Melihat ke sekeliling, Celine tampaknya cukup panik. Namun ego dari dalam dirinya yang masih belum rela jika pria yang ia cintai lebih memilih wanita lain mengalahkan hal itu. "Kamu, apa kamu merasa lebih baik? Merasa sempurna dan bahagia setelah berhasil merebut suami kakak mu sendiri, Diandra?" Celine menunjuk Aruna tepat di wajah, membuat perhatian pengunjung lain mengarah kepada wanita itu. "Apa kamu tahu bagaimana perasaan Diandra saat itu? Betapa sakitnya ia yang harus melihat adik dan suaminya memiliki hubungan spesial bahkan sampai memiliki seorang anak?!"Celine kian mengeraskan suaranya, berpura-pura merasa sedih juga marah sembari terus memutarbalikkan fakta yang ada."CELINE!!" Bentakan Wisnu bukannya membuat suasa kian mereda, yang ada justru membuat beberapa orang berbisik-bisik tapi berisik."Lihat, bahkan sekarang kamu sudah mulai berani membela jalang ini di depan umum. Apa kamu sudah lupa semua pengorbanan Diandra untukmu, Wisnu?"Kini Celine beralih pada Wisnu.
Sore hari saat Wisnu juga Chandra baru saja kembali dari perusahaan. Wajah keduanya terlihat kusut, terlebih Wisnu. Penampilan pria itu berantakan dengan jas yang tersampir di lengan, dasi yang sudah tidak terpasang pada tempatnya juga kemeja yang tidak terpasang dengan rapi.Wajahnya juga kusut, menandakan ada sesuatu yang tengah membuatnya pusing bukan main."Kalian sudah kembali," Sofie menyambut keduanya.Ia mengambil tas kerja milik Chandra dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman.Wisnu yang saat itu melihat Aruna hanya duduk termenung di kursi tengah sontak mendekat. Ia menepuk bahu sang istri hingga membuatnya terkejut."Kamu sudah pulang?" tanya Aruna saat sadar.Wisnu mengangguk, ia kemudian bertanya."Kamu kenapa?"Aruna menggeleng dan tersenyum kecil, tapi meski begitu Wisnu tahu bahwa wanitanya tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja."Karena trending di sosial media itu?"Dengan cepat Aruna menoleh ke arah sang suami."Kamu tahu?" tanyanya kaget."Bahkan kea
Pagi datang dengan cepat. Barang-barang sudah terkemas di satu koper berukuran besar, karena memang barang yang Aruna bawa tidaklah banyak.Sofie melihat ke arah David yang ia gandeng dengan raut wajah sedih. Wanita hamil itu rupanya masih belum juga rela jika David kembali ke rumahnya."Kita masih bisa berkunjung ke rumah Wisnu, mereka hanya pindah beberapa blok saja bukannya pindah ke kota apalagi negara lain, sayang."Chandra mengusap bahu Sofie lembut."Iya, tapi rumah pasti akan terasa sepi tanpa David. Kamu juga akan kembali sibuk bekerja dan aku sendirian di rumah," sahut wanita itu sedih."Tante jangan sedih."Tanpa diduga David segera memeluk tante kesukaan yang itu dengan cepat, membuat Sofie merasa gemas sendiri."Kamu bisa datang kapan saja ke rumah, bermain dengan kami agar tidak merasa kesepian, Sofie," ujar Aruna tersenyum ramah.Si wanita hamil hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia kemudian mengantarkan Wisnu juga keluarganya sampai di depan rumah, melambaikan tanga
Peringatan yang dikatakan Chandra sepertinya tidak sepenuhnya ditaati oleh Wisnu. Buktinya pria itu tetap saja kembali ke rumah selepas rapat bersama beberapa investor selesai.Mobil yang dikendarai Wisnu sampai di rumah, berbarengan dengan itu Aruna juga David baru saja kembali dari aktivitas belanja bulanan bersama asisten rumah tangga mereka."Ayah!!" David berlari ke arah Wisnu, anak itu memeluk sang ayah dan menunjukan sebuah mainan berupa robot transformers berwarna campuran biru, merah dan putih."Ayah, ayah. Bibi Riri membelikan ku Autobot, bagus kan."David dengan antusias menunjukan mainan barunya, Wisnu tersenyum kecil, mengangguk serta mengusap kepala sang anak dengan sayang."Sudah bilang Terima kasih?" tanya Wisnu.Dengan semangat David mengangguk, anak itu kemudian berlari ke dalam rumah dengan ceria."Terima kasih, mbak. Seharusnya tidak perlu repot," ucap Wisnu."Tidak apa, Tuan. Itu hanya hadiah kecil sebagai bentuk Terima kasih saya, karena Tuan dan Nyonya yang suda
