Inge menghela napas. Dia menunduk, terkesan ingin menghindar.“Apa tadi Mama Emma ke sini menemui kamu?” tanya Lucas serius.Inge mendongak cepat. Matanya bertatapan dengan mata tajam Lucas. Kemudian perempuan itu menunduk lagi. Jika dia bicara yang sebenarnya, sudah barang tentu Lucas akan mengorek lebih dalam lagi. Dan itu berarti Inge mungkin harus membuat sebuah kebohongan baru.Inge pun memilih menggeleng. “Tadi dua chef yang mengantar makanan itu, Pak Lucas. Tidak ada Bu Emma atau orang lain, selain mereka.”Lucas masih memandang Inge. Sesungguhnya dia meragukan jawaban Inge. Meski tadi di awal dia sudah memohon agar Inge bersedia menjawab dengan jujur, tetapi dia tidak ingin memaksa perempuan itu. Lucas hanya kuatir jika hal ini akan membuat Inge bertambah tidak nyaman berada di rumahnya.Lelaki itu menghela napas, kemudian menoleh kepada Naomi yang terlihat sangat lelap. Lalu Lucas memandang kepada Inge kembali dan tersenyum. Walau masih ada sedikit kekecewaan atas jawaban Ing
Inge mengabaikan perempuan itu, dia tetap mendorong trolinya maju.“Ayo, Sayang,” katanya lembut kepada Naomi.Tiba-tiba perempuan itu menahan troli Inge, bibirnya tersungging miring dengan muka mengejek.“Tapi lumayan juga akal kotormu. Meski suamimu kampungan, dan mukanya perlu diamplas, rupanya duit yang jadi incaranmu ya!” ejek Sandra sambil melirik Pak Ali. Sepertinya dia menyangka sang sopir adalah suami Inge.Inge menahan napas sejenak. Sebenarnya dia tidak ingin membuat keributan. Namun Sandra, pacar mantan suaminya ini, seperti menguji kesabarannya sedari tadi. Dan ternyata, dia tidak sesabar itu jika menghadapi mahluk satu ini.“Dengar Sandra, bukan urusanmu dengan siapa aku menikah. Yang terpenting kamu sudah mendapat apa yang kamu mau kan?” geram Inge.Naomi yang seperti ketakutan, merapat ke kaki Inge. Serta merta Inge meraih kepala Naomi dan membelainya. Berusaha memberi sedikit ketenangan.“Armand sudah aku buang, dan sudah kau pungut kan? Jadi apalagi? Ambil lelaki pa
“Coba saja, San, kupastikan kau akan kehilangan pekerjaanmu!” geram Inge lirih. Namun gerahamnya sampai bergetar karena menahan marah. Seandainya tidak ada Naomi di sampingnya, sudah barang tentu dia akan lebih galak kepada perempuan tidak tahu malu ini.Sandra menurunkan tangannya dengan cepat. Wajahnya masih terlihat sangat kesal. Dengan menyentakkan langkah dia pergi dari hadapan Inge.“Ayo kita sharing mie-nya, Sayang,” kata Inge. Berusaha keras untuk menampilkan suara dan wajah yang biasa.Naomi menyeringai. “Mbak-mbak pelayan jahat itu enggak ke sini lagi kan, Miss?”“Enggak, Sayang. Yuk makan mie-nya, Mimi mau pangsit atau baksonya?” tanya Inge. “Berbagi lagi aja, Miss. Kita belah jadi dua,” usul Naomi riang.Inge tertawa. “Aduh, anak Pak Lucas Kavell memang pintar ya!”“Papa yang ajarin Mimi, Miss,” jawab Naomi polos. Senyumnya mengembang, ada gurat bangga di wajahnya. Gadis cilik itu suka sekali mendengar pujian dari Inge.Mereka pun makan dengan cara dibagi dua setiap maka
Mata itu terus mengikuti pergerakan Inge hingga sosok Inge tidak lagi terlihat. Kini hidungnya mendengkus kencang, mengeluarkan napas panas. Kemudian dia berjalan cepat menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, dia cepat masuk.Kepala, hati dan pikiran Sandra terbakar amarah. Tepatnya rasa cemburu yang menggunung. Dia tidak habis pikir kenapa Inge setelah diceraikan Armand, bisa menikah dengan pria kaya raya. Terlihat tadi dia memborong baju-baju bagus, dan sepatu mahal.Tentang pria tampan nan gagah yang membelikan barang-barang bagus itu, apakah itu suami Inge yang sebenarnya? Kalau begitu, pria berwajah kampungan yang tadi dia lihat bersama Inge di depan kasir itu siapa? Apakah pengawal atau pembantunya?“Gila! Belanja aja pakai dikawal, seberapa kaya sih suami barunya Inge?” gerutu Sandra dalam hati. Tangannya terkepal erat. Rasa-rasanya dia jadi ingin mengamuk hari ini. Sungguh dia tidak rela, jika Inge ternyata kini hidup bahagia.Pintu lift terbuka. Area foodcourt terpampang di d
