“Mimi senang balik ke rumah?” tanya Bu Emma. Nadanya betul-betul ramah, dia bahkan melempar senyum ke arah Inge.“Seneng, Oma, jadi Mimi bisa bobo sama Miss Inge lagi,” sahut Naomi.Gadis cilik itu menatap Inge, lalu menyeringai. “Kita makan es krim lagi ya, Miss, terus nonton tivi sambil bobo.” Inge mengangguk sembari tersenyum, dan tercetuslah tawa suka cita Naomi. Si kecil sampai bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya.Bu Emma menyambutnya dengan derai tawa yang nadanya hampir serupa sang cucu. Kemudian dia membelai pundak Naomi dengan sayang. Tidak lupa Bu Emma menatap Inge sekilas dan memberi senyum kecil.Begitulah sepanjang perjalanan. Lebih banyak suara Bu Emma dan Naomi yang saling bersahutan. Inge sesekali membantu Naomi menjawab pertanyaan Bu Emma, diselingi dengan tawanya yang amat samar.Dan Lucas masih sesekali mencuri pandang ke belakang. Terutama kepada Inge, lelaki tampan itu seperti ingin memastikan bahwa wanita yang kini dalam tanggung jawabnya itu bai
“Mama cuma pengen kasih ini ke Mimi, Luc,” kata Bu Emma. Dia mengacungkan piring yang berisi potongan puding. Bentuk puding itu memang sangat cantik, kalau soal rasanya sudah dijamin enak dan Naomi pasti suka.Lucas kini ikut berdiri, dan berjalan mendekati mama mertuanya. “Mimi sudah kenyang, Ma. Kita simpan saja dulu untuk nanti ya.”Lucas berhenti tepat di hadapan Bu Emma. Kedua matanya menatap tegas kepada perempuan itu. Radar kecurigaan Lucas masih terus menyala. Dia tahu bukan Naomi yang dituju mama mertuanya ini, tetapi Inge. Puding buah mungkin hanya sebuah alibi.Bu Emma menghela napas. Melirik suaminya sekilas, kemudian tersenyum tipis dan mengangguk sambil melihat wajah Lucas.“Luc, mumpung kita lagi ada waktu senggang, Papa mau ngomongin soal investasi yang kemarin Papa ceritakan ke kamu.” Pak Benny ambil suara. Lelaki itu juga berdiri, lalu dia menoleh kepada chef yang berdiri tidak jauh dari mereka.“Chef, apa boleh kami minta dua cangkir kopi?” tanya Pak Benny.Setelah
Inge menghela napas. Dia menunduk, terkesan ingin menghindar.“Apa tadi Mama Emma ke sini menemui kamu?” tanya Lucas serius.Inge mendongak cepat. Matanya bertatapan dengan mata tajam Lucas. Kemudian perempuan itu menunduk lagi. Jika dia bicara yang sebenarnya, sudah barang tentu Lucas akan mengorek lebih dalam lagi. Dan itu berarti Inge mungkin harus membuat sebuah kebohongan baru.Inge pun memilih menggeleng. “Tadi dua chef yang mengantar makanan itu, Pak Lucas. Tidak ada Bu Emma atau orang lain, selain mereka.”Lucas masih memandang Inge. Sesungguhnya dia meragukan jawaban Inge. Meski tadi di awal dia sudah memohon agar Inge bersedia menjawab dengan jujur, tetapi dia tidak ingin memaksa perempuan itu. Lucas hanya kuatir jika hal ini akan membuat Inge bertambah tidak nyaman berada di rumahnya.Lelaki itu menghela napas, kemudian menoleh kepada Naomi yang terlihat sangat lelap. Lalu Lucas memandang kepada Inge kembali dan tersenyum. Walau masih ada sedikit kekecewaan atas jawaban Ing
Inge mengabaikan perempuan itu, dia tetap mendorong trolinya maju.“Ayo, Sayang,” katanya lembut kepada Naomi.Tiba-tiba perempuan itu menahan troli Inge, bibirnya tersungging miring dengan muka mengejek.“Tapi lumayan juga akal kotormu. Meski suamimu kampungan, dan mukanya perlu diamplas, rupanya duit yang jadi incaranmu ya!” ejek Sandra sambil melirik Pak Ali. Sepertinya dia menyangka sang sopir adalah suami Inge.Inge menahan napas sejenak. Sebenarnya dia tidak ingin membuat keributan. Namun Sandra, pacar mantan suaminya ini, seperti menguji kesabarannya sedari tadi. Dan ternyata, dia tidak sesabar itu jika menghadapi mahluk satu ini.“Dengar Sandra, bukan urusanmu dengan siapa aku menikah. Yang terpenting kamu sudah mendapat apa yang kamu mau kan?” geram Inge.Naomi yang seperti ketakutan, merapat ke kaki Inge. Serta merta Inge meraih kepala Naomi dan membelainya. Berusaha memberi sedikit ketenangan.“Armand sudah aku buang, dan sudah kau pungut kan? Jadi apalagi? Ambil lelaki pa
