar hal itu segera menjaga bundanya dan meminta Kaivan menjaga jarak. “Ayah, jangan nakal! Adik dan Bunda tidak mau dekat-dekat dengan Ayah. Jadi, Ayah tidak boleh mendekat,” ucap Sultan membuat Kaivan sangat jengkel dibuatnya.Kini, Sultan benar-benar memiliki cara untuk menjauhkan Kirana dengannya. Padahal, saat ini adalah hal yang sangat penting. Kaivan harus tetap berada di sekitar Kirana, takut-takut jika istrinya itu memiliki keinginan di kehamilan mudanya. Tentu saja Kaivan tidak mungkin membiarkan Kirana ngidamnya tidak terpenuhi. Kaivan tidak mau sampai putrinya yang cantik harus ngiler nantinya. Kaivan tentu saja tidak akan tega.“Rara,” ucap Kaivan setengah memohon.Namun, Kirana sama sekali tidak mau mendengar perkataan Kaivan. Entah kenapa, Kirana memang tidak mau berdekatan dengan Kaivan setelah kehamilannya mencapai empat bulan. Rasanya, melihat wajahnya saja sudah membuat Kirana kesal bukan main. Benar-benar menyeba
Sudah enam bulan lamanya Sultan tidur sendiri tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Semakin hari, Sultan memang berusaha untuk bertindak dewasa. Sultan secara terang-terangan berkata jika dirinya tengah bersiap untuk menjadi seorang kakak. Sultan yang biasanya selalu mendapatkan mainan baru seminggu sekali dari kakek dan nenek, atau kedua orangtuanya, memilih untuk meminta uang jajan sebagai gantinya.Saat ditanya mengapa Sultan melakukan hal tersebut, ternyata Sultan menjawab jika dirinya harus menabung untuk membelikan jajan dan mainan yang bagus untuk adiknya. Mendengar hal itu, Kaivan dan Kirana merasa begitu tersentuh. Keduanya bisa merasakan betapa besarnya kasih sayang yang dimiliki oleh Sultan pada adik yang bahkan belum ia miliki. Benar, belum dimiliki. Karena sampai sekarang pun, Kirana belum dinyatakan hamil. Jujur saja, hal itu sudah membuat Kirana agak tertekan.Namun, sebisa mungkin Kirana bersikap biasa di hadapan putra dan suaminya. Saat ini saja, Kirana tengah menem
Kirana merasa tubuhnya pegal bukan main. Hal tersebut membuat dirinya enggan untuk membuka mata. Nanti Kirana perlu memberikan pelajaran pada Kaivan. Gara-gara dirinya, Kirana merasa begitu pegal seperti ini. Kaivan terlalu bersemangat tadi malam, hingga tidak mendengar perkataan Kirana sama sekali.Rasanya, ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Namun, Kirana tahu jika ini saatnya ia bangun. Ia harus menyiapkan sarapan untuk sultan. Karena putra tampannya itu, sama sekali tidak mau makan masakan orang lain. Sama seperti Kaivan. Karena alasan itu, Kirana harus memasak makanan untuk kedua jagoannya.Saat Kirana membuka matanya, Kirana terkejut karena ternyata waktu sudah sangat siang. Ia hampir melompat dari ranjangnya karena teringat bahwa putranya belum makan. Namun, hal itu urung ketika Kaivan masuk ke dalam kamar dan berkata, “Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Sultan pergi ke rumah Ibu dan Ayah. Dia berkata akan menginap di sana selama seminggu.”Kirana yang mendengar hal itu te
Lima tahun kemudian“Lepas!” ucap Kaivan memberikan perintah tegas pada putranya yang terlihat selayaknya versi mungil dari dirinya sendiri.Sultan yang mendengar perintah tersebut sama sekali tidak menoleh dan masih menggenggam tangan bundanya dengan begitu erat. Sementara Kaivan yang melihat tingkah tersebut benar-benar jengkel dibuat oleh tingkah putranya yang selalu saja mengganggu waktunya dengan sang istri. Sultan selalu saja memonopoli waktu kebersamaan keduanya. Karena itulah, setelah lima tahun berlalu, Sultan tidak seakan-akan tidak mau membiarkan kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alhasil, keinginan Kaivan untuk memiliki seorang putri diundur hingga lima tahun lamanya.Kaivan agak jengkel lalu berkata, “Hari adalah bagianku tidur denganmu. Seharusnya Sultan tidur di kamarnya sendiri.”Kirana mengurut pelipisnya karena Kaivan dan Sultan memang sangat tidak mau tidur bersama, tetapi sangat ingin tidur dengan Kirana. Karena itulah, Kaivan dan Sultan berbagi h
