Ini sebuah surat penawaran kerja, dengan point-point penawaran yang begitu menggiurkan.Inge sampai membekap mulutnya sendiri. Membaca gaji dan fasilitas yang ditawarkan, serta jabatan sebagai wakil kepala sekolah! Astaga, benarkah ini karena kemampuannya atau pengaruh dari Pak Benny dan Bu Emma?Perempuan itu sampai membaca ulang surat tersebut, dengan lebih teliti. Namun memang matanya tidak salah lihat, surat penawaran kerja ini benar-benar amat menarik hati.Inge menahan napas, kepalanya menengadah. Setengah hatinya berbisik untuk segera menerima tawaran ini, sebab merupakan kesempatan besar dalam karirnya. Toh Pak Andrew menawarinya untuk satu bulan ke depan, bukan saat ini. Rasanya satu bulan cukup untuk penyembuhan Gita, sehingga setelah itu Naomi ada yang mengasuhnya kembali. Dan dia bisa berangkat ke luar pulau untuk memulai karirnya.Inge merenung hampir sepuluh menit, dan pada akhirnya dia memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Dia pun menuju surat elektronik yang ada
“Mimi senang balik ke rumah?” tanya Bu Emma. Nadanya betul-betul ramah, dia bahkan melempar senyum ke arah Inge.“Seneng, Oma, jadi Mimi bisa bobo sama Miss Inge lagi,” sahut Naomi.Gadis cilik itu menatap Inge, lalu menyeringai. “Kita makan es krim lagi ya, Miss, terus nonton tivi sambil bobo.” Inge mengangguk sembari tersenyum, dan tercetuslah tawa suka cita Naomi. Si kecil sampai bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya.Bu Emma menyambutnya dengan derai tawa yang nadanya hampir serupa sang cucu. Kemudian dia membelai pundak Naomi dengan sayang. Tidak lupa Bu Emma menatap Inge sekilas dan memberi senyum kecil.Begitulah sepanjang perjalanan. Lebih banyak suara Bu Emma dan Naomi yang saling bersahutan. Inge sesekali membantu Naomi menjawab pertanyaan Bu Emma, diselingi dengan tawanya yang amat samar.Dan Lucas masih sesekali mencuri pandang ke belakang. Terutama kepada Inge, lelaki tampan itu seperti ingin memastikan bahwa wanita yang kini dalam tanggung jawabnya itu bai
“Mama cuma pengen kasih ini ke Mimi, Luc,” kata Bu Emma. Dia mengacungkan piring yang berisi potongan puding. Bentuk puding itu memang sangat cantik, kalau soal rasanya sudah dijamin enak dan Naomi pasti suka.Lucas kini ikut berdiri, dan berjalan mendekati mama mertuanya. “Mimi sudah kenyang, Ma. Kita simpan saja dulu untuk nanti ya.”Lucas berhenti tepat di hadapan Bu Emma. Kedua matanya menatap tegas kepada perempuan itu. Radar kecurigaan Lucas masih terus menyala. Dia tahu bukan Naomi yang dituju mama mertuanya ini, tetapi Inge. Puding buah mungkin hanya sebuah alibi.Bu Emma menghela napas. Melirik suaminya sekilas, kemudian tersenyum tipis dan mengangguk sambil melihat wajah Lucas.“Luc, mumpung kita lagi ada waktu senggang, Papa mau ngomongin soal investasi yang kemarin Papa ceritakan ke kamu.” Pak Benny ambil suara. Lelaki itu juga berdiri, lalu dia menoleh kepada chef yang berdiri tidak jauh dari mereka.“Chef, apa boleh kami minta dua cangkir kopi?” tanya Pak Benny.Setelah
