Mengendap. Wisnu memastikan sekitar sebelum ia mencoba mencongkel kunci jendela dengan garpu yang sudah ia bengkokan.Beruntung, kamar yang ditempatinya berada di lantai satu, jadi ia tidak perlu repot untuk menyusun cara agar bisa turun dengan mengikat berbagai jenis kain yang bisa digunakan.Beberapa menit Wisnu mencoba, namun hasilnya masih gagal. Ia sempat menghela napas dan merasa frustasi. Tapi mengingat Aruna, David juga keluarganya yang tengah dalam ancaman Celine, membuat tekat Wisnu untuk segera bebas kembali bulat.Disaat pria itu tengah berusaha, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.Wisnu yang panik bukan main segera bersembunyi dibalik gorden berwarna gold tersebut. Terkesan bodoh memang, tapi itu hanyalah bentuk reflek akan rasa panik."Tuan?"Wisnu mengintip dari celah gorden, ia menghela napas lega saat rupanya si pelayan kembali."Ada apa? Jangan salah paham! Aku tidak mencoba untuk kabur, hanya … hanya sedang melihat pemandangan luar," kata Wisnu beralasan.Mau bagai
"Chandra!" pekik Wisnu saat tahu si pengendara adalah Chandra."Cepat masuk!" kata pria itu dengan suara berbisik, tangannya melambai cepat mengisyaratkan agar Wisnu masuk dengan segera.Tanpa bertanya lagi, Wisnu segera masuk ke dalam mobil. Chandra melajukan mobilnya dengan cepat kemudian."Kamu tahu apa yang terjadi di rumahku? Kamu tahu dimana Aruna, David dan juga Ibu?" tanya Wisnu tanpa basa-basi.Pria itu jelas terlihat khawatir. "Ya. Tapi sebelum aku membawamu pada mereka, lebih baik kita ke rumah sakit dulu.""Antar saja aku ke kantor polisi, aku akan melaporkan,-" perkataan Wisnu tertahan saat Chandra menyahut lebih dulu."Celine?" "Bagaimana kamu tahu?" "Panjang urusannya, yang jelas kita harus ke rumah sakit untuk melakukan visum. Bukan hanya kamu, tapi juga Aruna." Mobil Chandra berbelok ke arah sebuah rumah sakit, pria itu turun diikuti Wisnu kemudian.Keduanya berjalan di sebuah lorong menuju satu ruangan dimana Aruna sudah menunggu."Wisnu?" Aruna yang saat itu sed
Saat itu Aruna tengah bersiap. Wanita dengan baju terusan lengan panjang juga rambut yang ia gerai dengan bebas itu menghela napas, matanya masih saja memperhatikan Wisnu yang juga tengah memperhatikannya dari pantulan cermin di meja rias.Pria yang saat ini tengah duduk bersandar pada kepala ranjang itu bangkit, mendekat ke arah Sang istri dan meremat bahunya pelan."Apa kamu benar-benar akan pergi?" tanya Wisnu.Aruna mengangguk saja, ia kembali menyatukan lipstick berwarna pucat itu pada bibirnya."Bagaimana jika terjadi sesuatu?" tanya Wisnu sekali lagi. Pria itu seolah benar-benar enggan membiarkan Aruna untuk menemui seseorang yang mengirimkan pesan padanya.Aruna menggengam tangan Wisnu yang ada di pundaknya, wanita itu juga tersenyum tipis ke arah Sang suami seolah berusaha menenangkan."Semuanya akan baik-baik saja, lagipula ada Chandra yang akan mengawasi dari jauh. Jika terjadi apa-apa aku juga akan segera menghubungimu," kata Aruna tenang.Terdengar helaan napas Wisnu, pr
Melihat ke sekeliling, Celine tampaknya cukup panik. Namun ego dari dalam dirinya yang masih belum rela jika pria yang ia cintai lebih memilih wanita lain mengalahkan hal itu. "Kamu, apa kamu merasa lebih baik? Merasa sempurna dan bahagia setelah berhasil merebut suami kakak mu sendiri, Diandra?" Celine menunjuk Aruna tepat di wajah, membuat perhatian pengunjung lain mengarah kepada wanita itu. "Apa kamu tahu bagaimana perasaan Diandra saat itu? Betapa sakitnya ia yang harus melihat adik dan suaminya memiliki hubungan spesial bahkan sampai memiliki seorang anak?!"Celine kian mengeraskan suaranya, berpura-pura merasa sedih juga marah sembari terus memutarbalikkan fakta yang ada."CELINE!!" Bentakan Wisnu bukannya membuat suasa kian mereda, yang ada justru membuat beberapa orang berbisik-bisik tapi berisik."Lihat, bahkan sekarang kamu sudah mulai berani membela jalang ini di depan umum. Apa kamu sudah lupa semua pengorbanan Diandra untukmu, Wisnu?"Kini Celine beralih pada Wisnu.
