Isabella memeriksa pasien yang ada di sebelah kamar Dika hingga suaranya terdengar jelas oleh Dika. "Itu dia, perawat cantik yang saya maksud!" kekeh sumringahnya.Sekali mendengarkan saja, Satria juga tahu jika itu Isabella. 'Apa Dika suka Abel?' Matanya sedikit memicing, kemudian berpamitan, "Saya ke toilet dulu.""Eh, tunggu dong. Kamu tidak mau tahu perawat cantik itu?""Tidak. Saya sudah tidak tahan harus ke toilet." Suara datar Satria yang segera pergi meninggalkan Dika sebelum Isabella masuk.Benar saja. Isabella memeriksa Dika setelah dia pergi, tetapi Satria tidak benar-benar ke toilet, dia hanya berdiri di sisi pintu masuk ruang rawat. Maka, dia dapat mendengar sikap propesional Isabella sekalian kekeh bahagia Dika. "Ck!" Satria berdecak karena ternyata seseorang di luar sana mengagumi istrinya, dan yang paling tidak terduga, orang itu kawannya sendiri. Entah harus marah, kesal atau tidak p
Isabella memeluk perut Satria sepanjang perjalanan, tetapi dia tidak tega melihat Satria terkena hujan apalagi tadi pagi suaminya demam. "Kita menepi saja, hujan masih deras ...." Isabella meninggikan suaranya supaya terdengar oleh Satria yang memakai helm full face.Satria mendengar suara Isabella, tetapi mengabaikannya karena pakaiannya sudah basah jadi lebih baik segera pulang. Maka setibanya di rumah, Satria mandi air hangat dan segera memakai pakaian hangat.Bukan hanya Satria yang grasah-grusuh mempedulikan tubuhnya karena Isabella segera menyodorkan air hangat dan sup. "Habiskan ini agar kamu tidak kedinginan ...." Suara lembutnya, tetapi Isabella belum mengganti pakaian basahnya karena menunggu Satria keluar dari kamar mandi, sekalian menuju dapur untuk menjamu suaminya.Satria tidak mengatakan apapun walau dia segera menerima jamuan dari istrinya, pun Isabella menyediakan obat yang sama seperti
Pagi ini, Isabella kembali ke rumah sakit begitupun Satria karena dia harus menjenguk Dika, tetapi sebelum tiba di ruang rawat tanpa sengaja dia mendengar ayah kawannya sedang mengatakan hal tidak pantas. "Kamu selalu menyusahkan. Kapan kamu akan berhenti menjadi anak motor dan mulai menjadi anak baik dan berprestasi yang bisa papa banggakan pada semua orang! Apa kamu masih buta, lihat mama sakit-sakitan karena kamu!"Satria hanya mampu terpaku di balik dinding karena kehidupannya dengan kawan-kawannya tidak berbeda. Lalu, dia kembali mendengar hal yang akan sangat menyakiti Dika."Kamu dilahirkan sebelum papa dan mama menikah. Kamu anak kami, tapi saat itu kehadiran kamu tidak diinginkan. Apa karena dosa kami di masa lalu akhirnya kami harus dibuat kesulitan oleh kelakuan kamu!"Tidak lama setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Satria melihat wajah ayahnya Dika setelah pria itu keluar dari ruangan. Pria itu
Devan menghubungi Satria, maka saat ini dia mendengar hal mengejutkan yang terjadi pada Satria. Lalu, menawarkan dirinya untuk menjemput kawan-kawan geng di perbatasan kota. Sementara, Satria masih merasa malu karena kejadian tadi. Hanya segelintir orang yang percaya jika pria berjas hitam dan berdasi adalah penagih cicilan motor, jadi masih banyak orang yang sengaja memanggilnya tuan muda walaupun panggilan itu disisipkan dalam candaan. Naura menyaksikan raut wajah Satria yang terlihat tidak nyaman, tapi jika harus diungkapkan Satria memang cocok dengan panggilan itu karena entah sampai mana kekayaan Haris. Pria itu sangat kaya, tetapi keluarga Haris hidup membaur tanpa memperlihatkan seberapa banyak kekayaannya. Sama halnya dengan keluarga Naura. Materi telah usai, Satria segera menyusul Naura yang sudah meninggalkan kelas lebih dulu. "Nay, pulang sama siapa?" "Dijemput sopir. Kenapa?" Sikap datar Naura. "Tidak apa. Cuma bertanya." Senyuman kecil Satria, kemudian berawajah kecu