Inge menghela napas. Dia menunduk, terkesan ingin menghindar.“Apa tadi Mama Emma ke sini menemui kamu?” tanya Lucas serius.Inge mendongak cepat. Matanya bertatapan dengan mata tajam Lucas. Kemudian perempuan itu menunduk lagi. Jika dia bicara yang sebenarnya, sudah barang tentu Lucas akan mengorek lebih dalam lagi. Dan itu berarti Inge mungkin harus membuat sebuah kebohongan baru.Inge pun memilih menggeleng. “Tadi dua chef yang mengantar makanan itu, Pak Lucas. Tidak ada Bu Emma atau orang lain, selain mereka.”Lucas masih memandang Inge. Sesungguhnya dia meragukan jawaban Inge. Meski tadi di awal dia sudah memohon agar Inge bersedia menjawab dengan jujur, tetapi dia tidak ingin memaksa perempuan itu. Lucas hanya kuatir jika hal ini akan membuat Inge bertambah tidak nyaman berada di rumahnya.Lelaki itu menghela napas, kemudian menoleh kepada Naomi yang terlihat sangat lelap. Lalu Lucas memandang kepada Inge kembali dan tersenyum. Walau masih ada sedikit kekecewaan atas jawaban Ing
Inge mengabaikan perempuan itu, dia tetap mendorong trolinya maju.“Ayo, Sayang,” katanya lembut kepada Naomi.Tiba-tiba perempuan itu menahan troli Inge, bibirnya tersungging miring dengan muka mengejek.“Tapi lumayan juga akal kotormu. Meski suamimu kampungan, dan mukanya perlu diamplas, rupanya duit yang jadi incaranmu ya!” ejek Sandra sambil melirik Pak Ali. Sepertinya dia menyangka sang sopir adalah suami Inge.Inge menahan napas sejenak. Sebenarnya dia tidak ingin membuat keributan. Namun Sandra, pacar mantan suaminya ini, seperti menguji kesabarannya sedari tadi. Dan ternyata, dia tidak sesabar itu jika menghadapi mahluk satu ini.“Dengar Sandra, bukan urusanmu dengan siapa aku menikah. Yang terpenting kamu sudah mendapat apa yang kamu mau kan?” geram Inge.Naomi yang seperti ketakutan, merapat ke kaki Inge. Serta merta Inge meraih kepala Naomi dan membelainya. Berusaha memberi sedikit ketenangan.“Armand sudah aku buang, dan sudah kau pungut kan? Jadi apalagi? Ambil lelaki pa
“Coba saja, San, kupastikan kau akan kehilangan pekerjaanmu!” geram Inge lirih. Namun gerahamnya sampai bergetar karena menahan marah. Seandainya tidak ada Naomi di sampingnya, sudah barang tentu dia akan lebih galak kepada perempuan tidak tahu malu ini.Sandra menurunkan tangannya dengan cepat. Wajahnya masih terlihat sangat kesal. Dengan menyentakkan langkah dia pergi dari hadapan Inge.“Ayo kita sharing mie-nya, Sayang,” kata Inge. Berusaha keras untuk menampilkan suara dan wajah yang biasa.Naomi menyeringai. “Mbak-mbak pelayan jahat itu enggak ke sini lagi kan, Miss?”“Enggak, Sayang. Yuk makan mie-nya, Mimi mau pangsit atau baksonya?” tanya Inge. “Berbagi lagi aja, Miss. Kita belah jadi dua,” usul Naomi riang.Inge tertawa. “Aduh, anak Pak Lucas Kavell memang pintar ya!”“Papa yang ajarin Mimi, Miss,” jawab Naomi polos. Senyumnya mengembang, ada gurat bangga di wajahnya. Gadis cilik itu suka sekali mendengar pujian dari Inge.Mereka pun makan dengan cara dibagi dua setiap maka
Mata itu terus mengikuti pergerakan Inge hingga sosok Inge tidak lagi terlihat. Kini hidungnya mendengkus kencang, mengeluarkan napas panas. Kemudian dia berjalan cepat menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, dia cepat masuk.Kepala, hati dan pikiran Sandra terbakar amarah. Tepatnya rasa cemburu yang menggunung. Dia tidak habis pikir kenapa Inge setelah diceraikan Armand, bisa menikah dengan pria kaya raya. Terlihat tadi dia memborong baju-baju bagus, dan sepatu mahal.Tentang pria tampan nan gagah yang membelikan barang-barang bagus itu, apakah itu suami Inge yang sebenarnya? Kalau begitu, pria berwajah kampungan yang tadi dia lihat bersama Inge di depan kasir itu siapa? Apakah pengawal atau pembantunya?“Gila! Belanja aja pakai dikawal, seberapa kaya sih suami barunya Inge?” gerutu Sandra dalam hati. Tangannya terkepal erat. Rasa-rasanya dia jadi ingin mengamuk hari ini. Sungguh dia tidak rela, jika Inge ternyata kini hidup bahagia.Pintu lift terbuka. Area foodcourt terpampang di d
