Pagi ini Satria kuliah seperti biasanya, tetapi sebelum pergi dia mengatakan hal menyakitkan untuk Isabella, “Saya bertanggung jawab menafkahi kamu dan anak kamu. Tapi apa yang saya dapatkan selain pengkhianatan?”“Saya tidak pernah berkhianat.” Isabella segera menunjukan sendunya walaupun akhirnya Satria akan tahu jika anak yang dikandungnya adalah anak Satria, bukan Dika.Satria tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi dengan dingin. Di kampus, Satria hanya duduk merokok untuk sedikit membuang kesal.Namun, saat ini Naura berjalan di hadapannya. Tentu saja Satria tidak akan menyia-nyiakan hal ini. “Pagi, Nay,” sapanya dengan wajah berseri. Pun, rokok sudah dimatikan dan dibuang jauh-jauh.Naura hanya melirik dengan pandangan dingin. “Abel lagi hamil, kan.”Satria mengerti maksud ucapan Naura, tetapi dia belum menyerah untuk mendapatkan gadis itu. “Ada hal penting yang harus saya katakan.”“Tidak perlu!”“Beri saya waktu. Saya janji tidak akan sampai lima menit.” Satria sudah berdiri
Satria pergi tanpa mendengarkan pesan bermakna dalam dari ibunya karena Isabella dan bayi dalam kandungannya tidak akan pernah ada di hatinya.Setibanya di restoran, Satria bertemu dengan Haris dan dia segera mendapatkan name tag baru yaitu maneger, tetapi dengan syarat. “Kamu memang pemilik restoran ini, tapi kamu tetap dalam pengawasan Galih dan tugas kamu di sini tetap dari nol. Jadilah cerminan restoran.”Saat ini Satria tidak merasa lebih baik walaupun sudah mendapatkan jabatan tertinggi di sini. Jadi, dia hanya mengangguk kecil sebagai pormalitas.“Papa sudah mengumumkan secara resmi jabatan kamu di sini. Jadi bekerjalah dengan bersungguh-sungguh.” Haris menepuk bahu Satria bersama harapan besar.Kini, Haris harus kembali ke perusahaan maka Satria duduk seorang diri di dalam ruangan yang sudah dikhususkan untuknya. “Apa artinya jadi CEO kalau saya tetap harus mencatat dan mengantar pesanan pelanggan. Ck!”Satria berleha-leha, dia menghabiskan waktu tiga puluh menit di dalam ruan
Isabella keluar dari mini market sebelum Naura, jadi Naura dapat melihat Isabella yang memeluk Satria di atas motor. Maka hatinya campur aduk. “Kadang-kadang saya tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Satria! Berulang kali dia bilang suka saya dan mau bersama, tapi berulang kali juga saya melihat mereka mesra, mereka kompak sebagai suami istri. Jadi pasti kehamilan Abel juga sebenarnya disyukuri dan itu bukan anaknya Dika, Satria cuma beralasan biar dia bisa bersama saya untuk dijadikan pacar, tapi tetap menjadikan Abel sebagai istrinya!”Sejenak, Naura duduk di kursi yang ada di teras mini market. “Berulang kali saya mengambil kesimpulan itu, tapi berulang kali juga saya terjebak oleh kata-kata Satria.” Perasaannya semakin campur aduk.Sementara, Isabella baru saja mengatakan pertemuannya dengan Naura setelah tiba di teras rumah. “Tadi saya bertemu Naura di mini market.”Segera, Satria bereaksi kaget dan panik, “Saya tidak melihat Naura. Kamu jangan bohong!”“Loh, kok bohong sih. Te
Haris murka, tetapi sayangnya tidak bisa diluapkan saat ini juga karena pekerjaannya masih menumpuk. Jadi, Haris segera memanggil Satria ke ruangannya setelah jam makan malam. "Kenapa mabuk? Agama yang kita peluk tidak mengizinkan umatnya untuk meminum minuman alkohol, bahkan mengharamkan minuman tersebut!" Siang tadi amarahnya memang mendidih dan seolah akan menembus ubun-ubun, tapi nyata malam ini Haris hanya berbicara tegas. Satria menyunggingkan bibirnya karena dia mengetahui siapa yang melaporkannya. Lalu, dia menjawab santai, "Satria mabuk untuk melupakan sedikit kekesalan Satria pada kenyataan. Satria dijebak takdir, Satria tidak tahu apa-apa kenapa hidup Satria seperti ini!" Haris mendengarkan luapan emosi dalam jiwa putranya, kemudian bertanya dengan tenang, "Di bagian mana kenyataan yang membuat kamu kesal?" "Takdir percintaan. Satria menyukai Naura dari dulu, dari sejak kita kita kecil, tapi Satria harus menikah sama Abel karena Papa. Kita tidak berzina, Pa. Sudah beru
Naura tersenyum hambar kemudian berkata, "Saya bercanda." Lalu, dia mendesah dalam hatinya. 'Kenapa kita harus tinggal di daerah yang sama, padahal kamu sama Satria bisa tinggal di daerah rumah kamu biar kita tidak sering ketemu ....'Kini Naura dan Isabella berjalan bersisian. Kaki Naura yang pendek membuat langkahnya lebih sempit dibandingkan Isabella yang semampai. Maka, selalu ada selisih antara keduanya. "Saya merasa berjalan pelan loh." Isabella terkekeh tulus walaupun dia tidak lupa jika Naura pernah mengakui perasaannya pada Satria. "Kamu berjalan terlalu cepat." Di hadapan Isabella, Naura terlalu sulit berekspresi dingin, tidak seperti sikapnya pada Satria. Isabella selalu memasang wajah ramah dan hangat. "Sini, biar saya yang bawa kardusnya." "Tidak usah. Sebentar lagi sampai kok. Saya akan coba minta bunga ke rumah yang itu." Segera, tatapan Isabella mengarah pada arah mata Naura. "Yuk, saya bantu." Naura hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. 'Bisa-bisanya saya dan Ab
