Kirana terlihat fokus merancang beberapa kebaya yang dipesan oleh Kaivan untuk calon istrinya. Hingga saat ini pun, Kirana masih tidak menyangka jika dirinya akan memdapatkan kesempatan untuk merancang kebaya untuk hari berharga seseorang seperti Kaivan dan calon istrinya. Selain karena status Kaivan sebagai seorang pengusaha yang termasuk ke dalam jajaran orang terkaya di Asia, berita mengenai Kaivan selama ini sepertinya sangat jauh dari kabar bahwa ia memiliki hubungan serius dengan seorang wanita.
Sepertinya Kaivan benar-benar ingin merahasiakan hubungannya dengan sang kekasih, hingga media pun tidak bisa mengendus hubungan mereka sama sekali. Bukan kali ini saja, sepertinya sejak awal dirinya dikenal sebagai pengusaha muda yang tampan dan digandrungi oleh para wanita, Kaivan sama sekali tidak pernah terdengar memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Seakan-akan dirinya memang tidak pernah memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Perjalanan karirnya selama ini bersih dari skandal apa pun, dan hal itu membuat sosoknya semakin digandrungi oleh para wanita yang berharap menjadi kekasihnya. Hal ini pula yang membuat Kirana agak terkejut saat mendapatkan Kaivan sebagai kliennya yang akan segera menikah.
Itu artinya, Kaivan memang sudah berhasil menutupi hubungannya dengan sang kekasih yang mungkin saja sudah sangat lama, hingga dirinya memutuskan untuk melangkah ke pelaminan. Namun, sebagai orang biasa, Kirana tidak mengerti mengapa Kaivan harus menyembunyikan hubungannya hingga seperti ini. Bukankah wajar jika orang lain mengetahui hubungan mereka? Maksud Kirana adalah, Kaivan sendiri sudah bisa digolongkan sebagai publik figur. Namun kembali lagi, mungkin saja Kaivan memang tidak ingin sampai kisah percintaannya terungkap dan menjadi konsumsi publik.
“Apa kau masih sibuk?”
Kirana tersentak dan menoleh ke arah sumber suara. Ternyata itu adalah Kaivan. Kirana tersenyum profesional dan mempersilakan Kaivan untuk duduk di sofa yang berada di lantai dua yang ia fungsikan sebagai ruang kerja yang terhubung dengan ruang jahit di mana ia dan Tya banyak menghabiskan waktu di sana. “Tidak, saya tidak sibuk. Saya tengah menunggu kedatangan Anda,” ucap Kirana.
Kaivan memang sudah mengabari dirinya sebelumnya bahwa ia akan datang untuk membicarakan masalah kebaya dan pakaian untuknya. Kaivan menggumamkan terima kasih pada Tya yang menyajikan minuman untuknya. Setelah Tya turun kembali, Kaivan berkata, “Tidak perlu terlalu formal. Itu membuatku tidak nyaman. Bicaralan sesantai mungkin, karena kau bukan anak buahku.”
Kirana hanya tersenyum lalu menunjukkan beberapa desain yang sudah ia buat. Karena ini adalah alasan kedatangan Kaivan. “Ini beberapa desain yang sudah saya buat. Baik kebaya untuk Nona, atau pun jas untuk Tuan. Saya rasa, Nona juga perlu melihat hal ini agar bisa memilih mana yang paling sesuai dengan selera Nona,” ucap Kirana.
Kaivan tidak mengatakan apa pun. Ia memilih untuk melihat-lihat desain yang Kirana tunjukan padanya. Lalu tak lama, Kaivan bersandar dengan nyaman pada sandaran sofa lalu menyilangkan kakinya. “Menurutmu, mana yang paling cocok?” tanya Kaivan malah melemparkan pertanyaan yang tidak terduga tersebut.
“Ya?” tanya Kirana bingung. Ia sudah menyiapkan semua desain yang tentu saja akan cocok dikenakan oleh Kaivan dan calon istrinya. Kini hanya perlu Kaivan serta calon istrinya memilih mana model yang mereka sukai.