“Coba saja, San, kupastikan kau akan kehilangan pekerjaanmu!” geram Inge lirih. Namun gerahamnya sampai bergetar karena menahan marah. Seandainya tidak ada Naomi di sampingnya, sudah barang tentu dia akan lebih galak kepada perempuan tidak tahu malu ini.Sandra menurunkan tangannya dengan cepat. Wajahnya masih terlihat sangat kesal. Dengan menyentakkan langkah dia pergi dari hadapan Inge.“Ayo kita sharing mie-nya, Sayang,” kata Inge. Berusaha keras untuk menampilkan suara dan wajah yang biasa.Naomi menyeringai. “Mbak-mbak pelayan jahat itu enggak ke sini lagi kan, Miss?”“Enggak, Sayang. Yuk makan mie-nya, Mimi mau pangsit atau baksonya?” tanya Inge. “Berbagi lagi aja, Miss. Kita belah jadi dua,” usul Naomi riang.Inge tertawa. “Aduh, anak Pak Lucas Kavell memang pintar ya!”“Papa yang ajarin Mimi, Miss,” jawab Naomi polos. Senyumnya mengembang, ada gurat bangga di wajahnya. Gadis cilik itu suka sekali mendengar pujian dari Inge.Mereka pun makan dengan cara dibagi dua setiap maka
Mata itu terus mengikuti pergerakan Inge hingga sosok Inge tidak lagi terlihat. Kini hidungnya mendengkus kencang, mengeluarkan napas panas. Kemudian dia berjalan cepat menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, dia cepat masuk.Kepala, hati dan pikiran Sandra terbakar amarah. Tepatnya rasa cemburu yang menggunung. Dia tidak habis pikir kenapa Inge setelah diceraikan Armand, bisa menikah dengan pria kaya raya. Terlihat tadi dia memborong baju-baju bagus, dan sepatu mahal.Tentang pria tampan nan gagah yang membelikan barang-barang bagus itu, apakah itu suami Inge yang sebenarnya? Kalau begitu, pria berwajah kampungan yang tadi dia lihat bersama Inge di depan kasir itu siapa? Apakah pengawal atau pembantunya?“Gila! Belanja aja pakai dikawal, seberapa kaya sih suami barunya Inge?” gerutu Sandra dalam hati. Tangannya terkepal erat. Rasa-rasanya dia jadi ingin mengamuk hari ini. Sungguh dia tidak rela, jika Inge ternyata kini hidup bahagia.Pintu lift terbuka. Area foodcourt terpampang di d
“Kok bisa gara-gara Inge?” tanya Armand dengan nada ringan.Sandra melepas pelukan dengan segera. Kepalanya mendongak untuk menatap Armand dengan bebas. Sementara matanya menyala tajam. Perempuan itu tidak suka dengan apa yang baru saja Armand ucapkan.“Jadi Mas Armand menuduh kalau aku bohong?” tuduh Sandra marah. Dia kembali menolak tubuh Armand.“Loh yang bilang kamu bohong siapa?” Armand kembali duduk, setelah tadi sempat sedikit rebah karena dorongan dari Sandra yang begitu kuat.Sandra mendengkus. “Ya dengan pertanyaan seperti itu, artinya Mas Armand meragukan ceritaku kan? Itu sama saja menuduh aku berbohong!” cetus Sandra kesal.Armand menghembus napas. Digaruknya kepalanya beberapa saat. Sesungguhnya otaknya memang tidak bisa mencerna cerita sang kekasih.Bagaimana ceritanya Inge bisa membuat Sandra dipecat? Apa tadi Inge melabrak Sandra di tempat kerjanya? Seperti saat dia melabrak mereka berdua di kantor yang lama?“Bukan begitu maksudku, Sayang. Kan aku cuma pengen tau gi
Armand tersenyum canggung.“Ayolah, Sayang. Jangan ngambek begitu. Aku pasti nikahin kamu kok. Kurang apa lagi buktinya? Udah kuceraikan Inge demi kamu kan?” ujar lelaki itu.“Sekarang waktunya saja yang kurang tepat. Aku janji, begitu aku dapat kerjaan, kita langsung nikah,” rayu Armand selanjutnya.“Bener ya?” harap Sandra dengan mata sayu. Entah mengapa, ada separuh hatinya yang meragukan ucapan Armand. Perasaannya berbisik, jika sang kekasih tidak dengan tulus mengucapkan janjinya itu.Armand bergerak untuk mendapatkan badan Sandra. Dikecupnya pipi mulus nan menggemaskan itu beberapa kali hingga Sandra terkikik antara geli tetapi senang.Mendapat perlakuan seperti itu, hati Sandra perlahan kembali melunak.“Kalau gitu, aku minta bayarin kost-ku ya, Mas. Minggu depan jatuh tempo,” kata Sandra manja. Kedua tangannya melingkari leher Armand. Sedang mata mereka saling menatap satu sama lain.“Iya, nanti aku transfer ya,” sahut Armand. Nada suaranya seperti sedikit ditekan. Ada aura ke
“Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D
Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel
Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping
Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc
Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m
Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a
Karina buru-buru menyeka air matanya. Dia memandang sejenak kepada Papa Benny. Saat ayahnya mengangguk, perempuan cantik itu ikut pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia memberanikan diri untuk menatap wajah Lucas, sembari menahan debaran di dadanya.Entah mengapa Karina melihat serpihan diri Edward dalam wajah Lucas. Dan di sinilah dia menjadi lebih paham apa yang Papa Benny maksudkan tadi. Karina mungkin tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang Edward. Itu akan seperti mengantongi bom yang dapat meledak sewaktu-waktu, yang mungkin saja ledakannya lebih hebat dari pada empat tahun yang lalu.“Aku juga punya kabar yang harus kamu dengar, Luc,” kata Karina lirih.Mendengar hal tersebut, Papa Benny memberi kode kepada Mama Emma untuk keluar. Ketika sang istri terlihat masih terpaku, Papa Benny berjalan memutari ranjang Karina untuk mendapatkan tangan perempuan itu. Dalam diam, dia membawa Mama Emma keluar ruangan.Lucas tersenyum samar serta mengangguk pada kedua mertuanya, s
“Di sini juga ada Lucas, yang bisa ikut mendengar,” tambah Pak Benny.Inge tercekat. Dia menggigit halus bibir bawahnya sendiri. Berusaha untuk tidak memperdengarkan sesuatu yang bisa menampakkan kegugupannya, meskipun jantung dalam dadanya berdebar begitu kencang.“Dengar baik-baik, Inge. Saya ingin membatalkan perjanjian di antara kita,” kata Pak Benny. Suaranya serak tetapi diucapkan dengan mulus tanpa getaran. “Pernikahan antara kamu dan Lucas itu sah, hanya kamu dan Lucas yang berhak menentukan kelanjutannya.”Telinga Inge dapat mendengar suara Lucas terpekik kecil menyerukan kata ‘papa’ di belakang suara Pak Benny. Sebenarnya dia pun sama terkejutnya dengan Lucas, tetapi dia dapat mengendalikan diri. Inge telah belajar dari pengalaman bahwa berbicara dengan Pak Benny atau Bu Emma selalu saja muncul hal-hal tidak terduga.“Apa kamu dengar, Ing?” tanya Pak Benny.“I-iya, Pak.”Inge pun terbata-bata kembali mengiyakan ketika Pak Benny menanyakan apakah dia paham dengan yang dimaksu
Keluar dari ruang perawatan Karina, Lucas langsung menuju ke arah barat rumah sakit. Di situ ada taman dengan kolam ikan yang suasananya lumayan sejuk, sebab beberapa pohon rindang berjajar melingkupi area tersebut. Beruntung taman tampak tidak seramai biasanya.Lucas duduk di salah satu kursi di situ, dia menghela napas. Kesejukan dan kedamaian suasana taman, sama sekali tidak dapat meredakan panas di hatinya. Rasa sakit pada pagi hari itu, empat tahun lalu, bahkan masih terasa sampai sekarang. Siapa yang tidak sakit jika ternyata istri yang dicintai menyimpan rasa untuk lelaki lain. Apalagi jika lelaki tersebut adalah orang yang selama ini tidak dia sukai.Ya, Lucas menganggap Edward pengkhianat. Edward Kavell adalah sepupu dari papa kandungnya, yang artinya masih paman Lucas. Dia menikahi Mama Helen tepat tiga bulan setelah kematian papanya. Ada desas desus yang beredar di kalangan keluarga besarnya sendiri, bahwa Mama Helen telah hamil dengan Edward. Namun seiring berjalannya wakt