“Kok bisa gara-gara Inge?” tanya Armand dengan nada ringan.Sandra melepas pelukan dengan segera. Kepalanya mendongak untuk menatap Armand dengan bebas. Sementara matanya menyala tajam. Perempuan itu tidak suka dengan apa yang baru saja Armand ucapkan.“Jadi Mas Armand menuduh kalau aku bohong?” tuduh Sandra marah. Dia kembali menolak tubuh Armand.“Loh yang bilang kamu bohong siapa?” Armand kembali duduk, setelah tadi sempat sedikit rebah karena dorongan dari Sandra yang begitu kuat.Sandra mendengkus. “Ya dengan pertanyaan seperti itu, artinya Mas Armand meragukan ceritaku kan? Itu sama saja menuduh aku berbohong!” cetus Sandra kesal.Armand menghembus napas. Digaruknya kepalanya beberapa saat. Sesungguhnya otaknya memang tidak bisa mencerna cerita sang kekasih.Bagaimana ceritanya Inge bisa membuat Sandra dipecat? Apa tadi Inge melabrak Sandra di tempat kerjanya? Seperti saat dia melabrak mereka berdua di kantor yang lama?“Bukan begitu maksudku, Sayang. Kan aku cuma pengen tau gi
“Gimana keadaanmu, Ma?” tanya Lucas begitu panggilan tersambung. “Maksudku, kamu baik-baik saja kan setelah perjalanan jauh?”Inge tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam terlebih dahulu. Entahlah, dia merasa tidak karuan saat Lucas ternyata masih juga memanggilnya dengan panggilan ‘Mama’.“Saya baik, Pak Lucas. Baby boy juga baik.”“Syukurlah… ,” sahut Lucas cepat. Namun setelah itu dia seperti kehilangan kata-kata lagi, sehingga mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya Inge berinisiatif memutus panggilan terlebih dahulu dengan alasan sang mama memanggilnya.Inge begitu terkejut saat ternyata mamanya benar-benar sedang berdiri di belakangnya saat dia menutup telepon.“Maaf, Ing, enggak ada maksud Mama menguping. Mama hanya mau ambil baju,” ujar Mama Niken. “Tapi… sepertinya kamu berutang penjelasan sama Mama ya. Apa ada sesuatu dengan pernikahanmu?”Inge mengangguk. “Ya, Ma. Ini cerita panjang. Sebaiknya Mama mandi dulu, aku beresin kamarku ya.”Mama Niken ganti meng
“Jangan membuat posisiku bertambah salah,” ucap Lucas. Dia memandang Inge. Namun tiga detk kemudian, dia memalingkan wajahnya.Lucas menghela napas. “Maafkan aku… . Aku tidak akan menyembunyikan status kita pada Karina, aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat.”“Saya hanya ingin ketemu Mama saya, tidak ada hubungannya dengan Bu Karina.” Inge menekan suaranya sedemikian rupa. “Saya ingin mengambil momen ini, sebab antara saya dan mama saya memang sudah kurang baik sejak saya bercerai dulu. Mumpung hati Mama saya lagi baik, jadi tidak ada salahnya. Iya kan?”Mereka berdua saling memandang beberapa saat. Sampai akhirnya Lucas berkata, “Oke. Pergilah, tapi diantar Pak Ali. Aku akan menjemputku.”Inge menunduk, lalu mengiyakan dengan suara pelan.“Saya akan pergi malam ini,” pamit Inge. Ditahan isaknya dengan sekuat tenaga.Lucas menghela napas lagi. Dia bisa saja mendebat lagi, tetapi lelaki itu berpikir mungkin Inge sedang benar-benar membutuhkan kebersamaan dengan ibunya.Dan bagian
