Inge beradu pandang dengan Lucas. Dia mencerna ucapan Lucas dalam-dalam. Apakah lelaki ini sedang mengujinya? Bukankah tadi Pak Andrew mengenal Lucas? Lelaki itu bahkan dengan jitu menyebutkan bahwa Lucas adalah suami Karina, dan Pak Andrew juga dengan tepat menebak jika Inge sebagai istri baru Lucas.Lucas tampak menunggu jawaban Inge dengan mata yang seperti tidak sabaran.“Pak Andrew adalah direktur sekolah tempat saya melamar—““Dan sebenarnya kamu sudah diterima?” potong Lucas.Inge menelan ludahnya. Kemudian mengangguk.“Kenapa bisa terpikir untuk pergi jauh? Sekolah itu ada di Sulawesi kan?” cecar Lucas. Suara Lucas tampak naik.“B-bukankah s-saya tidak mungkin mendapat pekerjaan di kota ini?” sahut Inge lirih.Lucas melenguh. Teringat ancaman Papa Benny. Ayah kandung Karina itu memang pernah bicara akan menggunakan kekuasaannya untuk memboikot Inge dari sekolah apa pun di kota ini, bahkan sampai kota tetangga. Kenalan Papa Benny memang tidak main-main.Lucas meraih tangan Ing
“Pak Lucas, apa Bapak yakin mau ngajak saya ke pesta pernikahan asisten Pak Lucas?” tanya Inge.Mereka sudah dalam perjalanan pulang. Lucas yang sedang mengemudi menjadi tersenyum.“Kenapa?” Bukannya menjawab pertanyaan, Lucas justru balik bertanya.Inge menoleh kepada Lucas sekilas, lalu pandangannya lurus menembus kaca mobil untuk melihat kendaraan lain di depan mereka.“Jujur saya ada rasa minder, Pak Lucas.”Lucas tertawa ringan.“Apa saya mampu berbaur dengan teman-teman atau kolega Pak Lucas nanti. Saya merasa bukan siapa-siapa,” kata Inge lagi.“Kamu itu istri Lucas Kavell. Kenapa masih merasa bukan siapa-siapa?” Lucas berkata lembut, dia ulurkan tangannya untuk meraih tangan Inge sekejap.Inge menoleh pada tangan Lucas, yang hanya mampir sebentar di tangannya itu. Lalu dia menghela napas. Apa Lucas benar-benar tidak mengerti perasaannya? Dia akan dibawa ke sekumpulan orang-orang yang pastinya mengenal siapa Lucas, dan dia akan diperkenalkan sebagai istri kedua?“Inge, enggak a
Emma bangun pagi-pagi sekali, dengan kebahagiaan yang luar biasa. Dia turun dari ranjang dengan sangat hati-hati, sebab Benny masih memperdengarkan dengkurannya yang berirama di tumpukan bantal. Tanda lelaki itu masih terbalut di alam mimpi.Wanita paruh baya itu merapikan rambutnya lalu berjalan turun ke dapur.“Mbak, hari ini saya yang akan masak untuk sarapan,” katanya dengan suara yang amat ceria.Sang ART yang baru saja selesai menanak nasi sampai terbengong-bengong. Baru sekali ini Nyonya rumah akan memasak sendiri. Sejak dua tahun dia mengabdi di sini, belum pernah sekali pun majikannya terlihat memasak.“Heh, kok malah ngelamun!” bentak Emma. “Udah pergi cepat, kamu kerjakan yang lain. Bantu-bantu beberes atau gimana! Saya masak, bukan berarti kamu bisa santai.”“I-iya, Nyonya.” Si mbak spontan melangkah cepat meninggalkan dapur.Emma menepuk jidatnya sendiri. Kebahagiaan yang baru saja membuncah, harus dirusak oleh kelakuan ART yang kurang peka itu. Emma pun menghela napas pa
