Inge makan seorang diri.Sambil makan dia memikirkan bagaimana cara memberitahu Bu Emma, tentang batalnya kepergian dirinya ke Sulawesi. Semalam dia berpikir, apakah sopan jika dia hanya memberitahu via telepon kepada ibu kandung Karina itu?Lalu bagaimana cara mengembalikan uang segepok yang dia tidak tahu jumlahnya. Inge sama sekali tidak ingin Lucas mengetahui hal ini, supaya antara Lucas dan mertuanya itu tidak terjadi konflik yang lebih besar. Inge tahu diri, dengan kehadirannya di sini, sudah menjadi suatu pukulan tersendiri untuk Bu Emma dan Pak Benny.Inge sempat berpikir untuk pergi ke rumah Pak Benny, sepulang mengantar Naomi sekolah tadi. Namun dia belum membawa uangnya. Kalau sudah siang begini agak susah, Lucas bisa pulang sewaktu-waktu tanpa diduga.Seketika Inge melenguh pelan, saat baru menyadari bahwa ini hari Jumat. Biasanya sabtu dan minggu Lucas akan bekerja dari rumah. Dia tidak akan bisa keluar dengan alasan yang kurang jelas, bisa jadi lelaki itu justru ingin me
Inge tidak mengiyakan, tetapi tidak pula menolak. Perempuan itu memilih diam, dan menunduk sembari memainkan jari jemarinya.Sedang Lucas tampak santai saja dengan respon yang Inge berikan. Lelaki itu menusuk daging mangga dengan garpunya, lalu dia masukkan ke mulutnya. Setelah sekitar empat suapan, Lucas menatap Inge.“Apa kamu tidak suka bunga seruni?” tanya Lucas.“Hah?” Inge tergagap. Tidak mengerti dengan ucapan Lucas kali ini.Dia menoleh kepada Lucas dan menemukan senyum lelaki itu. Kemudian dilihatnya Lucas mengangkat tangan dan menunjuk ke arah depan. Refleks, mata Inge mengikuti arahan tersebut.“Itu bunga kesukaan Mamaku dan Karina,” kata Lucas. Setelahnya dia mengambil napas. Kembali menoleh kepada Inge. “Kamu suka enggak?”“O-oh, iya, Pak Lucas. Bunga yang bagus,” sahut Inge.Hamparan seruni yang berwarna warni di depan mereka memang indah, meski bunganya tidak s
“Kamu itu memang perempuan tidak tahu malu ya, Ing!”Suara menggelegar Pak Benny menyambut salam dari Inge ketika panggilan tersambung.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kalau memang kamu mau uang lebih, bilang berapa yang kamu mau. Tidak perlu mengadu sama Lucas begitu!” Suara Pak Benny terus meninggi.Inge terpaksa berdiam diri terlebih dahulu. Meski untuk itu dia perlu memegang dadanya, dan menahan nyeri yang muncul tanpa diundang.“Sekarang semuanya sudah terang benderang dan terbukti, kalau kamu memang perempuan ular yang mengincar harta Lucas. Heh, dengar kamu, Inge, harta Lucas itu artinya harta milik anak saya!” seru Pak Benny.Setelah itu terdengar bunyi sesuatu yang berisik dan bergederubak. Seperti dua benda padat yang beradu kencang.Inge menghela napas. Dia teringat saat dia dipaksa menandatangani perjanjian di rumah Pak Benny dahulu. Ayah kandung Karina itu menendang sebuah kursi kayu hingga patah berantakan setelah menghantam tembok.Perempuan itu jadi menduga, bahwa
Naomi masih memonyongkan bibir, sembari mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Dia lalu mengambil duduk dekat Inge.“Tante-tante siapa yang nakal?” kejar Inge.“Itu tante-tante yang kukunya panjang-panjang, warna warni. Sukanya nyubitin Mimi. Di sini, di sini,” tutur Naomi. Tangannya mencubit pipinya sendiri, lalu pindah ke bagian lengan.“Sakit!” cicitnya lucu.Inge tertawa. Dia peluk gadis cilik itu penuh kegemasan. “Oh, itu bukan tante-tante nakal, tantenya cuma gemas sama Mimi, karena Mimi cantik,” kata Inge, masih dengan sisa tawa.Naomi menjadi senang ketika dipuji cantik, tetapi dia berceloteh tidak ingin pergi ke pesta orang dewasa lagi. Dia bersikukuh bahwa di pesta banyak tante-tante suka mencubit dirinya.Inge menjadi bertambah gemas mendengar itu semua. Dia ciumi Naomi sampai si bocah tertawa serta meronta-ronta kegelian. Ketika Inge membuka tangannya, Naomi berlari menjauh. Namun dua detik kemudian Naomi kembali ke pelukan Inge sambil tertawa-tawa.Ah, serasa luka y
