Lucas masih menyimpan senyum, sementara Inge menelan rasa malunya dengan melemparkan pandangan ke luar. Perempuan itu berjanji dalam hati untuk tidak melamun lagi, agar mulutnya tidak menceplos yang aneh-aneh kembali.Mobil akhirnya memasuki sebuah pelataran luas sebuah hotel bintang lima paling top di kota mereka. Sampai di sini, mobil merayap pelan-pelan, saling mengantri untuk mencapai gedung sebelah selatan, tempat pesta diselenggarakan. Ketika Lucas menghentikan mobilnya, seorang petugas valet parking sudah siap mengambil alih mobil Lucas.Meski dengan tangan sedikit gemetar, Inge langsung menyambut tangan Lucas, begitu lelaki itu menyodorkan siku kirinya. Dia melekatkan tangannya pada lengan Lucas, yang langsung Lucas tangkup dengan lembut.“Makasih, Inge,” bisik Lucas. Dia menepuk telapak tangan Inge dengan perasaan senang. Inge mengangguk samar. Selanjutnya dia berjalan mengikuti irama kaki Lucas untuk memasuki gedung. Mata Inge mengedar dengan gerakan halus.Ruangan luas ya
Perempuan itu tanpa sadar meremas ujung baju yang dia pakai. Remasan yang kuat, menandakan dia sangat marah.Dia sudah melihat Inge sedari awal masuk tadi. Dia bahkan hampir saja menyapa Inge ketika pasangan itu melewati tempatnya berdiri, sebab dia mengira Inge adalah seorang nyonya besar. Yang entah mengapa sempat membuatnya terpesona.Beruntung dia langsung sadar, kalau tidak, pasti Inge akan besar kepala melihat kondisinya yang begini. Dengan baju seragam putih hitam khas pelayan rendahan, lengkap dengan celemeknya.“Sandra, ngapain sih dari tadi kamu kayak orang enggak jelas. Kerjamu cuma jalan-jalan sambil liatin orang-orang!” hardik seseorang. Dia pemimpin di situ.Satu teman yang memakai pakaian seperti Sandra, melirik sinis. “Baru pernah ya liat hajatan orang kaya? Dasar norak! Kek gini nih belum ada apa-apanya, coba kalau sultan yang ngadain pesta, kejang-kejang kau sampai berbuih.”“Sst, pelankan suaramu. Dan langsung balik ke pos kamu,” perintah si pemimpin kepada teman S
Sandra tengah menelusup lincah di belakang punggung tamu-tamu pesta, demi bisa mengikuti langkah Inge. Mendadak dia mempunyai rencana lain untuk mempermalukan Inge. Bukan lagi mengguyur Inge dengan saus atau membuatnya jatuh, melainkan dia akan menyobek gaunnya yang indah itu.Sandra sudah merencanakan langkah demi langkah secara detail. Dia akan berpura-pura terjatuh di dekat Inge, lalu tangannya akan beraksi cepat menyambar gaun bagian bawah, untuk kemudian dia tarik sekuat tenaga, sambil tubuh Sandra berakting sampai terguling jauh. Lebih baik lagi jika baju Inge tertarik hingga lepas semua dari badannya, biar tahu rasa si Inge sialan itu!Dia harus membalas tatapan Inge yang meremehkan tadi. Kalau tidak dibalas sekarang, kapan lagi?Akan tetapi Inge dan si tampan itu berjalan keluar. Sepertinya mereka ingin meninggalkan pesta. Sandra menghela napas, jika sudah di luar, dia akan sulit menjalankan aksinya. Sebab tidak ada yang akan dia jadikan alasan untuk membuat dia terjatuh.Ka
