Hari berganti, hari ini akhirnya Isabella mengetahui keadaan Satria saat Haris menceritakan secara garis besar, lalu membawa menantunya ke rumah sakit dan membiarkan Isabella menyaksikan sendiri keadaan Satria.Segera, air mata mengucur deras kala Isabella menyaksikan keadaan suaminya. “Kenapa seperti ini ..., bangun ....” Suaranya sangat sendu bahkan hingga terdengar merintih.Saat ini Mia tidak tahan dengan keadaan memilukan ini, tetapi dia harus ada untuk memeluk menantunya. “Sayang. Doakan Satria ....”Isabella tidak dapat berkata apapun lagi karena keadaan Satria membuatnya merasakan pedih yang lebih pedih.Jadi, selama beberapa saat Isabella hanya melamun seiring memandangi Satria yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Lalu, akhirnya dia bicara. “Bagaimana kata dokter?”“Dokter mengatakan jika cedera yang Satria alami cukup parah, terutama di bagian kepala karena taberakan itu sampai membuat helmnya pecah dan terlepas dari kepala.” Mia mencoba menguatkan saat berkata.Isabell
Naura segera meninggalkan duduknya. “Tolong jangan bicara yang aneh-aneh ..., saya tahu kamu marah karena saya pernah mengaku menyukai Satria. Saya minta maaf, saya bersalah ..., tapi tolong jangan diungkit karena hati manusia mudah berubah.”Isabella tersenyum dan masih duduk tenang. “Apa hati kamu pada Satria sudah berubah?”“Heuh!” Lagi, Naura dibuat terpaku karena seolah Isabella selalu menyindirnya atau menyerangnya dengan cara halus. “Ya. Saya tidak menyukai Satria. Saya sudah tidak menyukai Satria!” Hatinya sakit, napasnya sesak saat mengatakan kebohongan besar ini.Namun, lagi-lagi Isabella tetap tenang. “Kita sama-sama perempuan. Aku tahu isi hati kamu lewat mata kamu. Mungkin ... kamu memang kesal pada Satria karena Satria tidak pernah menceraikan saya, padahal Satria selalu mengaku suka kamu. Tapi di balik kesal itu saya lihat kamu masih peduli pada Satria. Mungkin kepedulian kamu adalah bagian dari cinta kamu yang berusaha kamu musnahkan.”Semua yang dikatakan Isabella mem
Naura tetap berada di sisi Satria hingga gadis ini tertidur, lalu satu jam kemudian, Aisyah masuk ke dalam kamar rawat dan segera membangunkan putrinya. “Sayang, kita pulang ....” Suaranya sangat lembut.“Emang sekarang jam berapa, Ma?” Naura tidak ingin meninggalkan Satria, tetapi tidak bisa mengungkapkannya.“Kita sudah terlalu lama di sini, takutnya nanti mengganggu keluarga Satria ....”Naura memilih mengalah pada egonya, tapi sebelum pergi, dia menanyakan Isabella, “Apa Abel masih di rumah sakit?”“Iya, Abel sedang beristirahat di mushola.”“Naura mau ketemu Abel dulu.”Aisyah mengangguk mengizinkan, maka tidak perlu waktu lama kini Naura dan Isabella sudah duduk bersisian di mushola. “Saya minta maaf.” Kalimat pertama yang dikatakan Naura.Tubuh Isabella masih terbaluk mukena. “Kamu tidak salah apapun, jadi tidak perlu minta maaf.”“Saya tetap ingin minta maaf ....”Alih-alih memberi kata maaf, justru Isabella memberikan pelukan pada Naura. Makna pelukan itu melebihi kata maaf.