Diantar oleh Pak Ali, Inge kembali ke rumah sakit dengan banyak pertanyaan di benaknya. Bagaimana mungkin Karina bisa mencari dirinya? Bukankah mereka tidak pernah saling mengenal?Tiba-tiba jantung Inge berdebar keras. Jangan-jangan, Lucas atau Pak Benny telah memberitahu tentang statusnya ini. Astaga! Inge memegangi dada kirinya yang semakin berdenyut. Dia pun mulai memikirkan kalimat-kalimat yang harus dia ucapkan pada Karina. Tentu saja serangkaian kalimat yang dia rasa tidak akan membuat situasi bertambah keruh.Sampai di rumah sakit, Inge berjalan di koridor dengan langkah terasa mengambang. Otaknya kosong sekarang setelah sepanjang perjalanan ke mari ribut sendiri. Mendadak dia sama sekali tidak mempunyai gambaran tentang apa yang akan Karina tanyakan padanya.Dari kejauhan, Inge melihat Bu Emma yang tampak mondar mandir gelisah. Begitu ibu kandung Karina itu melihat kedatangan Inge, dia terlihat berlari menyongsong. Seolah-olah sudah tidak sabar untuk bi
“Ing, Karina sadar!” Lucas setengah berteriak. Setelah itu dia berlari ke arah mereka datang tadi.Inge melihat betapa Lucas menghilang sangat cepat, bahkan lelaki itu sempat menabrak pot bunga yang menjadi pembatas antara trotoar dan lahan parkir. Beruntung tidak sampai terjadi apa-apa.Sejenak Inge tercenung. Dia menjadi bingung, apakah dia harus balik ke ruangan Karina atau kembali ke rumah? Dia menoleh ke belakang. Naomi tampak amat lelap. Rasanya Inge pun tidak mungkin menggendong Naomi sejauh itu. Kandungannya sudah besar, dan dia merasa tenaganya tidak sekuat dulu. Dia juga gampang sekali lelah. Untuk membangunkannya, tampak lebih tidak mungkin.Inge menghela napas, mencoba menunggu sejenak. Barangkali Lucas akan kembali, atau setidaknya menelepon untuk memberitahu apa yang harus dia lakukan. Namun detik-detik berlalu, tidak ada tanda-tanda kabar dari Lucas. Inge akhirnya memilih keluar dari mobil, kemudian berjalan mengitari bagian depan mobil untuk duduk di belakang kemudi.M
“Pap, Adik ternyata baby boy, bukan baby girl,” ucap Naomi sedikit kecewa, setelah tawa mereka berdua habis.Lucas membeliak. Dadanya mengembang, demikian pula dengan senyumnya. Perasaan bahagia mendengar kabar itu seperti arus listrik yang cepat menjalar, dari ujung kakinya lalu naik melesat.“Oh iya?” jawabnya dengan nada gembira.“Mimi baru tengok Adik di komputer, fotonya dibawa Mama Inge tuh, Papa mau liat?” tutur Naomi sembari menunjuk Inge yang mematung, sekitar sepuluh langkah dari mereka.Senyum Lucas menghilang seketika. Apalagi saat dia menoleh pada Inge, dan melihat tangan perempuan itu yang berada ke wajahnya sendiri, terlihat seperti sedang menghapus air mata. Lucas menjadi amat bersalah telah lupa dengan janjinya hari ini. Seharusnya dia ada di samping Inge tadi.Lucas menurunkan Naomi perlahan. Gadis cilik itu kembali berlari kepada Inge, lalu terlihat meminta amplop besar yang dipegang oleh Inge.“Ini gambar Adik, Pap!” Naomi berteriak seraya berbalik badan dan kembal
Dengan tangan bergetar, Inge merespon panggilan tersebut.“Inge… .”Suaranya terdengar amat lembut. Membuat Inge memejam, dan spontan menggulirkan air mata. Setelah sekian lama sengaja menutup diri dari Inge, akhirnya… .“Mama,” desis Inge. Dia mendengar ibu kandungnya mengisak di seberang. Sementara dia sendiri pun memperdengarkan sedu sedan. Beberapa jenak mereka berdua bertangisan, tangis yang sama-sama tertahan.“Maafkan Mama, Ing. Armand baru saja cerita semuanya, dia sampai bersujud di kaki Mama untuk minta maaf,” ucap Mama, suaranya bergetaran.“Maksud Mama, Mas Armand ke rumah?” tanya Inge tidak percaya.“Iya, baru aja dia pergi, mungkin sekitar lima menit yang lalu,” lirih sekali Mama menjawab. “Dia bilang akan balik ke kota asalnya.”Inge menghela napas. Begitu niatnya Armand bertemu mamanya, padahal kota asal Armand ada di barat, sedang mama tinggal di arah yang berlawanan. Sudah terbayang bagaimana capeknya, apalagi jika Armand menyetir sendiri.“Ing, maafkan Mama ya.” Ibu
