"Jangan macam-macam atau aku akan melaporkan mu ke pihak berwajib!"Wisnu berteriak keras. Meski posisi tubuhnya terikat, pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dirinya tengah dalam emosi yang tinggi.Celine tersenyum, tertawa kecil karena merasa lucu dengan keberanian Wisnu sekarang."Ternyata memang tidak salah aku menyukaimu. Kamu itu begitu sexy, apalagi saat marah seperti sekarang. Tapi sayang, seleramu jauh dibawah standar.""Wisnu, memangnya apa yang kurang dariku? Kenapa kamu justru mencintai Diandra daripada aku yang mengenalmu lebih dulu? Bahkan jika dibandingkan dengan wanita itu, aku lebih unggul dalam semua hal," tanya Celine kembali mendekat.Wajah Wisnu yang memerah juga cengkeraman tangannya yang mengeras, menjadi bukti seberapa kerasnya pria itu berusaha terbebas.Ia menatap Celine nyalang, ingin sekali rasanya ia menyerang wanita itu sekarang. Tidak peduli bagaimana tanggapan orang-orang yang akan menilainya karena menyerang perempuan."Kamu perlu berkaca pada cermin
Setelah mengatakan hal itu, Celine mengecup pipi Wisnu sejenak. Ia kemudian tersenyum kecil dan beranjak pergi dari sana.Meninggalkan Wisnu yang terus saja mengumpati wanita itu dengan kesal.Di luar kamar, Celine menghubungi seseorang. Wajahnya sontak berubah dingin dan tanpa ekspresi."Bereskan jalang itu malam ini juga!"Ia kemudian berjalan ke arah luar dan masuk ke dalam mobil mercedes-benz miliknya.Sementara itu, di kediaman Wisnu. Aruna masih saja terdiam, ia terus memeluk David yang masih menangis ketakutan."Kamu tahu nona, baru saja nona Celine mengatakan padaku untuk menghabisi kalian semua," kata si pria."Kamu pikir kamu bisa melakukannya? Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh mereka sedikit pun!"Aruna menatap dengan berani, ia melepaskan pelukan David dan berdiri. Berusaha menyerang si penyekap meski pada akhirnya justru ia yang terdorong hingga keningnya membentur meja."Jangan sok berani nona, kamu hanyalah seorang perempuan lemah. Akan lebih bagus jika kamu menurut
Mengendap. Wisnu memastikan sekitar sebelum ia mencoba mencongkel kunci jendela dengan garpu yang sudah ia bengkokan.Beruntung, kamar yang ditempatinya berada di lantai satu, jadi ia tidak perlu repot untuk menyusun cara agar bisa turun dengan mengikat berbagai jenis kain yang bisa digunakan.Beberapa menit Wisnu mencoba, namun hasilnya masih gagal. Ia sempat menghela napas dan merasa frustasi. Tapi mengingat Aruna, David juga keluarganya yang tengah dalam ancaman Celine, membuat tekat Wisnu untuk segera bebas kembali bulat.Disaat pria itu tengah berusaha, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.Wisnu yang panik bukan main segera bersembunyi dibalik gorden berwarna gold tersebut. Terkesan bodoh memang, tapi itu hanyalah bentuk reflek akan rasa panik."Tuan?"Wisnu mengintip dari celah gorden, ia menghela napas lega saat rupanya si pelayan kembali."Ada apa? Jangan salah paham! Aku tidak mencoba untuk kabur, hanya … hanya sedang melihat pemandangan luar," kata Wisnu beralasan.Mau bagai
"Chandra!" pekik Wisnu saat tahu si pengendara adalah Chandra."Cepat masuk!" kata pria itu dengan suara berbisik, tangannya melambai cepat mengisyaratkan agar Wisnu masuk dengan segera.Tanpa bertanya lagi, Wisnu segera masuk ke dalam mobil. Chandra melajukan mobilnya dengan cepat kemudian."Kamu tahu apa yang terjadi di rumahku? Kamu tahu dimana Aruna, David dan juga Ibu?" tanya Wisnu tanpa basa-basi.Pria itu jelas terlihat khawatir. "Ya. Tapi sebelum aku membawamu pada mereka, lebih baik kita ke rumah sakit dulu.""Antar saja aku ke kantor polisi, aku akan melaporkan,-" perkataan Wisnu tertahan saat Chandra menyahut lebih dulu."Celine?" "Bagaimana kamu tahu?" "Panjang urusannya, yang jelas kita harus ke rumah sakit untuk melakukan visum. Bukan hanya kamu, tapi juga Aruna." Mobil Chandra berbelok ke arah sebuah rumah sakit, pria itu turun diikuti Wisnu kemudian.Keduanya berjalan di sebuah lorong menuju satu ruangan dimana Aruna sudah menunggu."Wisnu?" Aruna yang saat itu sed
