Setelah selesai berbicara dengan Ibrahim, Nadya kembali masuk ke dalam kamarnya, saat melewati kamar Yati, terbesit di hati Nadya ingin menengok sebentar saja, Nadya hanya ingin memastikan jika Yati baik-baik saja. Perlahan Nadya membuka pintu dan penuh dengan hati-hati karena takut menimbulkan suara yang akan mengganggu Yati jika memang benar wanita itu sedang beristirahat. "Hei! Ngapain kamu!" Tentu saja Nadya kaget dan cepat menutup pintu kembali. "Tolong!"" Tolong!" Yati berteriak sehingga sebagian penghuni rumah menghampiri kamar Yati, termasuk Laila dan Nyonya Rukmana, Nadya juga yang tadinya hendak jalan ke dalam kamarnya langsung cepat balik arah dan menuju kamar Yati. "Ada apa Kak?" Nadya bertanya dengan khawatir, Laila dan Nyonya Rukmana tidak mau kalah. "Hei kamu, wanita perusak rumah tangga orang! Ngapain kamu malam-malam dengan secara diam-diam masuk ke dalam kamar ini? Hah? Apakah kau ingin menggoda suamiku?" Yati berteriak pada Nadya, tentu saja gadis dua puluh
"Kak Yati kenapa bisa berkata seperti itu? Apa yang telah Bang Ibrahim katakan pada, Kak Yati? Jangan terlalu percaya Kak, orang yang selingkuh itu pasti pandai menyimpan kebusukannya.""Entahlah Laila, feelingku mengatakan mereka tidak seburuk yang kamu katakan.""Oh, Kak Yati perlu bukti sepertinya, sebentar," ucap Laila sambil mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di atas meja. "Ini coba lihat, kejadian tadi malam, saat kakak tidur, mereka memadu kasih,"ucap Laila menunjukkan foto yang tadi malam yang berhasil ditangkap oleh kamera ponsel miliknya, jika dilihat dan bagi yang tidak tahu kejadian yang sebenarnya, di dalam foto tersebut seperti terlihat dua pasang kekasih yang sedang mengobrol, tetapi sebenarnya bukan seperti itu, Ibrahim saat itu cuma memberi semangat kepada Nadya yang sedang bersedih karena perubahan sikap Yati paskah hilang ingatan, tetapi momen tersebut dijadikan Laila sebagai senjata untuk mempengaruhi Yati. "Ini sepertinya tidak seperti yang engkau tuduhka
Mata Laila membulat secara sempurna karena merasa ide yang diberi mommynya sangatlah keren menurutnya. Laila tidak menyangka jika mommynya mempunyai ide seampuh itu, karena, wanita mana yang bisa tahan melihat adegan suaminya sedang bercinta dengan wanita lain, Laila sangat yakin, pasti Yati akan murka dan tanpa berpikir dua kali untuk mengusir Nadya. "Tapi Mom, Bang Ibrahim itu pria yang baik dan setia, macam mana kita membuatnya untuk bercinta dengan Nadya.""Itu hal yang mudah untuk dilakukan Laila, zaman sudah semakin canggih, kita bisa pakai obat perangsang yang akan Mommy dapatkan dari teman Mommy, kita bisa jebak Ibrahim dan Nadya.""Ah-Mommy, keren sangatlah, suka sama ide Mommy, sekarang beritahu Laila, apa yang harus Laila lakukan agar rencana itu berjalan dengan sempurna.""Nah, makanya itu Mommy mengajak kamu kesini untuk menyusun rencana yang ada dalam isi kepala Mommy.""Cepat beritahu Mommy, Laila sudah tidak sabaran," ucap Laila begitu antusias. "Begini, setiap mala
Ibrahim berjalan gontai ke arah kamar tempat Yati dirawat, tetapi, Ibrahim bersyukur karena ia melampiaskan pada istrinya bukan pada wanita lain, walaupun permainannya kasar, setidaknya tidak menambah masalah baru, apalagi tadi dokter berkata kalau kandungan Yati baik- baik saja, Ibrahim harus mengusut tuntas, siapa yang telah berani memberinya obat perangsang. Berarti orang tersebut ingin menghancurkan rumah tangganya. Sedangkan Yati, karena benturan tadi malam, ingatannya sedikit kembali, dokter ingin melihat kembali obat apa yang selama ini ia konsumsi saat masa perawatan untuk mengembalikan ingatannya, Ibrahim tidak ingin salah langkah lagi, sehingga ia memutuskan bahwa dia sendiri yang kembali ke rumah dan mengambil obat yang biasa Yati konsumsi, Ibrahim menitipkan Yati kepada seorang suster, setelah mengambil obat yang berada di dalam kamar Yati, Ibrahim pun kembali ke hospital, hari ini Ibrahim memutuskan tidak berangkat ke kantor dan fokus pada kesehatan Yati. "Honey, kamu