Inge makan seorang diri.Sambil makan dia memikirkan bagaimana cara memberitahu Bu Emma, tentang batalnya kepergian dirinya ke Sulawesi. Semalam dia berpikir, apakah sopan jika dia hanya memberitahu via telepon kepada ibu kandung Karina itu?Lalu bagaimana cara mengembalikan uang segepok yang dia tidak tahu jumlahnya. Inge sama sekali tidak ingin Lucas mengetahui hal ini, supaya antara Lucas dan mertuanya itu tidak terjadi konflik yang lebih besar. Inge tahu diri, dengan kehadirannya di sini, sudah menjadi suatu pukulan tersendiri untuk Bu Emma dan Pak Benny.Inge sempat berpikir untuk pergi ke rumah Pak Benny, sepulang mengantar Naomi sekolah tadi. Namun dia belum membawa uangnya. Kalau sudah siang begini agak susah, Lucas bisa pulang sewaktu-waktu tanpa diduga.Seketika Inge melenguh pelan, saat baru menyadari bahwa ini hari Jumat. Biasanya sabtu dan minggu Lucas akan bekerja dari rumah. Dia tidak akan bisa keluar dengan alasan yang kurang jelas, bisa jadi lelaki itu justru ingin me
Inge tidak mengiyakan, tetapi tidak pula menolak. Perempuan itu memilih diam, dan menunduk sembari memainkan jari jemarinya.Sedang Lucas tampak santai saja dengan respon yang Inge berikan. Lelaki itu menusuk daging mangga dengan garpunya, lalu dia masukkan ke mulutnya. Setelah sekitar empat suapan, Lucas menatap Inge.“Apa kamu tidak suka bunga seruni?” tanya Lucas.“Hah?” Inge tergagap. Tidak mengerti dengan ucapan Lucas kali ini.Dia menoleh kepada Lucas dan menemukan senyum lelaki itu. Kemudian dilihatnya Lucas mengangkat tangan dan menunjuk ke arah depan. Refleks, mata Inge mengikuti arahan tersebut.“Itu bunga kesukaan Mamaku dan Karina,” kata Lucas. Setelahnya dia mengambil napas. Kembali menoleh kepada Inge. “Kamu suka enggak?”“O-oh, iya, Pak Lucas. Bunga yang bagus,” sahut Inge.Hamparan seruni yang berwarna warni di depan mereka memang indah, meski bunganya tidak s
“Kamu itu memang perempuan tidak tahu malu ya, Ing!”Suara menggelegar Pak Benny menyambut salam dari Inge ketika panggilan tersambung.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kalau memang kamu mau uang lebih, bilang berapa yang kamu mau. Tidak perlu mengadu sama Lucas begitu!” Suara Pak Benny terus meninggi.Inge terpaksa berdiam diri terlebih dahulu. Meski untuk itu dia perlu memegang dadanya, dan menahan nyeri yang muncul tanpa diundang.“Sekarang semuanya sudah terang benderang dan terbukti, kalau kamu memang perempuan ular yang mengincar harta Lucas. Heh, dengar kamu, Inge, harta Lucas itu artinya harta milik anak saya!” seru Pak Benny.Setelah itu terdengar bunyi sesuatu yang berisik dan bergederubak. Seperti dua benda padat yang beradu kencang.Inge menghela napas. Dia teringat saat dia dipaksa menandatangani perjanjian di rumah Pak Benny dahulu. Ayah kandung Karina itu menendang sebuah kursi kayu hingga patah berantakan setelah menghantam tembok.Perempuan itu jadi menduga, bahwa
Naomi masih memonyongkan bibir, sembari mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Dia lalu mengambil duduk dekat Inge.“Tante-tante siapa yang nakal?” kejar Inge.“Itu tante-tante yang kukunya panjang-panjang, warna warni. Sukanya nyubitin Mimi. Di sini, di sini,” tutur Naomi. Tangannya mencubit pipinya sendiri, lalu pindah ke bagian lengan.“Sakit!” cicitnya lucu.Inge tertawa. Dia peluk gadis cilik itu penuh kegemasan. “Oh, itu bukan tante-tante nakal, tantenya cuma gemas sama Mimi, karena Mimi cantik,” kata Inge, masih dengan sisa tawa.Naomi menjadi senang ketika dipuji cantik, tetapi dia berceloteh tidak ingin pergi ke pesta orang dewasa lagi. Dia bersikukuh bahwa di pesta banyak tante-tante suka mencubit dirinya.Inge menjadi bertambah gemas mendengar itu semua. Dia ciumi Naomi sampai si bocah tertawa serta meronta-ronta kegelian. Ketika Inge membuka tangannya, Naomi berlari menjauh. Namun dua detik kemudian Naomi kembali ke pelukan Inge sambil tertawa-tawa.Ah, serasa luka y