Setelah mengambil bungkusan dari Armand, Inge naik. Di ujung tangga dia bertemu dengan Bi Yati yang tengah mencarinya.“Miss, saya kira ke mana. Saya sampai cari ke kamar Nyonya Karina. Lupa kalau Nyonya udah nggak di situ lagi, karena biasanya Miss Inge jam segini ada di kamar Nyonya,” ucap Bi Yati panjang lebar.Inge tersenyum menanggapinya. Entah mengapa sudut hatinya kembali tercubit mendengar nama Karina.“Saya ambil ini dulu, Bi. Tadi lupa dibawa turun sekalian dari mobil,” sahut Inge.“Harusnya Miss tadi tinggal telpon ke pos, biar diambilkan sama Pak Ali.”Inge hanya tersenyum saja.“Oh iya, buah potongnya sudah saya taruh di atas meja, Miss. Saya bawakan kroket juga, semoga Miss Inge berkenan,” ujar Bi Yati. Dia tahu jika istri kedua majikannya ini belum sarapan, sebab tadi terburu-buru mengantar Naomi.Inge mengucapkan terima kasih, tetapi menolak saat Bi Yati berniat untuk memberikan bantuan dengan membawakan bungkusan besar yang ada di tangannya. Dia pun kembali berjalan m
“Ya, Sayang. Ayo sebelum bobo kita sama-sama berdoa biar Mama Karina cepat bangun dan bisa main sama Mimi, bisa—”“Mimi enggak mau!” tukas Naomi. “Mimi mau sama Mama Inge aja, sama Adik. Kenapa Adik lama banget enggak keluar-keluar, Ma?”Inge tersenyum. “Sebentar lagi, Kakak. Udah enggak sabar main sama Adik ya?”Naomi mengangguk. Selanjutnya dia memeluk pinggang Inge, menciumi perut Inge beberapa kali sambil tertawa-tawa senang.“Oh iya, besok kita tengok Adik ya,” kata Inge. Dia baru saja teringat bahwa besok dia ada janji dengan dokter Yoda. Pada pemeriksaan minggu kemarin jenis kelamin bayinya belum terlihat sebab posisi sang bayi, sehingga dokter Yoda menjadwal ulang, sebelum beliau pergi ke luar negeri untuk berlibur selama satu bulan.“Tengok Adik di komputer ya, Ma?” tanya Naomi antusias.“Iya, Sayang, setelah Mimi pulang sekolah,” jawab Inge. “Sekarang kita bobo yuk.”Naomi menurut. Dia kembali ke posisi tidurnya dengan lurus, tidak meringkuk seperti yang baru saja dia lakuka
Inge tersenyum. Kebiasaan Naomi, kalau dia sudah mengantuk sekali, pasti akan meletakkan kepalanya di sembarang tempat. Naomi memang belum istirahat sejak pulang sekolah tadi. Jadi sangat wajar kalau gadis cilik ini kelelahan.“Kita pulang?” tanya Inge. Dia meraih dagu bocah itu, dan dia gemas pipinya sekejap.Naomi mengangguk lesu. Matanya tampak sudah tidak kuat untuk dia buka.Inge terpaksa meminta agar sotonya dibungkus saja. Entah nanti termakan olehnya atau tidak. Dia hanya tidak ingin si pemilik warung tersinggung jika soto yang baru dia cicipi kuahnya itu ditinggalkan begitu saja.Dibantu seseorang yang ada di situ, Inge membawa Naomi yang sudah terlelap ke dalam mobil. Rencana untuk jalan-jalan sudah hangus. Inge pun melajukan mobilnya menuju pulang. Sesekali dia melihat pada Naomi yang rebah di jok belakang, untuk memastikan anak tiri kesayangannya itu aman.Sampai di rumah, Pak Husen yang terlihat tengah mengobrol dengan penjaga keamanan segera mendekat ketika Inge memanggi