“Aku akui, Inge tadi terlihat sangat cantik,” kata Sandra. Dia kembali melirik Armand. Sekedar menguji respon lelaki itu.Tidak ada suara. Hanya saja Sandra melihat Armand menelan ludahnya.Sampai detik-detik berlalu, Armand terus bungkam. Namun gerak gerik lelaki itu menjadi seperti gelisah. Jari jemarinya bergerak mengetuk-ngetuk setir yang dia pegang.Sandra menghela napas.“Jangan bilang kamu menyesal telah bercerai sama dia.” Sandra mencebik, lalu tertawa sumbang. Tawa yang terlalu dipaksakan.“Sandra, diamlah daripada kamu mengada-ada!” hardik Armand, dia menjadi amat kesal. Mendengar tuduhan Sandra yang sedari tadi terkesan menyudutkan dirinya.“Oh, udah main bentak sekarang!” tukas Sandra dengan suara tidak kalah kencang dari Armand. Perempuan itu tidak terima sama sekali jika Armand sudah mulai kasar.“Bukan begitu, Sandra—”“Sandra, Sandra. Terus saja panggil namaku aja, karena memang sudah tidak ada lagi rasa sayang kamu sama aku kan? Lidahmu saja sudah beda, apalagi hatimu
Inge terbangun, mengerjap mata. Jantungnya melompat saat mendengar dengkuran yang lumayan kencang. Namun sedetik kemudian dia sadar bahwa dia berada di kamar Lucas sekarang. Rupanya dia tertidur karena kelelahan setelah mengimbangi permainan Lucas yang panas.Inge menghela napas. Dia menyingkap selimut, kemudian berjalan berjingkat memunguti pakaian dalam dan piyamanya. Dia memakai dengan keadaan ngantuk. Begitu beres, dia pun membuka pintu perlahan, lalu segera melesat ke dalam kamarnya sendiri.Masih setengah tiga pagi, Inge pun merasa sangat lelah. Perempuan itu menarik selimut, dan langsung tidur lagi dengan lelap.* * *Kembali Inge terbangun. Kali ini telinganya mendengar jeritan Naomi, ditimpali oleh suara Gita. Lumayan ribut di depan pintu kamarnya.“Mimi mau masuk, mau sama Mama Inge!”Teriakan Naomi kali ini sangat jelas diterima oleh telinga Inge. Perempuan itu pun bangkit, lalu duduk di ranjang. Mengusap wajahnya, kemudian merapikan rambutnya sekejap. Setelah itu Inge berj
“Bu Emma, saya kembalikan uang Ibu,” Inge berkata sambil menyodorkan amplop yang digenggamnya.Mata Bu Emma menatap tajam. “Masih utuh enggak? Jangan-jangan sudah kamu ambil sebagian.”Inge tersenyum kecil. “Silakan dihitung, Bu. Saya bahkan tidak menyentuh uang-uang itu.”Bu Emma mencebik, tetapi dia tidak bergerak untuk menerima amplop yang disodorkan. Hingga Inge terpaksa meletakkan amplop tersebut di atas meja.“Bu Emma, jika sudah tidak ada keperluan, saya mohon pamit,” kata Inge. Dia hendak berdiri.“Saya kan sudah bilang, ada sesuatu yang akan Pak Benny bicarakan dengan kamu, tunggu sebentar. Jangan berlagak sibuk, kerjaanmu di rumah Karina kan hanya makan dan tidur. Memangnya mau apa harus buru-buru?” tutur Bu Emma panjang.Inge menelan ludah. Dia kembali duduk, lalu berpikir, mungkin lebih baik dia mulai mencari alasan untuk Lucas saja, apabila lelaki itu nanti bertanya detail tentang kepergiannya. Sebab mencari alasan untuk segera keluar dari rumah Pak Benny terasa sia-sia.