Saat itu Aruna tengah bersiap. Wanita dengan baju terusan lengan panjang juga rambut yang ia gerai dengan bebas itu menghela napas, matanya masih saja memperhatikan Wisnu yang juga tengah memperhatikannya dari pantulan cermin di meja rias.Pria yang saat ini tengah duduk bersandar pada kepala ranjang itu bangkit, mendekat ke arah Sang istri dan meremat bahunya pelan."Apa kamu benar-benar akan pergi?" tanya Wisnu.Aruna mengangguk saja, ia kembali menyatukan lipstick berwarna pucat itu pada bibirnya."Bagaimana jika terjadi sesuatu?" tanya Wisnu sekali lagi. Pria itu seolah benar-benar enggan membiarkan Aruna untuk menemui seseorang yang mengirimkan pesan padanya.Aruna menggengam tangan Wisnu yang ada di pundaknya, wanita itu juga tersenyum tipis ke arah Sang suami seolah berusaha menenangkan."Semuanya akan baik-baik saja, lagipula ada Chandra yang akan mengawasi dari jauh. Jika terjadi apa-apa aku juga akan segera menghubungimu," kata Aruna tenang.Terdengar helaan napas Wisnu, pr
Melihat ke sekeliling, Celine tampaknya cukup panik. Namun ego dari dalam dirinya yang masih belum rela jika pria yang ia cintai lebih memilih wanita lain mengalahkan hal itu. "Kamu, apa kamu merasa lebih baik? Merasa sempurna dan bahagia setelah berhasil merebut suami kakak mu sendiri, Diandra?" Celine menunjuk Aruna tepat di wajah, membuat perhatian pengunjung lain mengarah kepada wanita itu. "Apa kamu tahu bagaimana perasaan Diandra saat itu? Betapa sakitnya ia yang harus melihat adik dan suaminya memiliki hubungan spesial bahkan sampai memiliki seorang anak?!"Celine kian mengeraskan suaranya, berpura-pura merasa sedih juga marah sembari terus memutarbalikkan fakta yang ada."CELINE!!" Bentakan Wisnu bukannya membuat suasa kian mereda, yang ada justru membuat beberapa orang berbisik-bisik tapi berisik."Lihat, bahkan sekarang kamu sudah mulai berani membela jalang ini di depan umum. Apa kamu sudah lupa semua pengorbanan Diandra untukmu, Wisnu?"Kini Celine beralih pada Wisnu.
Sore hari saat Wisnu juga Chandra baru saja kembali dari perusahaan. Wajah keduanya terlihat kusut, terlebih Wisnu. Penampilan pria itu berantakan dengan jas yang tersampir di lengan, dasi yang sudah tidak terpasang pada tempatnya juga kemeja yang tidak terpasang dengan rapi.Wajahnya juga kusut, menandakan ada sesuatu yang tengah membuatnya pusing bukan main."Kalian sudah kembali," Sofie menyambut keduanya.Ia mengambil tas kerja milik Chandra dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman.Wisnu yang saat itu melihat Aruna hanya duduk termenung di kursi tengah sontak mendekat. Ia menepuk bahu sang istri hingga membuatnya terkejut."Kamu sudah pulang?" tanya Aruna saat sadar.Wisnu mengangguk, ia kemudian bertanya."Kamu kenapa?"Aruna menggeleng dan tersenyum kecil, tapi meski begitu Wisnu tahu bahwa wanitanya tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja."Karena trending di sosial media itu?"Dengan cepat Aruna menoleh ke arah sang suami."Kamu tahu?" tanyanya kaget."Bahkan kea
Pagi datang dengan cepat. Barang-barang sudah terkemas di satu koper berukuran besar, karena memang barang yang Aruna bawa tidaklah banyak.Sofie melihat ke arah David yang ia gandeng dengan raut wajah sedih. Wanita hamil itu rupanya masih belum juga rela jika David kembali ke rumahnya."Kita masih bisa berkunjung ke rumah Wisnu, mereka hanya pindah beberapa blok saja bukannya pindah ke kota apalagi negara lain, sayang."Chandra mengusap bahu Sofie lembut."Iya, tapi rumah pasti akan terasa sepi tanpa David. Kamu juga akan kembali sibuk bekerja dan aku sendirian di rumah," sahut wanita itu sedih."Tante jangan sedih."Tanpa diduga David segera memeluk tante kesukaan yang itu dengan cepat, membuat Sofie merasa gemas sendiri."Kamu bisa datang kapan saja ke rumah, bermain dengan kami agar tidak merasa kesepian, Sofie," ujar Aruna tersenyum ramah.Si wanita hamil hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia kemudian mengantarkan Wisnu juga keluarganya sampai di depan rumah, melambaikan tanga