“Pilihkan mana yang cocok untuk kukenakan dan kebaya mana yang menurutmu paling indah,” ucap Kaivan membuat Kirana menyurutkan senyumnya. Kirana pikir, kali ini pembicaraan mereka akan lebih tenang dan mudah. Karena terakhir kali, Kirana sudah mati-matian berusaha untuk mengerti dengan permintaan macam-macam Kaivan dan calon istrinya.
Melihat ekspresi Kirana, Kaivan pun berkata, “Mulai saat ini, semua mengenai masalah persiapan pernikahan akan aku ambil alih. Jadi, kau tidak perlu cemas dengan selera calon istriku. Karena aku yakin dia akan menyukai apa pun yang kau siapkan. Sekarang, dia tengah menikmati waktunya dan menyiapkan diri sebaik mungkin.”
Dalam hati, Kirana memuji keberuntungan calon istri Kaivan. Tentu saja ia sangat beruntung mendapatkan Kaivan yang bahkan mau repot-repot mengurus semuanya sendiri, dan membiakan calon istrinya menikmati waktu dengan bersenang-senang sebelum pernikahan mereka. Kirana pun kembali tersenyum dan menunjuk sepasang rancangannya. Mau bagaimana lagi. Daripada Kirana stress, lebih baik Kirana mengikuti mau kliennya ini.
Kirana berkata, “Menurutku ini akan cocok untuk Tuan dan Nona. Desainnya memang simpel, tetapi akan menonjolkan keanggunan Nona dan Tuan juga akan terlihat lebih gagah dalam balutan pakaian adat ini.”
“Ya, aku rasa kebaya ini juga terlihat cantik. Kau juga akan cocok jika mengenakan kebaya itu,” ucap Kaivan membuat Kirana mengedipkan matanya kembali dibuat bingung.
“Ya?” tanya Kirana meminta Kaivan untuk mengulang perkataannya. Kirana menyangsikan pendengarannya.
Kaivan tidak menunjukan ekspresi apa pun dan berkata, “Tidak ada.”
Kirana merasakan sudut bibirnya berkedut, pria tampan di hadapannya ini sangat tidak terduga dan aneh. Namun, Kirana memilih untuk beranjak dan menunjukan beberapa bahan yang akan ia gunakan dalam pembuatan kebaya dan pakaian untuk Kaivan nantinya. “Ini beberapa bahan yang kemungkinan akan dipakai,” ucap Kirana lalu fokus menjelaskan apa yang memang perlu ia jelaskan pada Kaivan sebagai klien yang menggunakan jasanya.
Kaivan mungkin terlihat fokus mendengarkan penjelasan Kirana, dan hal itu yang membuat Kirana terus menjelaskan dengan detail. Namun pada dasarnya, Kaivan ternyata tidak mendengarkan penjelasan tersebut. Ia malah fokus memperhatikan wajah Kirana yang tampak lebih berseri-seri, saat dirinya menjelaskan rancangan yang sudah ia buat. Kaivan bisa menyadari, betapa besarnya kecitaan Kirana terhadap pekerjaannya ini. Ah, bukan. Kaivan sadar, bahwa ini bukan hanya pekerjaan bagi Kirana.
***
Tanpa sadar, keduanya terlibat dalam diskusi menyenangkan hingga waktu bergulir dan kini sudah menjelang malam. Waktu yang tepat di mana mereka bisa menikmati makan malam. Untungnya, diskusi mereka memang sudah selesai. Kini semuanya sudah diputuskan, dan Kirana hanya perlu memulai pengerjaan rancangannya. “Aku akan segera memulai pengerjaannya. Tapi jika memungkinkan, sesi fitting harus tetap dilakukan agar bisa memastikan jika semuanya sudah pas,” ucap Kirana sembari mengantarkan Kaivan menuju pintu ke luar.