“Ada yang mau kamu jelaskan kepadaku, Ing?” Lucas menatap tajam kepada Inge yang tengah menunduk.Hening.Detik-detik berlalu dan Inge tetap bungkam. Bahkan posisi perempuan itu tidak berubah sama sekali. Menunduk dengan kedua tangan menumpu pada kedua kakinya.“Cepat kamu jelaskan! Mumpung ada Lucas di sini jadi—”Lucas mengangkat tangan, memandang kepada mama mertuanya, dan manjur. Mama Emma langsung berhenti bicara. Wanita yang usianya sudah senja itu terlihat menjadi salah tingkah.Lucas pun melepaskan diri dari tangan Mama Emma yang masih mencengkeram lengannya. Lelaki itu bergeser menjauh dari Mama Emma.Papa Benny yang melihat hal itu, segera merapatkan dirinya sendiri ke sisi Mama Emma. Tangan lelaki itu melingkari pundak istrinya, lalu melakukan remasan halus. Kemudian mereka saling berpandangan sejenak. Papa Benny mengedipkan mata secara samar. Meminta sang istri untuk menahan diri.Tarikan napas yang berat terdengar lagi dari Lucas.“Inge?” Lucas memanggil nama istrinya sek
“M-maafkan saya Pak Lucas.”Inge menarik diri dari pelukan Lucas, lalu menjumput tisu yang tersedia di situ. Dia seka wajah basahnya sambil memandang Lucas, yang juga sedang memandang dirinya.Lucas menghela napas.“Aku marah, Inge. Dan kuharap kamu tidak menyepelekan perasaanku ini,” kata Lucas penuh penekanan. Wajahnya serius dengan sorot mata yang tajam.Inge ingin menjawab, tetapi mulutnya terasa berat. Rasa bersalah mendera dalam dirinya. Inge hanya mampu mengangguk. Kemudian dia kembali bersandar pada joknya. Demikian juga Lucas. Lalu keduanya saling berdiam diri, memandang ke depan meski mata tidak fokus ada di sana.Inge masih mengelap wajahnya. Dia sudah tidak menangis, tetapi perlu membuat napasnya menjadi lebih teratur.Di dalam hatinya, Inge masih menimbang-nimbang. Apakah perlu dia bongkar semua kelakuan Pak Benny dan Bu Emma? Sejenak dia menatap Lucas, dalam hitungan dua detik dia kembali menunduk. Namun mungkin saja sebenarnya Lucas sudah tahu semuanya.“Apakah kamu sud
“Gimana keadaanmu, Ma?” tanya Lucas begitu panggilan tersambung. “Maksudku, kamu baik-baik saja kan setelah perjalanan jauh?”Inge tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam terlebih dahulu. Entahlah, dia merasa tidak karuan saat Lucas ternyata masih juga memanggilnya dengan panggilan ‘Mama’.“Saya baik, Pak Lucas. Baby boy juga baik.”“Syukurlah… ,” sahut Lucas cepat. Namun setelah itu dia seperti kehilangan kata-kata lagi, sehingga mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya Inge berinisiatif memutus panggilan terlebih dahulu dengan alasan sang mama memanggilnya.Inge begitu terkejut saat ternyata mamanya benar-benar sedang berdiri di belakangnya saat dia menutup telepon.“Maaf, Ing, enggak ada maksud Mama menguping. Mama hanya mau ambil baju,” ujar Mama Niken. “Tapi… sepertinya kamu berutang penjelasan sama Mama ya. Apa ada sesuatu dengan pernikahanmu?”Inge mengangguk. “Ya, Ma. Ini cerita panjang. Sebaiknya Mama mandi dulu, aku beresin kamarku ya.”Mama Niken ganti meng
“Jangan membuat posisiku bertambah salah,” ucap Lucas. Dia memandang Inge. Namun tiga detk kemudian, dia memalingkan wajahnya.Lucas menghela napas. “Maafkan aku… . Aku tidak akan menyembunyikan status kita pada Karina, aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat.”“Saya hanya ingin ketemu Mama saya, tidak ada hubungannya dengan Bu Karina.” Inge menekan suaranya sedemikian rupa. “Saya ingin mengambil momen ini, sebab antara saya dan mama saya memang sudah kurang baik sejak saya bercerai dulu. Mumpung hati Mama saya lagi baik, jadi tidak ada salahnya. Iya kan?”Mereka berdua saling memandang beberapa saat. Sampai akhirnya Lucas berkata, “Oke. Pergilah, tapi diantar Pak Ali. Aku akan menjemputku.”Inge menunduk, lalu mengiyakan dengan suara pelan.“Saya akan pergi malam ini,” pamit Inge. Ditahan isaknya dengan sekuat tenaga.Lucas menghela napas lagi. Dia bisa saja mendebat lagi, tetapi lelaki itu berpikir mungkin Inge sedang benar-benar membutuhkan kebersamaan dengan ibunya.Dan bagian
