Pagi hari Aruna dikejutkan dengan teriakan Bibi pengurus rumah. Wanita baya yang baru saja datang itu berteriak keras dari arah pintu belakang."Ada apa, BI?" tanya Aruna setelah berlari tergopoh, di belakangnya Sean menyusul."Itu," tunjuk Bibi pengurus rumah pada sesuatu.Pelan-pelan Sean mendekati kotak kardus berukuran sedang di sana. Membukanya perlahan dan membuangnya jauh-jauh dengan segera.Kotak tersebut dilempar Sean hingga membuat isi di dalamnya keluar. Sebuah bangkai ayam yang hampir busuk terlihat mencuat, membuat bau busuk yang begitu menyengat."Siapa yang melakukan ini?" tanya Sean sambil menutup hidungnya rapat."Saya tidak tahu, Tuan. Saat pagi tadi saya datang, sudah ada di sana. Dan saat saya buka, isiny…," Bibi pengurus rumah tidak lagi melanjutkan kalimatnya.Sean juga Aruna sempat saling bertatapan selama beberapa detik, seolah ada satu pemikiran diantara mereka."Yasudah. Bibi, tolong bereskan semuanya. Untuk pagi ini Bibi tidak perlu memasak, cukup bersihkan
Siang hari saat Aruna kembali ke rumah Sean. Tujuannya saat itu hanya untuk berkemas karena sore nanti Wisnu akan menjemputnya untuk kembali ke rumah mereka.Begitu Aruna membuka pintu, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Sean yang sudah terkapar di depan pintu dengan wajah babak belur."Sean!" pelik Aruna keras.Dengan susah payah wanita itu setengah menyeret, membawa Sean pada kursi terdekat. Ia merebahkan tubuh jangkung Sean di sana, melepaskan sepatu pria itu juga dasi yang melilit lehernya.Aruna merasa cukup ngilu melihat berapa banyak luka lebam di wajah Sean. Bukan hanya satu atau dua, namun hampir memenuhi area wajahnya.Bergegas, Aruna melangkah ke arah dapur. Ia menyiapkan semangkok air hangat juga kain untuk mengompres luka Sean.Pelan-pelan, Aruna melakukannya dengan begitu hati-hati. Meski Sean masih belum sadarkan diri, namun Aruna sendiri bisa dengan jelas membayangkan seperti apa rasa sakit yang dirasakan Sean sekarang.Sudah berapa lama pria itu terkapar tida
Sean menoleh saat suara ketukan pintu terdengar. Rupanya itu Aruna."Sean, aku sudah menyiapkan makanan juga obat. Kamu bisa turun setelah membersihkan diri," kata wanita itu.Sean diam saja. Jujur saja saat ini dirinya bimbang, ada beragam pemikiran juga beban yang seolah tersampir di bahunya.Ia menatap ponselnya lama, mengamati nomor Celine sejenak sebelum kemudian beranjak menuju kamar mandi.Setelah membersihkan diri, pria itu menatap wajahnya yang babak belur dalam cermin. Tersenyum kecil seolah mengejek dirinya sendiri yang tidak berusaha untuk melawan."Ini karena janji pada Ibu, atau memang aku yang terlalu payah untuk melawan tua bangka itu? Tidak, sekalipun aku melawannya, itu bisa dikatakan sebagai bentuk pertahanan diri akibat penyerangan, bukan?" gumamnya sendirian.Ia menghela napas, rasanya kehidupannya tidak pernah baik sejak Ibu juga anak itu hadir dalam hidupnya.Sean masih ingat jelas bagaimana bahagianya ia dulu, menjadi pusat perhatian dari kedua orangtuanya adal
Seperti yang dikatakan sebelumnya, Wisnu benar-benar datang pukul empat sore."Masuklah dulu, aku akan mengambil barang-barang ku dulu," ucap si wanita.Wisnu menggeleng, pria itu memilih untuk menunggu Aruna di dekat mobilnya saja.Aruna masuk dengan langkah gontai, wanita itu sesekali menunduk ataupun menghela napas panjang. Membuat Wisnu yang menatapnya dari belakang merasa heran.Tidak berselang lama Aruna kembali dengan sebuah koper berukuran sedang, Wisnu menyambut wanitanya juga membantunya meletakkan koper di bagasi belakang dengan senang hati.Ada yang berbeda dengan Aruna sekarang. Wanita itu jadi lebih banyak diam, ia bahkan sering mengabaikan Wisnu ataupun pertanyaan yang pria itu lontarkan padanya.Aruna terperanjat, matanya seketika menoleh ke sisi pengemudi saat ia merasakan sentuhan pada tangannya."Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Wisnu dengan sebelah ekor mata yang melirik ke arah Aruna.Wanita itu menggeleng dan tersenyum tipis, ia kemudian kembali menyandarkan kepa