Pukul sepuluh malam saat Wisnu menyusul Aruna yang memang masih berada di rumah sakit tempat Sofie bersalin.Pria yang masih mengenakan setelan kantor lengkap itu masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa buah di tangan."Di mana bayi nya?" tanya nya."Ada di ruang khusus bayi, kamu mampir ke sini hanya membawa buah saja?" tanya Chandra sambil menunjuk kantong putih berisi buah di tangan Wisnu."Ya. Lagipula aku membawa ini juga bukan untukmu, aku membawanya untuk adikku, Sofie," sahut Wisnu tidak kalah tengil.Dua wanita muda yang ada di sana hanya terkekeh, sudah lama rasanya mereka tidak melihat pertengkaran kecil antara dua sahabat itu.Memutar waktu ke belakang, hidup yang dijalani mereka terasa begitu berat dan menyesakkan layaknya sebuah drama dengan genre angst yang terlalu menyakitkan."Sofie, ku harap anakmu tudak mirip dengan Ayah-nya, akan lebih baik jika ia mirip dengamu saja," ucap Wisnu.Chandra mendelik, jelas sekali pria itu tidak Terima dengan ucapan Wisnu. Ena
Aruna terkekeh kecil mendengar penuturan Bibi Riri, wanita itu hanya mengangguk dan turun ke lantai bawah guna menghampiri anak juga suaminya.Bisa dilihat jika Wisnu, David juga Nadine sudah siap menyantap sarapan mereka di meja makan. Aruna mendekat, ia kemudian menyiapkan sarapan untuk ketiganya sekaligus bertanya soal pekerjaan rumah dua anak dengan seragam sekolah yang sama itu.Memang, baik Nadine maupun David diperlakukan sama. Nadine juga disekolahkan di taman kanak-kanak yang sama dengan David. Hal itu bertujuan agar Bibi Riri bisa dengan mudah mengawasi sang anak saat Aruna sedang tidak sempat melayukannya."Bibi, apa boleh nanti siang Nadine membawa David jalan-jalan?"Pertanyaan gadis kecil dengan kuncir ekor kuda itu membuat Aruna menoleh."Memangnya Nadine mau mengajak David kemana?""Ke taman hiburan, Bu! Kemarin Bibi Riri mengatakan ingin membawa Nadine juga David untuk naik carousel," sahut David semangat.Aruna juga Wisnu hanya bisa tersenyum melihat begitu antusiasn
Tentu saja Aruna tidak bisa menahan rasa keterkejutan nya. Ia menutup mulutnya sendiri, menahan air mata yang tiba-tiba saja rasanya akan menetes.Terharu, wanita itu tidak menyangka jika Wisnu akan melakukan semua ini untuknya."Kenapa menangis?" Wisnu mendekat, memeluk Aruna yang masih terduduk juga menangis lirih. Pria itu terkekeh, merasa lucu dengan reaksi istrinya sekarang ini."Astaga, maaf sudah membuatmu menangis seperti ini," kata pria itu lagi.Tangan besarnya sibuk mengusap sayang surai sang istri yang masih saja menitikan air mata karena terharu."Aku tidak menyangka kamu bisa seromantis ini," ujar Aruna setelah tangisnya agak mereda.Lagi-lagi Wisnu terkekeh, ia benar-benar tidak menyangka bahkan dalam kondisi menangis wanitanya bisa terlihat begitu menggemaskan seperti sekarang.Membuatnya tidak tahan untuk tidak memberinya sebuah kecupan di bibir. Dan Wisnu melakukannya dengan cepat, berdurasi kurang dari lima detik."Jangan mencuri kesempatan dalam kesempitan, Tuan,"
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,