Diantar oleh Pak Ali, Inge kembali ke rumah sakit dengan banyak pertanyaan di benaknya. Bagaimana mungkin Karina bisa mencari dirinya? Bukankah mereka tidak pernah saling mengenal?Tiba-tiba jantung Inge berdebar keras. Jangan-jangan, Lucas atau Pak Benny telah memberitahu tentang statusnya ini. Astaga! Inge memegangi dada kirinya yang semakin berdenyut. Dia pun mulai memikirkan kalimat-kalimat yang harus dia ucapkan pada Karina. Tentu saja serangkaian kalimat yang dia rasa tidak akan membuat situasi bertambah keruh.Sampai di rumah sakit, Inge berjalan di koridor dengan langkah terasa mengambang. Otaknya kosong sekarang setelah sepanjang perjalanan ke mari ribut sendiri. Mendadak dia sama sekali tidak mempunyai gambaran tentang apa yang akan Karina tanyakan padanya.Dari kejauhan, Inge melihat Bu Emma yang tampak mondar mandir gelisah. Begitu ibu kandung Karina itu melihat kedatangan Inge, dia terlihat berlari menyongsong. Seolah-olah sudah tidak sabar untuk bi
“Ing, Karina sadar!” Lucas setengah berteriak. Setelah itu dia berlari ke arah mereka datang tadi.Inge melihat betapa Lucas menghilang sangat cepat, bahkan lelaki itu sempat menabrak pot bunga yang menjadi pembatas antara trotoar dan lahan parkir. Beruntung tidak sampai terjadi apa-apa.Sejenak Inge tercenung. Dia menjadi bingung, apakah dia harus balik ke ruangan Karina atau kembali ke rumah? Dia menoleh ke belakang. Naomi tampak amat lelap. Rasanya Inge pun tidak mungkin menggendong Naomi sejauh itu. Kandungannya sudah besar, dan dia merasa tenaganya tidak sekuat dulu. Dia juga gampang sekali lelah. Untuk membangunkannya, tampak lebih tidak mungkin.Inge menghela napas, mencoba menunggu sejenak. Barangkali Lucas akan kembali, atau setidaknya menelepon untuk memberitahu apa yang harus dia lakukan. Namun detik-detik berlalu, tidak ada tanda-tanda kabar dari Lucas. Inge akhirnya memilih keluar dari mobil, kemudian berjalan mengitari bagian depan mobil untuk duduk di belakang kemudi.M
“Pap, Adik ternyata baby boy, bukan baby girl,” ucap Naomi sedikit kecewa, setelah tawa mereka berdua habis.Lucas membeliak. Dadanya mengembang, demikian pula dengan senyumnya. Perasaan bahagia mendengar kabar itu seperti arus listrik yang cepat menjalar, dari ujung kakinya lalu naik melesat.“Oh iya?” jawabnya dengan nada gembira.“Mimi baru tengok Adik di komputer, fotonya dibawa Mama Inge tuh, Papa mau liat?” tutur Naomi sembari menunjuk Inge yang mematung, sekitar sepuluh langkah dari mereka.Senyum Lucas menghilang seketika. Apalagi saat dia menoleh pada Inge, dan melihat tangan perempuan itu yang berada ke wajahnya sendiri, terlihat seperti sedang menghapus air mata. Lucas menjadi amat bersalah telah lupa dengan janjinya hari ini. Seharusnya dia ada di samping Inge tadi.Lucas menurunkan Naomi perlahan. Gadis cilik itu kembali berlari kepada Inge, lalu terlihat meminta amplop besar yang dipegang oleh Inge.“Ini gambar Adik, Pap!” Naomi berteriak seraya berbalik badan dan kembal