Kini Kirana dan Kaivan memang sudah memutuskan berbicara lebih nyaman. Karena ke depannya keduanya akan sering berdiskusi mengenai semua keperluan pernikahan Kaivan. Ini juga salah satu keinginan Kaivan. Jelas, Kirana tidak memiliki peluang untuk menolaknya. Memangnya siapa yang bisa menolak keinginan Kaivan?
Namun, Kaivan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berkata, “Aku akan mencoba untuk membicarakan hal itu pada calon istriku. Kita lihat nanti saja. Ah, satu lagi. Terima kasih karena sudah bersabar menghadapi permintaanku macam-macam dariku dan calon istriku.”
Mendengar hal itu, Kirana pun tersenyum dan berkata, “Tidak perlu sungkan. Aku mengerti bahwa kalian pasti ingin hal yang terbaik untuk pernikahan kalian.”
“Tapi tetap saja, aku tidak merasa nyaman karena selama ini membuatmu tidak nyaman dengan permintaan macam-macam. Jadi, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Anggap bahwa ini adalah salah satu cara bagiku untuk meminta maaf,” ucap Kaivan. Membuat Kirana agak terkejut dengan pertanyaan tersebut.
Rasanya, Kirana ingin menolak saat itu juga, rasanya ia lelah bukan main berhadapan dengan pria tampan yang memiliki sifat dingin yang menyebalkan itu. Namun, pada akhirnya Kirana pun tidak bisa menolak tawaran makan malam bersama tersebut, karena Kaivan memang tidak membiarkan dirinya menolak. Hanya saja, Kirana memberikan syarat, ia bisa memilih di mana mereka makan malam. Alhasil, kini keduanya tengah menikmati makanan lezat pinggir jalan, yang tak lain adalah pecel lele. Salah satu makanan yang memang Kirana sukai.
Berbeda dengan Kirana yang terlihat sangat menikmati santapan tersebut, Kaivan terlihat kikuk, seakan-akan dirinya jarang atau bahkan belum pernah mengunjungi tempat seperti itu untuk menyantap pecel lele. Kirana sendiri berpikir itu tidak aneh, mengingat Kaivan adalah orang kaya. Selama hidupnya, selama ini pasti makan makanan mewah dari restoran atau hotel bintang lima. Dia makan dengan peralatan makan mewah, bukannya menggunakan alas kertas nasi dan langsung makan menggunakan tangannya.
“Kau yakin ini cukup? Bukankah kita lebih baik ke hotel bintang lima terdekat? Sepertinya di sana juga ada menu seperti ini,” ucap Kaivan terlihat enggan menyentuh pecel lele di hadapannya.
Kirana yang mendengarnya berusaha untuk menyembunyikan senyumannya. “Dicoba dulu,” ucap Kirana lalu kembali menyantap makanannya dengan nikmat.
Kaivan menurut dan menyantapnya dengan ragu-ragu. Namun ternyata sepertinya makanan itu sesuai dengan selera Kaivan. Walaupun sesekali Kaivan harus minum, karena mungkin terlalu pedas baginya. “Apa itu sesuai dengan seleramu?” tanya Kirana.
Kaivan menatap Kirana dan mengangguk. Ekspresi pada wajahnya terlihat begitu jujur. “Padahal biasanya aku tidak menyukai makanan seperti ini. Entah memang karena makanan ini lebih spesial daripada yang lainnya, atau mungkin karena aku makan ditemani perempuan yang mempesona sepertimu,” ucap Kaivan lalu secara tiba-tiba tersenyum lepas membuat jantung Kirana berhenti berdetik untuk sepersekian detik, sebelum kembdali berdetak dengan hebatnya. Kirana sadar, ada hal yang salah di sini. Secara alami, otak Kirana memberikan peringatan bahwa dirinya harus berhati-hati.