Inge membelalak. Telinganya mendengar jeritan Naomi dan Lucas.Tersadarlah dia bahwa dirinya akan jatuh. Tangan Inge langsung bergerak untuk meraih pegangan tangga, tetapi ternyata tangannya pun menggelincir licin. Inge merasakan tubuhnya terdorong deras ke bawah. Dia pun cepat berpikir. Dia tidak mau Naomi ikut terjun bersamanya, oleh karena itu Inge gegas melepaskan tangannya dari genggaman gadis cilik itu.Sedetik kemudian Inge merasa melayang. Matanya menatap Naomi, lalu menoleh pada Lucas di bawah sana, sebelum akhirnya dia memilih untuk memejamkan mata. Pasrah apa pun yang terjadi. Tubuhnya sudah betul-betul terasa melayang.Hap!Inge merasa mendarat di sebuah tempat yang empuk dan hangat. Wajahnya pun seperti dialiri udara hangat. Dia membuka mata, dan wajah Lucas ada di depan wajahnya. Begitu dekat, sampai Inge bisa melihat urat-urat halus di wajah lelaki itu.“Pak Lucas,” desis Inge. Refleks dia menyentuh pipi Lucas.Ketampanan Lucas begitu membius Inge, dan inilah yang tadi
“Gimana keadaanmu, Ma?” tanya Lucas begitu panggilan tersambung. “Maksudku, kamu baik-baik saja kan setelah perjalanan jauh?”Inge tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam terlebih dahulu. Entahlah, dia merasa tidak karuan saat Lucas ternyata masih juga memanggilnya dengan panggilan ‘Mama’.“Saya baik, Pak Lucas. Baby boy juga baik.”“Syukurlah… ,” sahut Lucas cepat. Namun setelah itu dia seperti kehilangan kata-kata lagi, sehingga mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya Inge berinisiatif memutus panggilan terlebih dahulu dengan alasan sang mama memanggilnya.Inge begitu terkejut saat ternyata mamanya benar-benar sedang berdiri di belakangnya saat dia menutup telepon.“Maaf, Ing, enggak ada maksud Mama menguping. Mama hanya mau ambil baju,” ujar Mama Niken. “Tapi… sepertinya kamu berutang penjelasan sama Mama ya. Apa ada sesuatu dengan pernikahanmu?”Inge mengangguk. “Ya, Ma. Ini cerita panjang. Sebaiknya Mama mandi dulu, aku beresin kamarku ya.”Mama Niken ganti meng
“Jangan membuat posisiku bertambah salah,” ucap Lucas. Dia memandang Inge. Namun tiga detk kemudian, dia memalingkan wajahnya.Lucas menghela napas. “Maafkan aku… . Aku tidak akan menyembunyikan status kita pada Karina, aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat.”“Saya hanya ingin ketemu Mama saya, tidak ada hubungannya dengan Bu Karina.” Inge menekan suaranya sedemikian rupa. “Saya ingin mengambil momen ini, sebab antara saya dan mama saya memang sudah kurang baik sejak saya bercerai dulu. Mumpung hati Mama saya lagi baik, jadi tidak ada salahnya. Iya kan?”Mereka berdua saling memandang beberapa saat. Sampai akhirnya Lucas berkata, “Oke. Pergilah, tapi diantar Pak Ali. Aku akan menjemputku.”Inge menunduk, lalu mengiyakan dengan suara pelan.“Saya akan pergi malam ini,” pamit Inge. Ditahan isaknya dengan sekuat tenaga.Lucas menghela napas lagi. Dia bisa saja mendebat lagi, tetapi lelaki itu berpikir mungkin Inge sedang benar-benar membutuhkan kebersamaan dengan ibunya.Dan bagian
Diantar oleh Pak Ali, Inge kembali ke rumah sakit dengan banyak pertanyaan di benaknya. Bagaimana mungkin Karina bisa mencari dirinya? Bukankah mereka tidak pernah saling mengenal?Tiba-tiba jantung Inge berdebar keras. Jangan-jangan, Lucas atau Pak Benny telah memberitahu tentang statusnya ini. Astaga! Inge memegangi dada kirinya yang semakin berdenyut. Dia pun mulai memikirkan kalimat-kalimat yang harus dia ucapkan pada Karina. Tentu saja serangkaian kalimat yang dia rasa tidak akan membuat situasi bertambah keruh.Sampai di rumah sakit, Inge berjalan di koridor dengan langkah terasa mengambang. Otaknya kosong sekarang setelah sepanjang perjalanan ke mari ribut sendiri. Mendadak dia sama sekali tidak mempunyai gambaran tentang apa yang akan Karina tanyakan padanya.Dari kejauhan, Inge melihat Bu Emma yang tampak mondar mandir gelisah. Begitu ibu kandung Karina itu melihat kedatangan Inge, dia terlihat berlari menyongsong. Seolah-olah sudah tidak sabar untuk bi
“Ing, Karina sadar!” Lucas setengah berteriak. Setelah itu dia berlari ke arah mereka datang tadi.Inge melihat betapa Lucas menghilang sangat cepat, bahkan lelaki itu sempat menabrak pot bunga yang menjadi pembatas antara trotoar dan lahan parkir. Beruntung tidak sampai terjadi apa-apa.Sejenak Inge tercenung. Dia menjadi bingung, apakah dia harus balik ke ruangan Karina atau kembali ke rumah? Dia menoleh ke belakang. Naomi tampak amat lelap. Rasanya Inge pun tidak mungkin menggendong Naomi sejauh itu. Kandungannya sudah besar, dan dia merasa tenaganya tidak sekuat dulu. Dia juga gampang sekali lelah. Untuk membangunkannya, tampak lebih tidak mungkin.Inge menghela napas, mencoba menunggu sejenak. Barangkali Lucas akan kembali, atau setidaknya menelepon untuk memberitahu apa yang harus dia lakukan. Namun detik-detik berlalu, tidak ada tanda-tanda kabar dari Lucas. Inge akhirnya memilih keluar dari mobil, kemudian berjalan mengitari bagian depan mobil untuk duduk di belakang kemudi.M
“Pap, Adik ternyata baby boy, bukan baby girl,” ucap Naomi sedikit kecewa, setelah tawa mereka berdua habis.Lucas membeliak. Dadanya mengembang, demikian pula dengan senyumnya. Perasaan bahagia mendengar kabar itu seperti arus listrik yang cepat menjalar, dari ujung kakinya lalu naik melesat.“Oh iya?” jawabnya dengan nada gembira.“Mimi baru tengok Adik di komputer, fotonya dibawa Mama Inge tuh, Papa mau liat?” tutur Naomi sembari menunjuk Inge yang mematung, sekitar sepuluh langkah dari mereka.Senyum Lucas menghilang seketika. Apalagi saat dia menoleh pada Inge, dan melihat tangan perempuan itu yang berada ke wajahnya sendiri, terlihat seperti sedang menghapus air mata. Lucas menjadi amat bersalah telah lupa dengan janjinya hari ini. Seharusnya dia ada di samping Inge tadi.Lucas menurunkan Naomi perlahan. Gadis cilik itu kembali berlari kepada Inge, lalu terlihat meminta amplop besar yang dipegang oleh Inge.“Ini gambar Adik, Pap!” Naomi berteriak seraya berbalik badan dan kembal
Dengan tangan bergetar, Inge merespon panggilan tersebut.“Inge… .”Suaranya terdengar amat lembut. Membuat Inge memejam, dan spontan menggulirkan air mata. Setelah sekian lama sengaja menutup diri dari Inge, akhirnya… .“Mama,” desis Inge. Dia mendengar ibu kandungnya mengisak di seberang. Sementara dia sendiri pun memperdengarkan sedu sedan. Beberapa jenak mereka berdua bertangisan, tangis yang sama-sama tertahan.“Maafkan Mama, Ing. Armand baru saja cerita semuanya, dia sampai bersujud di kaki Mama untuk minta maaf,” ucap Mama, suaranya bergetaran.“Maksud Mama, Mas Armand ke rumah?” tanya Inge tidak percaya.“Iya, baru aja dia pergi, mungkin sekitar lima menit yang lalu,” lirih sekali Mama menjawab. “Dia bilang akan balik ke kota asalnya.”Inge menghela napas. Begitu niatnya Armand bertemu mamanya, padahal kota asal Armand ada di barat, sedang mama tinggal di arah yang berlawanan. Sudah terbayang bagaimana capeknya, apalagi jika Armand menyetir sendiri.“Ing, maafkan Mama ya.” Ibu