Sore hari saat Wisnu juga Chandra baru saja kembali dari perusahaan. Wajah keduanya terlihat kusut, terlebih Wisnu. Penampilan pria itu berantakan dengan jas yang tersampir di lengan, dasi yang sudah tidak terpasang pada tempatnya juga kemeja yang tidak terpasang dengan rapi.Wajahnya juga kusut, menandakan ada sesuatu yang tengah membuatnya pusing bukan main."Kalian sudah kembali," Sofie menyambut keduanya.Ia mengambil tas kerja milik Chandra dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman.Wisnu yang saat itu melihat Aruna hanya duduk termenung di kursi tengah sontak mendekat. Ia menepuk bahu sang istri hingga membuatnya terkejut."Kamu sudah pulang?" tanya Aruna saat sadar.Wisnu mengangguk, ia kemudian bertanya."Kamu kenapa?"Aruna menggeleng dan tersenyum kecil, tapi meski begitu Wisnu tahu bahwa wanitanya tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja."Karena trending di sosial media itu?"Dengan cepat Aruna menoleh ke arah sang suami."Kamu tahu?" tanyanya kaget."Bahkan kea
Pagi datang dengan cepat. Barang-barang sudah terkemas di satu koper berukuran besar, karena memang barang yang Aruna bawa tidaklah banyak.Sofie melihat ke arah David yang ia gandeng dengan raut wajah sedih. Wanita hamil itu rupanya masih belum juga rela jika David kembali ke rumahnya."Kita masih bisa berkunjung ke rumah Wisnu, mereka hanya pindah beberapa blok saja bukannya pindah ke kota apalagi negara lain, sayang."Chandra mengusap bahu Sofie lembut."Iya, tapi rumah pasti akan terasa sepi tanpa David. Kamu juga akan kembali sibuk bekerja dan aku sendirian di rumah," sahut wanita itu sedih."Tante jangan sedih."Tanpa diduga David segera memeluk tante kesukaan yang itu dengan cepat, membuat Sofie merasa gemas sendiri."Kamu bisa datang kapan saja ke rumah, bermain dengan kami agar tidak merasa kesepian, Sofie," ujar Aruna tersenyum ramah.Si wanita hamil hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia kemudian mengantarkan Wisnu juga keluarganya sampai di depan rumah, melambaikan tanga
Peringatan yang dikatakan Chandra sepertinya tidak sepenuhnya ditaati oleh Wisnu. Buktinya pria itu tetap saja kembali ke rumah selepas rapat bersama beberapa investor selesai.Mobil yang dikendarai Wisnu sampai di rumah, berbarengan dengan itu Aruna juga David baru saja kembali dari aktivitas belanja bulanan bersama asisten rumah tangga mereka."Ayah!!" David berlari ke arah Wisnu, anak itu memeluk sang ayah dan menunjukan sebuah mainan berupa robot transformers berwarna campuran biru, merah dan putih."Ayah, ayah. Bibi Riri membelikan ku Autobot, bagus kan."David dengan antusias menunjukan mainan barunya, Wisnu tersenyum kecil, mengangguk serta mengusap kepala sang anak dengan sayang."Sudah bilang Terima kasih?" tanya Wisnu.Dengan semangat David mengangguk, anak itu kemudian berlari ke dalam rumah dengan ceria."Terima kasih, mbak. Seharusnya tidak perlu repot," ucap Wisnu."Tidak apa, Tuan. Itu hanya hadiah kecil sebagai bentuk Terima kasih saya, karena Tuan dan Nyonya yang suda
Pukul sepuluh malam saat Wisnu menyusul Aruna yang memang masih berada di rumah sakit tempat Sofie bersalin.Pria yang masih mengenakan setelan kantor lengkap itu masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa buah di tangan."Di mana bayi nya?" tanya nya."Ada di ruang khusus bayi, kamu mampir ke sini hanya membawa buah saja?" tanya Chandra sambil menunjuk kantong putih berisi buah di tangan Wisnu."Ya. Lagipula aku membawa ini juga bukan untukmu, aku membawanya untuk adikku, Sofie," sahut Wisnu tidak kalah tengil.Dua wanita muda yang ada di sana hanya terkekeh, sudah lama rasanya mereka tidak melihat pertengkaran kecil antara dua sahabat itu.Memutar waktu ke belakang, hidup yang dijalani mereka terasa begitu berat dan menyesakkan layaknya sebuah drama dengan genre angst yang terlalu menyakitkan."Sofie, ku harap anakmu tudak mirip dengan Ayah-nya, akan lebih baik jika ia mirip dengamu saja," ucap Wisnu.Chandra mendelik, jelas sekali pria itu tidak Terima dengan ucapan Wisnu. Ena
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,