“Ini kopinya, Bu,” ucap Tya sembari meletakkan mug kopi di atas meja sang bos.Sebagai asisten yang sudah bekerja dengan Kirana selama bertahun-tahun, Tya memag sudah memahami kebiasaan serta semua hal yang Kirana sukai atau tidak sukai. Karena itulah, Tya tahu jika saat ini Kirana memerlukan asupan kafein untuk menemani lemburnya. Sebenarnya, terlalu sering lembur memang tidak baik. Namun, kini mereka semua tengah sibuk. Apalagi pernikahan antara Kaivan dan calon istrinya yang misterius tinggal menghitung hari. Mereka semua harus fokus untuk mengerjakan pesanan.“Terima kasih,” ucap Kirana sembari merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal.“Oh, iya, Tya bisa langsung pulang setelah membereskan lantai satu. Pastikan jika kau mengunci pintu dengan benar,” tambah Kirana.Tyan mengangguk. “Terima kasih, Bu,” jawab Tya lalu turun untuk membereskan dan membersihkan lantai satu.Sementara Kirana menye
“Sampai akhir pun masih tetap dirahasiakan rupanya,” gumam Kirana saat melihat undangan yang diberikan padanya.Undangan tersebut tentu saja untuk pernikahan Kaivan dan kekasihnya yang ternyata memiliki inisial yang sama. Kirana pikir jika undangan pernikahan Kaivan pada akhirnya akan menunjukkan identitas sang calon istri, tetapi pada akhirnya Kirana harus menelan kekecewaan. Setelah tidak bisa melakukan fitting baju sama sekali pada mempelai wanita, hingga H-1 pernikahan pun, Kirana bahkan tidak mengetahui siapa klien wanitanya. Memangnya apa yang membuat Kaivan merahasiakan identitas calon istrinya hingga seperti ini? Kirana tidak bisa memahaminya.“Bu, semuanya sudah siap,” ucap Tya melaporkan pada Kirana.Kirana yang mendengar hal itu pun mengangguk. “Kalau begitu ayo. Tya tolong menyetir ya, aku terlalu lelah. Bisa gawat jika aku yang menyetir,” ucap Kirana sembari memberikan kunci mobilnya pada Tya.“Siap,
“Sah!”Tamu undangan berseru dengan kompak, mengesahkan pernikahan yang sangat menarik perhatian khlayak umum tersebut. Pernikahan mana lagi jika bukan pernikahan Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang tampan, yang telah dinobatkan sebagai salah satu orang muda terkaya di Asia. Selain itu, Kaivan juga dikenal sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat yang kabarnya masih memiliki keturunan kebangsawanan. Kaivan sendiri adalah putra dari Rama Gavriel Mahaswara yang berdarah Jawa kental, lalu menikah dengan seorang perempuan berdarah asing, bernama Helga Magd yang sudah mengantongi kewarganegaraan Indonesia.Benar, hal tersebutlah yang membuat sosok Kaivan menjadi lebih menawan. Ia memiliki darah campuran, Jawa dan Jerman yang membuatnya memiliki pesona yang lain daripada yang lain. Tubuh tinggi dan tegap, wajah yang rupawan, hingga pembawaan dingin yang penuh ketenangan, adalah gen yang diturunkan ol
Kirana mengerjap pelan saat dirinya berhasil membuka kedua matanya yang terasa begitu menempel dengan eratnya. Namun begitu dirinya bisa melihat dengan jelas, Kirana tersentak dan menjerit tanpa suara saat melihat seorang pria tampan yang tidur satu ranjang dengannya. Kirana secara refleks tentu saja segera memeriksa pakaiannya, dan terkejut jika saat ini pakaian yang tengah membalut tubuh rampingnya tak lain adalah sebuah gaun tidur yang tidak ia kenali. Itu jelas-jelas bukan pakaian miliknya. Karena Kirana tidak memiliki pakaian seperti itu.Di tengah kepanikan Kirana, ia pun memilih untuk segera turun dari ranjang luas yang rasanya sangat nyaman lebih nyaman daripada ranjang miliknya sendiri di butik. Meskipun merasa tubuhnya lelah bukan main, Kirana pun beranjak turun dari ranjang tersebut. Walau pada dasarnya Kirana tidak tahu di mana dan apa yang sudah terjadi, hal yang paling penting saat ini adalah segera pergi dari tempat tersebut. Namun begitu berdiri dan berniat melangkah,