Isabella menghampiri Satria, dia membawa dua gelas teh hangat. "Tadi, mama sempat meminta tolong pada saya untuk membantu kamu belajar," kekeh kecilnya.Satria memandang datar. "Jurusan yang kita ambil beda.""Iya. Tapi saya juga sering mempelajari banyak hal yang berbeda dengan jurusan yang saya ambil saat kuliah." "Tidak usah." Suara Satria selalu datar."Kalau perlu bantuan jangan sungkan," kekeh Isabella lagi tanpa bermaksud menjatuhkan harga diri Satria. Jika Satria membutuhkannya, dia akan membantu dengan tulus. Hanya seperti itu. Satria membuang asap rokoknya ke udara, kemudian menatap Isabella. "Kamu memakai alat kontrasepsi sesuai aturan?" Isabella mengerjap kecil karena pembahasan Satria kini. "Iya ...." "Jangan sampai hamil. Saya tidak bisa jadi ayah!" ucap dingin Satria. Kalimat ini mengandung banyak makna dalam. Satria seorang brandalan dan tidak berprestasi, dia juga menjadi beban orangtuanya, lalu kisah cintanya yang rumit dan banyak lagi hal-hal yang membuatnya tid
Isabella tidak tahu jika saat Satria mengelus pipi Naura, gadis itu segera menepis tangan nakal Satria. Gadis ini kesal karena seolah Satria menganggapnya murahan. "Kita bukan pasangan menikah. Kenapa kamu menyentuh saya!" Jadi, Naura segera pergi. Namun, Satria tidak mengejar walaupun hal ini memperumit kisah cinta dan semua masalahnya. Maka dari itu Satria memutuskan pergi ke parkiran untuk meninggalkan kampus.Isabella kembali berjalan menuju klinik, lalu saat inilah dia berpapasan dengan Naura. Gadis ini sedang bersedih karena memikirkan hubungan rahasia suaminya dan Naura, tetapi dia tetap menyapa hangat, "Hi, Naura. Kamu masih kuliah ...."Namun, sikap hangat Isabella membuat Naura tidak bisa menahan penyesalannya. Dia segera memeluk Isabella. "Saya minta maaf kalau saya punya salah sama kamu ...." Suaranya bergetar sendu hingga membuat Isabella berpikir jika permintaan maaf Naura adalah karena hubungan gelapnya dengan Satria."Jangan mengulangi kesalahan ...." Suaranya tidak t
[Saya menunggu di depan.] Chat Satria pada Isabella. Maka, saat ini Isabella segera berpamitan pada Dika. "Saya sudah membantu kamu makan dan meminum obat. Untuk selanjutnya, jika kamu membutuhkan bantuan panggil saja teman saya. Ada banyak perawat yang bisa membantu kamu ....""Tidak lembur?" Dika tersenyum lebar saat berharap Isabella menemaninya lebih lama lagi."Tidak, jadwal kerja saya sudah habis." Suara santun dan hangat Isabella."Besok kamu datang lagi, kan?" Selalu pertanyaan ini yang tidak pernah dilewatkan Dika. "Insyaallah ...." Dika mendesah seperti kemarin karena akhirnya dia harus melepaskan Isabella. Jadi, beberapa menit kemudian Isabella muncul di hadapan Satria. "Sudah jam lima lewat dua puluh menit. Kamu lembur?" Tatapan Satria memicing curiga walaupun suaranya biasa saja."Tidak. Tadi saya membantu teman kamu makan dan minum obat karena sepertinya tidak ada keluarga yang menjenguknya," jujur Isabella, tetapi membuat Satria mengerjap."Apa Dika yang bicara?" "D
Satria sudah mendapatkan pertolongan medis, tetapi lengannya mendapatkan beberapa jahitan dan disarankan dirawat. "Tidak perlu." Satria menolak tegas. Maka, dia menandatangi surat penolakan perawatan, lalu menjenguk kawan-kawannya di ruangan lain. Mereka semua mendapatkan cedera cukup parah, tetapi tidak ada yang separah Dika, maka setelah ini mereka menuju rumah Devan yang kebetulan sedang kosong, sedangkan markas dibiarkan kosong karena ada kemungkinan musuh menyerang balik. Saat ini mereka memilih menghindar karena anggota yang selamat dari tawuran hanya beberapa saja.Hanya Satria yang tidak ikut berkumpul di rumah Devan karena membuat masalah dengan Haris akan berakibat lebih fatal dibandingkan musuh gengnya. "Dari mana?" Tatapan dingin Haris. "Menemani Dika di rumah sakit." Satria bersikap biasa saja seolah tubuhnya sedang baik-baik saja hingga Haris tidak menyadari luka di lengannya. Apalagi saat ini Satria sudah mengganti jeketnya yang penuh darah dengan jaket Devan yang hany