“Kok bisa gara-gara Inge?” tanya Armand dengan nada ringan.Sandra melepas pelukan dengan segera. Kepalanya mendongak untuk menatap Armand dengan bebas. Sementara matanya menyala tajam. Perempuan itu tidak suka dengan apa yang baru saja Armand ucapkan.“Jadi Mas Armand menuduh kalau aku bohong?” tuduh Sandra marah. Dia kembali menolak tubuh Armand.“Loh yang bilang kamu bohong siapa?” Armand kembali duduk, setelah tadi sempat sedikit rebah karena dorongan dari Sandra yang begitu kuat.Sandra mendengkus. “Ya dengan pertanyaan seperti itu, artinya Mas Armand meragukan ceritaku kan? Itu sama saja menuduh aku berbohong!” cetus Sandra kesal.Armand menghembus napas. Digaruknya kepalanya beberapa saat. Sesungguhnya otaknya memang tidak bisa mencerna cerita sang kekasih.Bagaimana ceritanya Inge bisa membuat Sandra dipecat? Apa tadi Inge melabrak Sandra di tempat kerjanya? Seperti saat dia melabrak mereka berdua di kantor yang lama?“Bukan begitu maksudku, Sayang. Kan aku cuma pengen tau gi
Armand tersenyum canggung.“Ayolah, Sayang. Jangan ngambek begitu. Aku pasti nikahin kamu kok. Kurang apa lagi buktinya? Udah kuceraikan Inge demi kamu kan?” ujar lelaki itu.“Sekarang waktunya saja yang kurang tepat. Aku janji, begitu aku dapat kerjaan, kita langsung nikah,” rayu Armand selanjutnya.“Bener ya?” harap Sandra dengan mata sayu. Entah mengapa, ada separuh hatinya yang meragukan ucapan Armand. Perasaannya berbisik, jika sang kekasih tidak dengan tulus mengucapkan janjinya itu.Armand bergerak untuk mendapatkan badan Sandra. Dikecupnya pipi mulus nan menggemaskan itu beberapa kali hingga Sandra terkikik antara geli tetapi senang.Mendapat perlakuan seperti itu, hati Sandra perlahan kembali melunak.“Kalau gitu, aku minta bayarin kost-ku ya, Mas. Minggu depan jatuh tempo,” kata Sandra manja. Kedua tangannya melingkari leher Armand. Sedang mata mereka saling menatap satu sama lain.“Iya, nanti aku transfer ya,” sahut Armand. Nada suaranya seperti sedikit ditekan. Ada aura ke
Inge mengangguk. Mencoba tersenyum, meski air mata yang tersimpan dalam indera penglihatannya seperti mendesak ingin keluar.Pada akhirnya sisa perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan. Lucas dan Inge sesekali saling melirik. Keduanya menjadi canggung untuk memulai percakapan.Sampai di rumah, begitu mobil berhenti di halaman, Lucas bergegas keluar dari mobil dan menghampiri Inge. Dia mengambil Naomi dari pangkuan sang istri.Tiba-tiba Naomi menggeliat panjang, nyaris saja terlepas dari genggaman Lucas. Inge dan Lucas tentu saja sama-sama kaget. Beruntung mereka berdua sigap merespon dengan bergerak cepat berbarengan. Akan tetapi… .Cup.Tanpa sengaja bibir Inge menempel sekilas di pipi Lucas. Keduanya pun kembali terkejut berbarengan. Manik-manik mata mereka bertemu, dan saling terpaku beberapa detik.Lucas merekahkan senyum. Ada binar-binar kecil yang muncul di aura wajahnya.Inge menunduk malu.“Maaf,” desis Inge. “Tidak sengaja.”Lucas tertawa kecil sembari membawa Naomi ke
“Sudahlah Inge, jangan terus berpura-pura polos padahal otakmu sedang menyusun rencana jahat,” tukas Bu Emma.Inge menghela napas. Dia terdiam, menundukkan kepala. Kali ini dia berpikir untuk mengalah lagi, menerima semua tuduhan Bu Emma, walau sebetulnya dia tidak tahu apa yang sedang diributkan oleh mama mertua Lucas ini.“Kenapa diam? Kamu tidak bisa mengelak kan?” cetus Bu Emma.Inge tetap menunduk.“Saya tidak habis pikir kalau kamu menggunakan Mimi untuk kepentinganmu! Tega-teganya kamu melarang Mimi sekolah, bahkan berniat memindahkan sekolah Mimi. Apa maksudmu begitu?” tuding Bu Emma dengan wajah memerah rata.Inge mendongak. Menatap Bu Emma dengan kebingungan. Tuduhan macam apa lagi ini?“Kamu mau mempermalukan keluarga saya hah? Masa cucu pemilik sekolah elit akan sekolah di tempat lain? Pikir pakai otakmu itu!”Bu Emma berjalan mendekati Inge. Matanya tajam menghunjam kepada sosok Inge. Kemudian dia mencondongkan kepalanya, sehingga mulutnya dekat dengan telinga Inge.“Saya