Dengan tangan bergetar, Inge merespon panggilan tersebut.“Inge… .”Suaranya terdengar amat lembut. Membuat Inge memejam, dan spontan menggulirkan air mata. Setelah sekian lama sengaja menutup diri dari Inge, akhirnya… .“Mama,” desis Inge. Dia mendengar ibu kandungnya mengisak di seberang. Sementara dia sendiri pun memperdengarkan sedu sedan. Beberapa jenak mereka berdua bertangisan, tangis yang sama-sama tertahan.“Maafkan Mama, Ing. Armand baru saja cerita semuanya, dia sampai bersujud di kaki Mama untuk minta maaf,” ucap Mama, suaranya bergetaran.“Maksud Mama, Mas Armand ke rumah?” tanya Inge tidak percaya.“Iya, baru aja dia pergi, mungkin sekitar lima menit yang lalu,” lirih sekali Mama menjawab. “Dia bilang akan balik ke kota asalnya.”Inge menghela napas. Begitu niatnya Armand bertemu mamanya, padahal kota asal Armand ada di barat, sedang mama tinggal di arah yang berlawanan. Sudah terbayang bagaimana capeknya, apalagi jika Armand menyetir sendiri.“Ing, maafkan Mama ya.” Ibu
Setelah mengambil bungkusan dari Armand, Inge naik. Di ujung tangga dia bertemu dengan Bi Yati yang tengah mencarinya.“Miss, saya kira ke mana. Saya sampai cari ke kamar Nyonya Karina. Lupa kalau Nyonya udah nggak di situ lagi, karena biasanya Miss Inge jam segini ada di kamar Nyonya,” ucap Bi Yati panjang lebar.Inge tersenyum menanggapinya. Entah mengapa sudut hatinya kembali tercubit mendengar nama Karina.“Saya ambil ini dulu, Bi. Tadi lupa dibawa turun sekalian dari mobil,” sahut Inge.“Harusnya Miss tadi tinggal telpon ke pos, biar diambilkan sama Pak Ali.”Inge hanya tersenyum saja.“Oh iya, buah potongnya sudah saya taruh di atas meja, Miss. Saya bawakan kroket juga, semoga Miss Inge berkenan,” ujar Bi Yati. Dia tahu jika istri kedua majikannya ini belum sarapan, sebab tadi terburu-buru mengantar Naomi.Inge mengucapkan terima kasih, tetapi menolak saat Bi Yati berniat untuk memberikan bantuan dengan membawakan bungkusan besar yang ada di tangannya. Dia pun kembali berjalan m
“Ya, Sayang. Ayo sebelum bobo kita sama-sama berdoa biar Mama Karina cepat bangun dan bisa main sama Mimi, bisa—”“Mimi enggak mau!” tukas Naomi. “Mimi mau sama Mama Inge aja, sama Adik. Kenapa Adik lama banget enggak keluar-keluar, Ma?”Inge tersenyum. “Sebentar lagi, Kakak. Udah enggak sabar main sama Adik ya?”Naomi mengangguk. Selanjutnya dia memeluk pinggang Inge, menciumi perut Inge beberapa kali sambil tertawa-tawa senang.“Oh iya, besok kita tengok Adik ya,” kata Inge. Dia baru saja teringat bahwa besok dia ada janji dengan dokter Yoda. Pada pemeriksaan minggu kemarin jenis kelamin bayinya belum terlihat sebab posisi sang bayi, sehingga dokter Yoda menjadwal ulang, sebelum beliau pergi ke luar negeri untuk berlibur selama satu bulan.“Tengok Adik di komputer ya, Ma?” tanya Naomi antusias.“Iya, Sayang, setelah Mimi pulang sekolah,” jawab Inge. “Sekarang kita bobo yuk.”Naomi menurut. Dia kembali ke posisi tidurnya dengan lurus, tidak meringkuk seperti yang baru saja dia lakuka
Inge tersenyum. Kebiasaan Naomi, kalau dia sudah mengantuk sekali, pasti akan meletakkan kepalanya di sembarang tempat. Naomi memang belum istirahat sejak pulang sekolah tadi. Jadi sangat wajar kalau gadis cilik ini kelelahan.“Kita pulang?” tanya Inge. Dia meraih dagu bocah itu, dan dia gemas pipinya sekejap.Naomi mengangguk lesu. Matanya tampak sudah tidak kuat untuk dia buka.Inge terpaksa meminta agar sotonya dibungkus saja. Entah nanti termakan olehnya atau tidak. Dia hanya tidak ingin si pemilik warung tersinggung jika soto yang baru dia cicipi kuahnya itu ditinggalkan begitu saja.Dibantu seseorang yang ada di situ, Inge membawa Naomi yang sudah terlelap ke dalam mobil. Rencana untuk jalan-jalan sudah hangus. Inge pun melajukan mobilnya menuju pulang. Sesekali dia melihat pada Naomi yang rebah di jok belakang, untuk memastikan anak tiri kesayangannya itu aman.Sampai di rumah, Pak Husen yang terlihat tengah mengobrol dengan penjaga keamanan segera mendekat ketika Inge memanggi