Inge membelalak. Telinganya mendengar jeritan Naomi dan Lucas.Tersadarlah dia bahwa dirinya akan jatuh. Tangan Inge langsung bergerak untuk meraih pegangan tangga, tetapi ternyata tangannya pun menggelincir licin. Inge merasakan tubuhnya terdorong deras ke bawah. Dia pun cepat berpikir. Dia tidak mau Naomi ikut terjun bersamanya, oleh karena itu Inge gegas melepaskan tangannya dari genggaman gadis cilik itu.Sedetik kemudian Inge merasa melayang. Matanya menatap Naomi, lalu menoleh pada Lucas di bawah sana, sebelum akhirnya dia memilih untuk memejamkan mata. Pasrah apa pun yang terjadi. Tubuhnya sudah betul-betul terasa melayang.Hap!Inge merasa mendarat di sebuah tempat yang empuk dan hangat. Wajahnya pun seperti dialiri udara hangat. Dia membuka mata, dan wajah Lucas ada di depan wajahnya. Begitu dekat, sampai Inge bisa melihat urat-urat halus di wajah lelaki itu.“Pak Lucas,” desis Inge. Refleks dia menyentuh pipi Lucas.Ketampanan Lucas begitu membius Inge, dan inilah yang tadi
Lucas masih menyimpan senyum, sementara Inge menelan rasa malunya dengan melemparkan pandangan ke luar. Perempuan itu berjanji dalam hati untuk tidak melamun lagi, agar mulutnya tidak menceplos yang aneh-aneh kembali.Mobil akhirnya memasuki sebuah pelataran luas sebuah hotel bintang lima paling top di kota mereka. Sampai di sini, mobil merayap pelan-pelan, saling mengantri untuk mencapai gedung sebelah selatan, tempat pesta diselenggarakan. Ketika Lucas menghentikan mobilnya, seorang petugas valet parking sudah siap mengambil alih mobil Lucas.Meski dengan tangan sedikit gemetar, Inge langsung menyambut tangan Lucas, begitu lelaki itu menyodorkan siku kirinya. Dia melekatkan tangannya pada lengan Lucas, yang langsung Lucas tangkup dengan lembut.“Makasih, Inge,” bisik Lucas. Dia menepuk telapak tangan Inge dengan perasaan senang. Inge mengangguk samar. Selanjutnya dia berjalan mengikuti irama kaki Lucas untuk memasuki gedung. Mata Inge mengedar dengan gerakan halus.Ruangan luas ya
Perempuan itu tanpa sadar meremas ujung baju yang dia pakai. Remasan yang kuat, menandakan dia sangat marah.Dia sudah melihat Inge sedari awal masuk tadi. Dia bahkan hampir saja menyapa Inge ketika pasangan itu melewati tempatnya berdiri, sebab dia mengira Inge adalah seorang nyonya besar. Yang entah mengapa sempat membuatnya terpesona.Beruntung dia langsung sadar, kalau tidak, pasti Inge akan besar kepala melihat kondisinya yang begini. Dengan baju seragam putih hitam khas pelayan rendahan, lengkap dengan celemeknya.“Sandra, ngapain sih dari tadi kamu kayak orang enggak jelas. Kerjamu cuma jalan-jalan sambil liatin orang-orang!” hardik seseorang. Dia pemimpin di situ.Satu teman yang memakai pakaian seperti Sandra, melirik sinis. “Baru pernah ya liat hajatan orang kaya? Dasar norak! Kek gini nih belum ada apa-apanya, coba kalau sultan yang ngadain pesta, kejang-kejang kau sampai berbuih.”“Sst, pelankan suaramu. Dan langsung balik ke pos kamu,” perintah si pemimpin kepada teman S
Sandra tengah menelusup lincah di belakang punggung tamu-tamu pesta, demi bisa mengikuti langkah Inge. Mendadak dia mempunyai rencana lain untuk mempermalukan Inge. Bukan lagi mengguyur Inge dengan saus atau membuatnya jatuh, melainkan dia akan menyobek gaunnya yang indah itu.Sandra sudah merencanakan langkah demi langkah secara detail. Dia akan berpura-pura terjatuh di dekat Inge, lalu tangannya akan beraksi cepat menyambar gaun bagian bawah, untuk kemudian dia tarik sekuat tenaga, sambil tubuh Sandra berakting sampai terguling jauh. Lebih baik lagi jika baju Inge tertarik hingga lepas semua dari badannya, biar tahu rasa si Inge sialan itu!Dia harus membalas tatapan Inge yang meremehkan tadi. Kalau tidak dibalas sekarang, kapan lagi?Akan tetapi Inge dan si tampan itu berjalan keluar. Sepertinya mereka ingin meninggalkan pesta. Sandra menghela napas, jika sudah di luar, dia akan sulit menjalankan aksinya. Sebab tidak ada yang akan dia jadikan alasan untuk membuat dia terjatuh.Ka