“Berikan tanda tutup di pintu butik kita, Tya,” ucap Kirana sembari mengurut pelipisnya dengan frustasi.Tya tentu saja segera berlari untuk mengerjakan perintah sang bos. Sementara para pekerja baru, diam-diam masuk ke dalam ruang istirahat yang memang disediakan untuk para pekerja. Sekarang Kirana memang sudah menambah pekerja baru, yang akan membantu dirinya dan Tya mengatur butik dan membantu pengerjaan pesanan yang memang membludak setelah kabar pernikahan Kirana dan Kaivan tersebar. Gintari Butik menjadi butik yang benar-benar menjadi pusat mode kalangan sosialita ibu kota.Namanya menjadi semakin dikenal oleh orang-orang dan menarik begitu banyak klien begitu dibuka setelah Kirana kembali bekerja. Semua orang berebut untuk bertemu dengan Kirana dan mendapatkan karya terbaik dari Kirana. Mereka juga datang tidak dengan tangan kosong. Mereka jelas-jelas ingin menunjukan bahwa mereka ingin menjalin hubungan baik dengan Kirana. Kirana menghela napas. Sayangnya, semua itu merasa tid
“Wah ternyata aku punya menantu yang pintar memasak,” ucap Helga memuji kemampuan memasak Kirana.Saat ini, Kirana memang tengah membantu Helga untuk menyiapkan makan malam. Karena selama ini Kirana tinggal sendirian, setelah kedua orang tuanya meninggal, Kirana mendesak dirinya sendiri untuk memiliki kemampuan untuk bertahan sendiri. Termasuk dalam hal makanan. Dulu, saat dirinya masih menjadi seorang mahasiswi, ia harus mengatur keuangannya yang sangat tidak stabil dengan baik. Memasak makanannya sendiri adalah hal terbaik untuk memastikan jika uangnya bisa ia manfaatkan semaksimal mungkin.“Ibu terlalu memuji,” ucap Kirana, jelas karena Helga memang memiliki kemampuan memasak yang lebih baik daripada dirinya.Sebenarnya, Kirana tidak mau tinggal di kediaman keluarga Mahaswara ini. Meskipun mewah dan nyaman, tetapi bagi Kirana tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya sendiri. Apalagi, dirinya harus selalu bersandiwara menjadi pasangan yang saling mencintai dengan Kaivan yang
“Bu?”Kirana yang mendengar panggilan Tya, menoleh dan melepaskan kacamata baca yang akhir-akhir ini Kirana butuhkan saat dirinya bekerja terlalu lama di hadapan layar komputer. “Ya? Ada apa?” tanya Kirana.Tya mendekat dan berkata, “Ini sudah waktunya butik tutup.”Kirana yang mendengar hal itu terkejut. Ia pun melihat jam pada monitor komputernya dan terkejut jika ternyata ini memang sudah tiba waktunya butik tutup dan para pekerja pulang. Kirana pun berkata, “Pulanglah setelah membereskan lantai satu. Seperti biasanya tutup dan kunci pintunya.”Tya yang mendengar hal itu pun mengernyitkan keningnya. “Apa Ibu akan lembur?” tanya Tya.Sebenarnya, bukan hal yang aneh bahwa Kirana lembur. Itu hal yang biasa. Hanya saja, sekarang Kirana sudah menikah. Untuk lembur, pasti dia perlu untuk meminta izin pada suaminya, walaupun Tya sendiri tahu jika keduanya menikah bukan karena rasa cinta, akan tetapi dipaksa oleh situasi. Namun, Tya rasa sepertinya baik Kavian maupun Kirana sama-sama berus
Kirana terlihat begitu gelisah. Kini dirinya sudah berbaring dia atas ranjang, di tengah kamar yang memang sudah dibuat gelap karena baik dirinya maupun Kaivan sama-sama tidak bisa tidur saat kamar dalam keadaan terang. Namun, kali in Kirana merasa begitu gelisah, mengingat dirinya harus berbagi ranjang dengan Kaivan. Sebenarnya, ini bukan kali pertama mereka berbagi ranjang atau tidur bersama. Sebelumnya, keduanya selalu tidur bersama. Hanya saja, hari ini terasa sangat berbeda.Selain karena mereka tengah dalam masa bulan madu, Kirana juga masih terkena efek pembicaraannya dengan Kaivan tadi pagi. Kaivan berhasil menyentuh hati Kirana dengan perkataannya yang tulus. Kaivan benar-benar menganggapnya sebagai seorang istri dan memperlakukannya selayaknya seorang istri yang sesungguhnya. Kirana sendiri sadar bahwa Kaivan tidak hanya berkata-kata saja. Apa yang ia katakan memang benar adanya. Karena selama ini dirinya mendapatkan perlakuan penuh perhatian dan lembut dari Kaivan.Saat men
“Bunda mau minum? Kakak ambilkan ya,” ucap Sultan lalu turun dari ranjang dan berlari dengan cepat meninggalkan kamar utama.Setelah tahu jika Kirana hamil, Sultan memang segera mengubah panggilan dirinya menjadi kakak. Ia terlihat bertindak lebih dewasa, seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya memang sudah siap menjadi seorang kakak. Selama hampir delapan bulan ini, Sultan memang selalu berada di sisi Kirana, dan membantu Kirana di segala hal. Entah itu menemani Kirana berjalan-jalan, hingga mengambilkan barang ini itu, seperti saat ini. Sultan tengah mengambilkan air minum yang memang habis di dalam kamar utama.Kaivan yang melihat hal itu tersenyum. Ia menunduk dan mencium perut buncit Kirana sembari berbisik, “Putri cantik, sepertinya kau akan memiliki seorang kakak yang sangat menyayangimu, dan akan menjagamu dengan sangat baik.”Benar, sudah dipastikan jika janin di dalam kandungan Kirana tak lain adalah adik perempuan yang didambakan oleh Sultan. Hal inilah yang membuat Sult
“Menjauh!” seru Kirana pada Kaivan.Sultan yang mendengar hal itu segera menjaga bundanya dan meminta Kaivan menjaga jarak. “Ayah, jangan nakal! Adik dan Bunda tidak mau dekat-dekat dengan Ayah. Jadi, Ayah tidak boleh mendekat,” ucap Sultan membuat Kaivan sangat jengkel dibuatnya.Kini, Sultan benar-benar memiliki cara untuk menjauhkan Kirana dengannya. Padahal, saat ini adalah hal yang sangat penting. Kaivan harus tetap berada di sekitar Kirana, takut-takut jika istrinya itu memiliki keinginan di kehamilan mudanya. Tentu saja Kaivan tidak mungkin membiarkan Kirana ngidamnya tidak terpenuhi. Kaivan tidak mau sampai putrinya yang cantik harus ngiler nantinya. Kaivan tentu saja tidak akan tega.“Rara,” ucap Kaivan setengah memohon.Namun, Kirana sama sekali tidak mau mendengar perkataan Kaivan. Entah kenapa, Kirana memang tidak mau berdekatan dengan Kaivan setelah kehamilannya mencapai empat bulan. Rasanya, melihat wajahnya saja sudah membuat Kirana kesal bukan main. Benar-benar menyeba