Setelah apa yang terjadi di kediaman Wirasana, Kirana dan Kaivan bisa menjalani kehidupan mereka dengan leluasa tanpa beban apa pun. Hubungan mereka menjadi lebih baik karena baik Kirana maupun Kaivan berkomitmen untuk saling terbuka serta saling percaya. Keduanya sudah terlihat selayaknya pasangan suami istri yang saling mencintai, dan menikah karena dasar cinta yang mendalam. Cinta pertama yang biasanya berakhir menyedihkan, ternyata berhasil mempertemukan keduanya kembali dan mengikat mereka dalam sebuah hubungan yang penuh kasih.Kirana yang sebelumnya terikat akan masa lalu yang menyedihkan dengan keluarga besar ayahnya, kini sudah tidak lagi peduli dengan mereka. Beban besar yang selama ini membuat Kirana sesak, sudah tidak lagi terasa. Ia bisa mengunjungi pusara mendiang ayahnya dan ibunya dengan leluasa, hal itu membuat Kirana merasa sedikit banyak merasa lega. Kini, Kirana hanya perlu melangkah maju tanpa menoleh dan kembali mengingat luka yang ia dapat di masa lalu.Sejak te
Perkataan yang ia dengar sepertinya bisa membuat Nadya yang semula terlarut dengan kenangannya sendiri tersadar. Orang yang semula ia kira adalah Sandy, bukanlah putranya, melainkan seorag perempuan muda yang tak lain adalah cucu yang selama ini tidak pernah Nadya akui. Saking tidak mau mengakuinya, Nadya bahkan tidak pernah mau melihat wajahnya setelah kematian putra pertama yang sangat ia sayangi.Jadi, Nadya tidak tahu jika ternyata Kirana, cucu yang tidak ia akui, tumbuh dengan memiliki sorot mata yang begitu mirip dengan Sandy, hingga membuat kerinduan yang selama ini Nadya pendam membuncah begitu saja. Kerinduan yang membuatnya sama sekali tidak bisa menahan air matanya. Jika saat ini Sandy masih hidup, ia tidak mungkin merasa sesedih ini. Jika saja, Nadya bisa mengulang waktu. Nadya mungkin akan belajar menerina kehadiran Gintari di tengah-tengah keluarganya.Semakin dilihat, semakin mirip rasanya Kirana dengan Sandy. Hal itu membuat Nadya yang selama beberapa hari ini tidak bi
“Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji,” bisik Kaivan pada Kirana yang terlihat begitu gelisah.Saat ini, Kirana dan Kaivan tengah berada di ruang bersalin. Karena ternyata proses persalinan Kirana harus segera dilakukan karena kondisi kandungan Kirana yang tiba-tiba mengalami masalah. Beberapa jam setelah Kirana tahu bahwa Kaivan adalah cinta pertamanya, dan semua kebenaran mengenai masalah yang terjadi, tiba-tiba Kirana merasakan kontraksi. Lalu dokter yang bertanggung jawab menyatakan jika proses persalinan harus segera dilakukan. Tentu saja persalinan cesar adalah satu-satunya pilihan untuk mereka.Untungnya, pihak rumah sakit memang sudah bersiap siaga. Persalinan segera dipersiapkan. Kaivan menemani Kirana di dalam ruang persalinan, karena Kirana sama sekali tidak mau melepaskan tangan Kaivan. Sementara Helga, Rama, Joan, dan Tya menunggu di luar ruangan. Keempatnya berdoa dengan khusu untuk keselamatan Kirana dan calon penerus keluarga Maheswara tersebut. Kaivan sendiri se
Kirana membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Secara perlahan, Kirana berkedip untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Setelah beberapa saat, Kirana pun sadar jika dirinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Selain ruangan serba putih yang mengingatkannya dengan tempat tersebut, aroma yang hanya bisa ditemukan di rumah sakit kini tengah memenuhi rongga pernapasannya. Agak kurang nyaman, tetapi Kirana yang tengah lemah tidak bisa mengatakan ketidaknyamanan yang tengah ia rasakan dengan leluasa. Hingga, Kirana mendengar sebuah suara yang cukup familier di telinganya.“Astaga, menantu cantik Ibu sudah bangun,” ucap Helga lalu terburu-buru mendekat ke ranjang rawat Kirana.Sementara Rama yang melihat Kirana sudah sadar segera menghubungi dokter dan suster yang bertanggung jawab terhadap Kirana. Lalu Rama mendekat pada Kirana dan berkata, “Tenanglah. Sekarang kau dan janin dalam kandunganmu telah aman.”“A—“ Kirana tidak bisa melanjutkan perkataannya kare