Setelah mengambil bungkusan dari Armand, Inge naik. Di ujung tangga dia bertemu dengan Bi Yati yang tengah mencarinya.“Miss, saya kira ke mana. Saya sampai cari ke kamar Nyonya Karina. Lupa kalau Nyonya udah nggak di situ lagi, karena biasanya Miss Inge jam segini ada di kamar Nyonya,” ucap Bi Yati panjang lebar.Inge tersenyum menanggapinya. Entah mengapa sudut hatinya kembali tercubit mendengar nama Karina.“Saya ambil ini dulu, Bi. Tadi lupa dibawa turun sekalian dari mobil,” sahut Inge.“Harusnya Miss tadi tinggal telpon ke pos, biar diambilkan sama Pak Ali.”Inge hanya tersenyum saja.“Oh iya, buah potongnya sudah saya taruh di atas meja, Miss. Saya bawakan kroket juga, semoga Miss Inge berkenan,” ujar Bi Yati. Dia tahu jika istri kedua majikannya ini belum sarapan, sebab tadi terburu-buru mengantar Naomi.Inge mengucapkan terima kasih, tetapi menolak saat Bi Yati berniat untuk memberikan bantuan dengan membawakan bungkusan besar yang ada di tangannya. Dia pun kembali berjalan m
“Ya, Sayang. Ayo sebelum bobo kita sama-sama berdoa biar Mama Karina cepat bangun dan bisa main sama Mimi, bisa—”“Mimi enggak mau!” tukas Naomi. “Mimi mau sama Mama Inge aja, sama Adik. Kenapa Adik lama banget enggak keluar-keluar, Ma?”Inge tersenyum. “Sebentar lagi, Kakak. Udah enggak sabar main sama Adik ya?”Naomi mengangguk. Selanjutnya dia memeluk pinggang Inge, menciumi perut Inge beberapa kali sambil tertawa-tawa senang.“Oh iya, besok kita tengok Adik ya,” kata Inge. Dia baru saja teringat bahwa besok dia ada janji dengan dokter Yoda. Pada pemeriksaan minggu kemarin jenis kelamin bayinya belum terlihat sebab posisi sang bayi, sehingga dokter Yoda menjadwal ulang, sebelum beliau pergi ke luar negeri untuk berlibur selama satu bulan.“Tengok Adik di komputer ya, Ma?” tanya Naomi antusias.“Iya, Sayang, setelah Mimi pulang sekolah,” jawab Inge. “Sekarang kita bobo yuk.”Naomi menurut. Dia kembali ke posisi tidurnya dengan lurus, tidak meringkuk seperti yang baru saja dia lakuka
Inge tersenyum. Kebiasaan Naomi, kalau dia sudah mengantuk sekali, pasti akan meletakkan kepalanya di sembarang tempat. Naomi memang belum istirahat sejak pulang sekolah tadi. Jadi sangat wajar kalau gadis cilik ini kelelahan.“Kita pulang?” tanya Inge. Dia meraih dagu bocah itu, dan dia gemas pipinya sekejap.Naomi mengangguk lesu. Matanya tampak sudah tidak kuat untuk dia buka.Inge terpaksa meminta agar sotonya dibungkus saja. Entah nanti termakan olehnya atau tidak. Dia hanya tidak ingin si pemilik warung tersinggung jika soto yang baru dia cicipi kuahnya itu ditinggalkan begitu saja.Dibantu seseorang yang ada di situ, Inge membawa Naomi yang sudah terlelap ke dalam mobil. Rencana untuk jalan-jalan sudah hangus. Inge pun melajukan mobilnya menuju pulang. Sesekali dia melihat pada Naomi yang rebah di jok belakang, untuk memastikan anak tiri kesayangannya itu aman.Sampai di rumah, Pak Husen yang terlihat tengah mengobrol dengan penjaga keamanan segera mendekat ketika Inge memanggi