Sudah enam bulan lamanya Sultan tidur sendiri tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Semakin hari, Sultan memang berusaha untuk bertindak dewasa. Sultan secara terang-terangan berkata jika dirinya tengah bersiap untuk menjadi seorang kakak. Sultan yang biasanya selalu mendapatkan mainan baru seminggu sekali dari kakek dan nenek, atau kedua orangtuanya, memilih untuk meminta uang jajan sebagai gantinya.Saat ditanya mengapa Sultan melakukan hal tersebut, ternyata Sultan menjawab jika dirinya harus menabung untuk membelikan jajan dan mainan yang bagus untuk adiknya. Mendengar hal itu, Kaivan dan Kirana merasa begitu tersentuh. Keduanya bisa merasakan betapa besarnya kasih sayang yang dimiliki oleh Sultan pada adik yang bahkan belum ia miliki. Benar, belum dimiliki. Karena sampai sekarang pun, Kirana belum dinyatakan hamil. Jujur saja, hal itu sudah membuat Kirana agak tertekan.Namun, sebisa mungkin Kirana bersikap biasa di hadapan putra dan suaminya. Saat ini saja, Kirana tengah menem
Kirana merasa tubuhnya pegal bukan main. Hal tersebut membuat dirinya enggan untuk membuka mata. Nanti Kirana perlu memberikan pelajaran pada Kaivan. Gara-gara dirinya, Kirana merasa begitu pegal seperti ini. Kaivan terlalu bersemangat tadi malam, hingga tidak mendengar perkataan Kirana sama sekali.Rasanya, ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Namun, Kirana tahu jika ini saatnya ia bangun. Ia harus menyiapkan sarapan untuk sultan. Karena putra tampannya itu, sama sekali tidak mau makan masakan orang lain. Sama seperti Kaivan. Karena alasan itu, Kirana harus memasak makanan untuk kedua jagoannya.Saat Kirana membuka matanya, Kirana terkejut karena ternyata waktu sudah sangat siang. Ia hampir melompat dari ranjangnya karena teringat bahwa putranya belum makan. Namun, hal itu urung ketika Kaivan masuk ke dalam kamar dan berkata, “Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Sultan pergi ke rumah Ibu dan Ayah. Dia berkata akan menginap di sana selama seminggu.”Kirana yang mendengar hal itu te
Lima tahun kemudian“Lepas!” ucap Kaivan memberikan perintah tegas pada putranya yang terlihat selayaknya versi mungil dari dirinya sendiri.Sultan yang mendengar perintah tersebut sama sekali tidak menoleh dan masih menggenggam tangan bundanya dengan begitu erat. Sementara Kaivan yang melihat tingkah tersebut benar-benar jengkel dibuat oleh tingkah putranya yang selalu saja mengganggu waktunya dengan sang istri. Sultan selalu saja memonopoli waktu kebersamaan keduanya. Karena itulah, setelah lima tahun berlalu, Sultan tidak seakan-akan tidak mau membiarkan kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alhasil, keinginan Kaivan untuk memiliki seorang putri diundur hingga lima tahun lamanya.Kaivan agak jengkel lalu berkata, “Hari adalah bagianku tidur denganmu. Seharusnya Sultan tidur di kamarnya sendiri.”Kirana mengurut pelipisnya karena Kaivan dan Sultan memang sangat tidak mau tidur bersama, tetapi sangat ingin tidur dengan Kirana. Karena itulah, Kaivan dan Sultan berbagi h
Setelah apa yang terjadi di kediaman Wirasana, Kirana dan Kaivan bisa menjalani kehidupan mereka dengan leluasa tanpa beban apa pun. Hubungan mereka menjadi lebih baik karena baik Kirana maupun Kaivan berkomitmen untuk saling terbuka serta saling percaya. Keduanya sudah terlihat selayaknya pasangan suami istri yang saling mencintai, dan menikah karena dasar cinta yang mendalam. Cinta pertama yang biasanya berakhir menyedihkan, ternyata berhasil mempertemukan keduanya kembali dan mengikat mereka dalam sebuah hubungan yang penuh kasih.Kirana yang sebelumnya terikat akan masa lalu yang menyedihkan dengan keluarga besar ayahnya, kini sudah tidak lagi peduli dengan mereka. Beban besar yang selama ini membuat Kirana sesak, sudah tidak lagi terasa. Ia bisa mengunjungi pusara mendiang ayahnya dan ibunya dengan leluasa, hal itu membuat Kirana merasa sedikit banyak merasa lega. Kini, Kirana hanya perlu melangkah maju tanpa menoleh dan kembali mengingat luka yang ia dapat di masa lalu.Sejak te