"Naura tidak di sini ....” Isabella berkata bersama senyuman manis seolah hatinya baik-baik saja.“Saya mau ketemu Naura!” ucap tegas Satria bersama tatapan lebih dingin dari biasanya.Isabella menghadapi Satria lebih sabar dari biasanya. “Saya istri kamu ..., saya di sini menemani kamu sepanjang hari dan sepanjang malam. Jadi kenapa harus mencari Naura ....”“Saya tidak ingat siapa kamu!” Satria mencoba melarikan diri, tapi selang infus masih menempel dan tidak mungkin dicabut paksa karena Isabella segera berkata.“Tetaplah pakai infusannya, kamu sangat butuh itu karena kalau dibuka mungkin keadaan kamu akan lebih parah dari sekarang.” Cara bicaranya sangat lembut, tetapi tatapannya sangat sendu.Satria berdecak kesal dan duduk di sofa tanpa ingin menatap Isabella. Maka, istrinya yang menghampiri dan mencoba mengajak Satria berkomunikasi. “Kita sudah menikah. Memang belum lama ..., tapi ada seorang nyawa dari hasil pernikahan kita.”Saat ini, barulah Satria menatap Isabella, tapi buk
Satria tidak menyangka jika reaksi Naura sesuai harapan. "Terimakasih sudah bersedia mencintai saya ...." Namun, kali ini Naura tidak terlalu menanggapi. "Cepatlah sembuh." Tatapannya berisi banyak makna. "Saya akan sembuh buat kamu." Satria menggenggam tangan Naura, lalu mengecup punggung tangan gadis itu, sedangkan Naura hanya menghembus udara panjang membatin. Cukup lama mereka berdua, saat Mia masuk bersama Aisyah, Naura sedang menyuapi Satria. Segera, gadis ini mengecup punggung tangan wanita yang telah melahirkan Satria. "Terimakasih sudah datang menjenguk Satria." Mia menyambut hangat walau tidak terlalu menyukai kedekatan Naura dan Satria. "Semoga Satria lekas sembuh ....""Aamiin ... terimakasih ya, Sayang ...."Sejak hari ini hingga tiga hari ke depan Satria tetap berpura-pura hilang ingatan di hadapan Naura walaupun tidak setiap hari mereka bertemu. Jadi laki-laki ini lebih sering menghubungi gadis itu lewat chat walaupun di sekitarnya ada Isabella. Ini adalah hari ke
Malam ini Isabella tetap menunggu Satria kembali. "Satria pergi dari pagi, tapi kenapa sekarang masih belum pulang? Ini sudah jam 12 ...." Hatinya gelisah, entah kenapa karena perasaan ini tidak seperti biasanya. Begitupun dengan hari Haris dan Mia yang juga merasa aneh dan tidak tenang hingga kedunya tidak bisa tidur. Maka, pria ini menunggu putranya di halaman, sedangkan Mia memilih tetap di dalam kamar. Satu jam berlalu, tapi Satria masih belum kembali. Nomor handphonenya juga tidak dapat dihubungi hingga membuat Isabella keluar dari kamar dan bermaksud menunggu Satria di ruang tamu. Saat inilah Isabella berpapasan dengan Mia yang juga baru keluar dari kamar. "Abel mau kemana ...." Lembut Mia. "Satria masih belum pulang. Dan Abel merasa tidak enak hati." Mia mendesah. "Mama juga merasakan hal yang sama. Jadi sejak tadi Mama sama Papa tidak bisa tidur." "Satria memang biasa pulang malam atau pagi buta. Tapi biasanya Abel tidak cemas, berbeda dengan sekarang. Abel sangat khawat
Mia tidak kuasa menahan air matanya setelah mendengar pernyataan Isabella. Jadi, bukan dirinya yang mengusap tetesan butiran bening di pipi menantunya, tapi justru sebaliknya. Bahkan Isabella menyesali ucapannya, “Abel minta maaf karena sudah membuat Mama sedih ....”Mia segera menggeleng beberapa kali. “Kamu tidak boleh memperhatikan hati siapapun lagi termasuk hati Mama. Pikirkan hati kamu sendiri ....”“Abel tidak bisa ....” Tatapannya sangat tulus. “Propesi Abel menuntut Abel harus peduli pada sesama, jadi Abel tidak terbiasa mengabaikan orang lain dalam hal apapun.”Alih-alih terobati, justru perasaan Mia semakin perih hingga tidak mampu berkata-kata lagi, dirinya hanya mampu menyampaikan satu pesan, “Kamu boleh mengambil keputusan apapun, dengan syarat terbaik untuk kamu dan bayi dalam kandungan kamu.”Hari berganti, tapi Satria masih belum terlihat batang hidungnya. Mia dan Isabella masih sabar menunggu kabar serta kepulangan Satria, tapi tidak dengan Haris. “Papa akan minta ba
Isabella mendapatkan kabar tentang Satria setelah dua hari menunggu. Dika mengirimkan foto lewat chat. [Tidak sengaja saya melihat Satria, tapi dia tidak bisa didekati. Dia berpindah-pindah tempat.]Isabella menangkup mulutnya karena merasa senang sekalian tenang setelah melihat Satria baik-baik saja. Tapi harapannya belum terpacai. [Tolong bawa Satria pulang.][Mungkin saya tidak bisa melakukannya karena Satria berpindah-pindah tempat.] Dika mengulang walaupun dia tahu itu akan mengulang rasa kecewa di hati Isabella, tapi itu memang kenyataannya.[Kalian berteman. Tolong bujuk Satria lewat cara apapun.] Saat ini Isabella terkesan memaksa hal yang mungkin tidak dapat dilakukan Dika karena dia tidak menginginkan keadaan seperti ini.[Terakhir kali saya melihat Satria di sini, tapi sekarang Satria sudah tidak di sini. Kalau kamu penasaran, saya akan kirimkan alamat lengkapnya.]Akhirnya Dika harus menelan kekewaannya lagi karena ternyata sebesar apapun ketulusan yang dimilikinya untuk I