"Selamat Siang!" Laila dan Nyonya Rukmana sudah berdiri di depan pintu kamar, Ibrahim tidak dapat menyembunyikan wajah ketidaksenangannya dengan kehadiran Nyonya Rukmana dan Laila, gegas Ibrahim pasang badan dan dengan langkah cepat menghampiri kedua wanita beda generasi tersebut yang berjalan santai ke arah tempat Yati berbaring, dengan spontan tangan Ibrahim mendorong kedua wanita itu agar keluar, sedikitpun Ibrahim tidak mengizinkan nereka mengganggu Yati, walaupun mereka berpura-pura baik tetapi Ibrahim sangat yakin kedua wanita itu mempunyai niat yang jahat kepada istrinya. "Apalah Bang Ibrahim ni, kasar betul pada kami, kami hanya ingin menjenguk Kak Yati saja, tapi perlakuan Bang Ibrahim sangat tidak terpuji, padahal ada Mommy, sikap Bang Ibrahim ini patut untuk dicurigai, apakah karena ingin berdua saja dengan Nadya?""Malah sikapmu kalianlah yang pantas untuk aku curigai, untuk saat ini, tolong menjauh dari istriku, stop berpura-pura baik," ucap Ibrahim dengan tegas. " Ad
"Ibrahim permisi dulu Daddy," ucap Ibrahim sambil meninggalkan Daddynya yang masih betah menutupi kebusukan Nyonya Rukmana. "Ibrahim! Apa yang engkau maksud mengusut tuntas? Engkau mencurigai, Mommy?".Ibrahim terus berjalan tanpa memperdulikan ucapan Nyonya Rukmana, bagi Ibrahim percuma meladeni wanita tersebut, tugasnya sekarang mengumpulkan bukti, Ibrahim mengumpulkan semua asisten rumah tangga, securituly dan juga para supir, sebelumya Ibrahim menghubungi rekannya yang jago dalam masalah IT untuk mengecek kembali cctv rumah yang entah siapa yang menhapusnya. " Perhatian semuanya, saya langsung saja bicara tegas di sini. Saya harap kalian bisa berkata jujur, bagi siapa yang tidak berani buka suara dan berbohong, maka detik ini juga akan saya pecat, karena yang membayar gaji kalian itu saya, maka dari itu saya ingin bertanya pada kalian semua, pada saat kejadian istri saya jatuh sehingga menyebabkan dia amnesia, sebenarnya apa yang telah terjadi?"Semua diam bergeming dan menundu
"Ibrahim, anak Mommy, tolonglah Mommymu ini, cabutlah semua laporan, setelah ini Mommy janji tidak akan berbuat jahat lagi pada Yati," ucap Nyonya Rukmana memohon pada Ibrahim saat dirinya akan dibawa ke kantor polisi. "Maafkan Ibrahim Mommy, ini sebagai konsekuensi atas perbuatan Mommy." Ibrahim meminta maaf pada Nyonya Rukmana. "Yati! Yati! Anak menantu Mommy Sayang, tolong Mommy Nak, Mommy minta maaf atas semua kesalahan Mommy selama ini kepada dirimu, Mommy janji setelah ini tidak akan menyakitimu lagi, tolong bujuk Ibrahim agar mencabut laporannya, Mommy ingin hidup bersama kalian, ingin melihat dan mengasuh cucu Mommy yang masih dalam kandungan ini, "ujar Nyonya Rukmana sembari menghampiri Yati sambil mengelus perut Yati yang masih rata, wanita itu sampai bersujud dan memegang kaki Yati, spontan Yati mengangkat tubuh Nyonya Rukmana karena biar bagaimanapun, menurutnya Nyonya Rukmana itu orang tua dan tidak pantas ia mendapatkan perlakuan seperti itu."Berdiri Mommy, jangan sep
Yati mundur beberapa langkah seraya meringis karena sup yang masih panas mengenai kakinya. "Keluar!" Laila masih berteriak marah, tidak ingin mengambil resiko, gegas Yati keluar. Kamar tersebut. "Bu Yati … baik-baik saja?" tanya Juli khawatir pada majikannya itu karena mendengar suara teriakan Laila sampai keluar kamar, Juli yang mengetahui kalau Yati masuk ke dalam kamar Laila, sontak saja berlari saat mendengar teriakan gadis manja itu. "Its oke, Juli," ucap Yati sambil tersenyum ramah dan Juli yang memang sudah dipesankan oleh Nadya untuk menjaga Yati selama dia atau Ibrahim tidak berada di rumah segera menyarankan Yati untuk istirahat di dalam kamarnya saja, tetapi Yati masih terngiang dengan ucapan suaminya kalau Daddynya ingin agar dia dan suaminya mendidik dan perhatian pada Laila. Tapi, karena Laila yang begitu keras kepala dan dia juga kondisinya sedang hamil, akhirnya memutuskan untuk di kamar saja. Dua hari kemudian. Laila tidak kunjung keluar dari dalam kamarnya, Ibra
Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng
Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se
Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili
"Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua
"Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it
"Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah
"Yati, mana mungkin Pak Long yang mengangkat tubuh saya, mana kuat dia, sudah tua," ucap Atun sambil matanya mendelik ke arah Pak Long, saat pria jelita (jelang lima puluh tahun) itu berjalan ke arah Atun. "Kuat, mana mungkin tidak kuat." Pak Long dengan entengnya mengangkat tubuh Atun. "Kamarnya sebelah sana, Pak!" ucal Juli menunjukkan kamar Atun. "Cieee Kakek Long sama Bu Atun, cieee ... cieee," sorak Zayn dan Zahra. "Sssttt Zayn, Zahra, tidak boleh seperti itu." Yati menegur kedua buah hatinya, sedangkan Atun wajahnya merah padam. Juli, Rima dan Leni senyum-senyum tidak jelas lebih ke arah mengejek. Heh, awas ya kalian pembantu, setelah aku jadi Nyonya, akan ku usir kalian. "Sudah, sudah Pak. Turunkan saya, saya masih sanggup berjalan," ucap Atun seraya berontak agar terlepas dari gendongan Pak Long. "Tadi katanya ga sanggup jalan, padahal sudah serasi Pak Long dan Atun," ledek Juli."Ah, Atun ini shy shy cat," ucap Pak Long tersenyum genit ke arah Atun.Setelah itu Atun ja
Ibrahim masih berada di kantor, ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Semenjak memiliki si kembar Zayn dan Zahra, Ibrahim pasti menyempatkan waktu bersama kedua buah hatinya, salah satunya dengan pulang lebih cepat agat bisa bermain bersama mereka. Saat Ibrahim sedang menganalisa laporan, ponselnya nya berbunyi, sebuah video masuk, hatinya bertanya, video apakah ini, jarang-jarang, ada yang mengirim video seperti ini. Jantung Ibrahim berdebar saat melihat video yang terkirim ke ponselnya wanita yang sangat dicintainya sedang dipeluk oleh pria, hati pria keturunan Pakistan Melayu ini merasa panas, tapi, dia mengenal betul istrinya, tidak mungkin Yati berbuat serendah itu, pasti ada fitnah di balik video ini. Ibrahim segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke toko roti milik Yati. Saat Ibrahim sampai, ternyata sudah tutup, seperti dugaan Ibrahim tadi, tapi itu lebih baik, karena Ibrahim ingin mengecek cctv toko roti ini, Ibrahim mengambil kunci duplikat mil
"Lepaskan, Raka!" Yati mendorong pria bertubuh atletis itu dengan sekuat tenaga, Raka terjatuh, wajahnya kaget melihat sikap Yati yang begitu kasar. "Maaf Yati, aku tidak bermaksud jelek sama kamu, tidak ada niat jahat, aku cuma ingin menenangkan kamu," ucap Raka lembut. "Raka, sebaiknya pergi dari sini, engkau telah menyampaikan semua pesan kamu, itu sudah cukup, sekarang pergilah, aku sudah bersuami, pantang bagiku disentuh oleh pria lain, apalagi pria asing seperti kamu, pergilah Raka," ucap Yati tegas. "Baik, tapi boleh kita berjum--" "Tidak, tidak, tidak! Jangan lagi menampakkan diri di hadapan saya!" teriak Yati memotong ucapan Arjuna. "Cik Yati, ada masalah?" ucap Eva salah satu pegawai Yati, yang berlari keluar setelah melihat Yati bertikai dengan seorang pria. "Tidak ada masalah Eva, sebaiknya kita mulai kerja, sebentar lagi pasti banyak pelanggan yang ingin membeli cake kita." ujar Yati pada pegawainya tersebut. Raka menatap Yati dengan pandangan yang sulit diartikan