Perkataan yang ia dengar sepertinya bisa membuat Nadya yang semula terlarut dengan kenangannya sendiri tersadar. Orang yang semula ia kira adalah Sandy, bukanlah putranya, melainkan seorag perempuan muda yang tak lain adalah cucu yang selama ini tidak pernah Nadya akui. Saking tidak mau mengakuinya, Nadya bahkan tidak pernah mau melihat wajahnya setelah kematian putra pertama yang sangat ia sayangi.Jadi, Nadya tidak tahu jika ternyata Kirana, cucu yang tidak ia akui, tumbuh dengan memiliki sorot mata yang begitu mirip dengan Sandy, hingga membuat kerinduan yang selama ini Nadya pendam membuncah begitu saja. Kerinduan yang membuatnya sama sekali tidak bisa menahan air matanya. Jika saat ini Sandy masih hidup, ia tidak mungkin merasa sesedih ini. Jika saja, Nadya bisa mengulang waktu. Nadya mungkin akan belajar menerina kehadiran Gintari di tengah-tengah keluarganya.Semakin dilihat, semakin mirip rasanya Kirana dengan Sandy. Hal itu membuat Nadya yang selama beberapa hari ini tidak bi
“Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji,” bisik Kaivan pada Kirana yang terlihat begitu gelisah.Saat ini, Kirana dan Kaivan tengah berada di ruang bersalin. Karena ternyata proses persalinan Kirana harus segera dilakukan karena kondisi kandungan Kirana yang tiba-tiba mengalami masalah. Beberapa jam setelah Kirana tahu bahwa Kaivan adalah cinta pertamanya, dan semua kebenaran mengenai masalah yang terjadi, tiba-tiba Kirana merasakan kontraksi. Lalu dokter yang bertanggung jawab menyatakan jika proses persalinan harus segera dilakukan. Tentu saja persalinan cesar adalah satu-satunya pilihan untuk mereka.Untungnya, pihak rumah sakit memang sudah bersiap siaga. Persalinan segera dipersiapkan. Kaivan menemani Kirana di dalam ruang persalinan, karena Kirana sama sekali tidak mau melepaskan tangan Kaivan. Sementara Helga, Rama, Joan, dan Tya menunggu di luar ruangan. Keempatnya berdoa dengan khusu untuk keselamatan Kirana dan calon penerus keluarga Maheswara tersebut. Kaivan sendiri se
Kirana membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Secara perlahan, Kirana berkedip untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Setelah beberapa saat, Kirana pun sadar jika dirinya saat ini tengah berada di rumah sakit. Selain ruangan serba putih yang mengingatkannya dengan tempat tersebut, aroma yang hanya bisa ditemukan di rumah sakit kini tengah memenuhi rongga pernapasannya. Agak kurang nyaman, tetapi Kirana yang tengah lemah tidak bisa mengatakan ketidaknyamanan yang tengah ia rasakan dengan leluasa. Hingga, Kirana mendengar sebuah suara yang cukup familier di telinganya.“Astaga, menantu cantik Ibu sudah bangun,” ucap Helga lalu terburu-buru mendekat ke ranjang rawat Kirana.Sementara Rama yang melihat Kirana sudah sadar segera menghubungi dokter dan suster yang bertanggung jawab terhadap Kirana. Lalu Rama mendekat pada Kirana dan berkata, “Tenanglah. Sekarang kau dan janin dalam kandunganmu telah aman.”“A—“ Kirana tidak bisa melanjutkan perkataannya kare