Pukul dua dini hari saat ponsel milik Aruna berdering. Dengan mata setengah terpejam ia meraba nakas, meriah ponselnya dan mengangkat panggilan dengan suara serak."Halo?" ucap Aruna dengan suara serak khas bangun tidur.Tidak ada sahutan, hanya terdengar suara hela napas berat juga tertahan. Sesekali juga terdengar suara rintihan yang membuat bulu kuduk seketika merinding.Aruna menjauhkan ponsel dari telinganya, melihat siapa orang yang memanggilnya saat itu.Tertera nama Sean di sana, dengan panik Aruna kembali memanggil-manggil nama pria itu segera."Sean! Sean! Apa yang terjadi? Cepat jawab aku!" Aruna berseru keras, ia panik juga takut bukan kepalang.Aruna kembali berseru, berkali-kali ia memanggil nama Sean namun jawaban yang ia dapatkan masihlah sama.Hanya terdengar suara hela napas juga rintihan lirih dari seberang panggilan.Dengan panik Aruna turun dari ranjang, ia menyambar sweater miliknya yang tergantung di dekat lemari dan memakainya dengan asal.Sembari berjalan terb
Wisnu terus saja berusaha menghubungi nomor Aruna sambil terus mencari keberadaan wanita itu di sekitar area.Saat Wisnu tiba di sebuah bangunan yang nampak cukup usang, pria itu masuk ke dalam. Asumsinya mengatakan jika mungkin saja Aruna masuk ke dalam sana dan tidak mendapatkan sinyal ponsel.Namun sepertinya apa yang dilakukan Wisnu saat ini adalah sebuah kesalahan.Keadaan di dalam gedung yang cukup gelap membuatnya sulit untuk melihat sekitar, bahkan cahaya dari ponsel pintar miliknya pun tidak membantu banyak.Karena suasana yang cukup sunyi, Wisnu bisa mendengar suara langkah kaki yang terdengar lirih. Pria itu berjaga-jaga, waspada pada sekitar.Baru saja ia akan menoleh, sebuah balik lebih dulu menghantam kepala bagian belakang Wisnu, membuat pria itu terjatuh dan tidak sadarkan diri.Sementara di sisi lain. Aruna menatap resah ke arah luar jendela taksi yang ditumpanginya.Ia terus saja berusaha menyalakan ponselnya yang rupanya kehabisan baterai. Ia ingin menghubungi Wisnu
"Jangan macam-macam atau aku akan melaporkan mu ke pihak berwajib!"Wisnu berteriak keras. Meski posisi tubuhnya terikat, pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dirinya tengah dalam emosi yang tinggi.Celine tersenyum, tertawa kecil karena merasa lucu dengan keberanian Wisnu sekarang."Ternyata memang tidak salah aku menyukaimu. Kamu itu begitu sexy, apalagi saat marah seperti sekarang. Tapi sayang, seleramu jauh dibawah standar.""Wisnu, memangnya apa yang kurang dariku? Kenapa kamu justru mencintai Diandra daripada aku yang mengenalmu lebih dulu? Bahkan jika dibandingkan dengan wanita itu, aku lebih unggul dalam semua hal," tanya Celine kembali mendekat.Wajah Wisnu yang memerah juga cengkeraman tangannya yang mengeras, menjadi bukti seberapa kerasnya pria itu berusaha terbebas.Ia menatap Celine nyalang, ingin sekali rasanya ia menyerang wanita itu sekarang. Tidak peduli bagaimana tanggapan orang-orang yang akan menilainya karena menyerang perempuan."Kamu perlu berkaca pada cermin
Setelah mengatakan hal itu, Celine mengecup pipi Wisnu sejenak. Ia kemudian tersenyum kecil dan beranjak pergi dari sana.Meninggalkan Wisnu yang terus saja mengumpati wanita itu dengan kesal.Di luar kamar, Celine menghubungi seseorang. Wajahnya sontak berubah dingin dan tanpa ekspresi."Bereskan jalang itu malam ini juga!"Ia kemudian berjalan ke arah luar dan masuk ke dalam mobil mercedes-benz miliknya.Sementara itu, di kediaman Wisnu. Aruna masih saja terdiam, ia terus memeluk David yang masih menangis ketakutan."Kamu tahu nona, baru saja nona Celine mengatakan padaku untuk menghabisi kalian semua," kata si pria."Kamu pikir kamu bisa melakukannya? Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh mereka sedikit pun!"Aruna menatap dengan berani, ia melepaskan pelukan David dan berdiri. Berusaha menyerang si penyekap meski pada akhirnya justru ia yang terdorong hingga keningnya membentur meja."Jangan sok berani nona, kamu hanyalah seorang perempuan lemah. Akan lebih bagus jika kamu menurut
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,