Tabrakan terjadi hingga Satria tidak sadarkan diri, dan motor gedenya tersered jauh, tetapi untungnya tubuh Satria hanya terbawa beberapa meter saja, tetapi membuatnya mengalami luka parah.Tidak perlu waktu lama, kabar ini segera tiba di ruang dengar Mia hingga wajahnya memucat.Mia segera meminta sopir mengantarnya ke rumah sakit tanpa memberi tahukan Isabella karena menantunya sedang hamil. Kabar buruk ini bisa saja membahayakan ibu dan anak.Mia juga tidak segera memberi tahu Haris karena dia ingin memastikan terlebih dahulu apa yang terjadi pada Satria. Apa karena tawuran lagi, balapan liar atau diserang musuh gengnya seperti yang belum lama ini terjadi?Mia tidak ingin Haris kecewa karena kenakalan Satria lagi. Maka, Mia harus memastikan dengan jelas apa yang terjadi sebelum suaminya kembali murka pada putranya.Namun, setelah tiba di rumah sakit dan melihat keadaan Satria secara langsung, Mia baru tahu ternyata semua dugaannya salah karena Satria mengalami kecelakaan lalu linta
Hari berganti, hari ini akhirnya Isabella mengetahui keadaan Satria saat Haris menceritakan secara garis besar, lalu membawa menantunya ke rumah sakit dan membiarkan Isabella menyaksikan sendiri keadaan Satria.Segera, air mata mengucur deras kala Isabella menyaksikan keadaan suaminya. “Kenapa seperti ini ..., bangun ....” Suaranya sangat sendu bahkan hingga terdengar merintih.Saat ini Mia tidak tahan dengan keadaan memilukan ini, tetapi dia harus ada untuk memeluk menantunya. “Sayang. Doakan Satria ....”Isabella tidak dapat berkata apapun lagi karena keadaan Satria membuatnya merasakan pedih yang lebih pedih.Jadi, selama beberapa saat Isabella hanya melamun seiring memandangi Satria yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Lalu, akhirnya dia bicara. “Bagaimana kata dokter?”“Dokter mengatakan jika cedera yang Satria alami cukup parah, terutama di bagian kepala karena taberakan itu sampai membuat helmnya pecah dan terlepas dari kepala.” Mia mencoba menguatkan saat berkata.Isabell
Naura segera meninggalkan duduknya. “Tolong jangan bicara yang aneh-aneh ..., saya tahu kamu marah karena saya pernah mengaku menyukai Satria. Saya minta maaf, saya bersalah ..., tapi tolong jangan diungkit karena hati manusia mudah berubah.”Isabella tersenyum dan masih duduk tenang. “Apa hati kamu pada Satria sudah berubah?”“Heuh!” Lagi, Naura dibuat terpaku karena seolah Isabella selalu menyindirnya atau menyerangnya dengan cara halus. “Ya. Saya tidak menyukai Satria. Saya sudah tidak menyukai Satria!” Hatinya sakit, napasnya sesak saat mengatakan kebohongan besar ini.Namun, lagi-lagi Isabella tetap tenang. “Kita sama-sama perempuan. Aku tahu isi hati kamu lewat mata kamu. Mungkin ... kamu memang kesal pada Satria karena Satria tidak pernah menceraikan saya, padahal Satria selalu mengaku suka kamu. Tapi di balik kesal itu saya lihat kamu masih peduli pada Satria. Mungkin kepedulian kamu adalah bagian dari cinta kamu yang berusaha kamu musnahkan.”Semua yang dikatakan Isabella mem
Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“
Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya
Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat
Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia
Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena
Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka
“Satria bilang kamu bersedia bercerai setelah melahirkan. Saya mohon, jangan lakukan itu ....” Naura tidak enggan mengatakan hal ini karena jika benar dia penyebabnya, gadis ini tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga Satria dan Isabella.Namun, saat ini Isabella hanya memandang kosong ke arah Naura. ‘Semalam dan tadi pagi Satria sangat perhatian. Jadi Satria punya maksud terselubung. Apa Satria ingin membahagiakan saya sebelum perceraian?’“Abel. Saya mohon ... jangan pernah bercerai dengan Satria.” Naura mengulang kalimatnya bahkan lebih tatapannya lebih dalam.Saat ini Isabella tersadar, lalu tersenyum kecil. “Ini rumah tangga saya dan Satria.” Isabella menjawab dengan bijak, tetapi berhasil menyentil Naura.Naura mendesah. “Saya memang tidak punya hak apapun, dan tidak sepantasnya saya mencampuri rumah tangga kamu dan Satria. Tapi ... kalau alasan kamu bersedia bercerai karena saya, saya akan merasa sangat bersalah. Jadi tolong jangan bercerai, karena walaupun kalian b
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab