Malam ini Isabella tetap menunggu Satria kembali. "Satria pergi dari pagi, tapi kenapa sekarang masih belum pulang? Ini sudah jam 12 ...." Hatinya gelisah, entah kenapa karena perasaan ini tidak seperti biasanya. Begitupun dengan hari Haris dan Mia yang juga merasa aneh dan tidak tenang hingga kedunya tidak bisa tidur. Maka, pria ini menunggu putranya di halaman, sedangkan Mia memilih tetap di dalam kamar. Satu jam berlalu, tapi Satria masih belum kembali. Nomor handphonenya juga tidak dapat dihubungi hingga membuat Isabella keluar dari kamar dan bermaksud menunggu Satria di ruang tamu. Saat inilah Isabella berpapasan dengan Mia yang juga baru keluar dari kamar. "Abel mau kemana ...." Lembut Mia. "Satria masih belum pulang. Dan Abel merasa tidak enak hati." Mia mendesah. "Mama juga merasakan hal yang sama. Jadi sejak tadi Mama sama Papa tidak bisa tidur." "Satria memang biasa pulang malam atau pagi buta. Tapi biasanya Abel tidak cemas, berbeda dengan sekarang. Abel sangat khawat
Mia tidak kuasa menahan air matanya setelah mendengar pernyataan Isabella. Jadi, bukan dirinya yang mengusap tetesan butiran bening di pipi menantunya, tapi justru sebaliknya. Bahkan Isabella menyesali ucapannya, “Abel minta maaf karena sudah membuat Mama sedih ....”Mia segera menggeleng beberapa kali. “Kamu tidak boleh memperhatikan hati siapapun lagi termasuk hati Mama. Pikirkan hati kamu sendiri ....”“Abel tidak bisa ....” Tatapannya sangat tulus. “Propesi Abel menuntut Abel harus peduli pada sesama, jadi Abel tidak terbiasa mengabaikan orang lain dalam hal apapun.”Alih-alih terobati, justru perasaan Mia semakin perih hingga tidak mampu berkata-kata lagi, dirinya hanya mampu menyampaikan satu pesan, “Kamu boleh mengambil keputusan apapun, dengan syarat terbaik untuk kamu dan bayi dalam kandungan kamu.”Hari berganti, tapi Satria masih belum terlihat batang hidungnya. Mia dan Isabella masih sabar menunggu kabar serta kepulangan Satria, tapi tidak dengan Haris. “Papa akan minta ba
Isabella mendapatkan kabar tentang Satria setelah dua hari menunggu. Dika mengirimkan foto lewat chat. [Tidak sengaja saya melihat Satria, tapi dia tidak bisa didekati. Dia berpindah-pindah tempat.]Isabella menangkup mulutnya karena merasa senang sekalian tenang setelah melihat Satria baik-baik saja. Tapi harapannya belum terpacai. [Tolong bawa Satria pulang.][Mungkin saya tidak bisa melakukannya karena Satria berpindah-pindah tempat.] Dika mengulang walaupun dia tahu itu akan mengulang rasa kecewa di hati Isabella, tapi itu memang kenyataannya.[Kalian berteman. Tolong bujuk Satria lewat cara apapun.] Saat ini Isabella terkesan memaksa hal yang mungkin tidak dapat dilakukan Dika karena dia tidak menginginkan keadaan seperti ini.[Terakhir kali saya melihat Satria di sini, tapi sekarang Satria sudah tidak di sini. Kalau kamu penasaran, saya akan kirimkan alamat lengkapnya.]Akhirnya Dika harus menelan kekewaannya lagi karena ternyata sebesar apapun ketulusan yang dimilikinya untuk I
"Saya tidak tahu!" Naura menjawab dengan sedikit ketus. Lalu menjelaskan dengan detail yang pernah terjadi sebelum ini. "Satria berpamitan dan katanya percuma saja menyukai saya, takdir tidak pernah mengizinkan kita. Jadi, tidak mungkin kan tiba-tiba Satria menghubungi saya! Apa semua sudah jelas?" Saat ini Isabella menunduk sendu sekalian lesu karena ternyata Satria benar-benar tidak ingin ditemukan. "Maaf, saya sudah menuduh kamu," ucapannya sangat tulus. Naura masih sedikit kesal, tapi ucapannya dibuat lembut. "Tidak apa ...." Satu minggu kembali berlalu tanpa terasa. Kali ini Haris dan Mia lebih tegar ketika Satria tidak berada di sisi mereka walau tetap risau hingga pria ini selalu mengikuti jejak putranya walau sulit, tapi setidaknya dia selalu tahu jika putranya baik-baik saja. Haris memerintahkan bawahannya untuk selalu mengikuti Satria yang selalu berpindah tempat, tapi dia hanya menginginkan kabar putranya, bukan menyuruh putranya pulang walau seharusnya begitu. Haris h
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa
“Satria bilang kamu bersedia bercerai setelah melahirkan. Saya mohon, jangan lakukan itu ....” Naura tidak enggan mengatakan hal ini karena jika benar dia penyebabnya, gadis ini tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga Satria dan Isabella.Namun, saat ini Isabella hanya memandang kosong ke arah Naura. ‘Semalam dan tadi pagi Satria sangat perhatian. Jadi Satria punya maksud terselubung. Apa Satria ingin membahagiakan saya sebelum perceraian?’“Abel. Saya mohon ... jangan pernah bercerai dengan Satria.” Naura mengulang kalimatnya bahkan lebih tatapannya lebih dalam.Saat ini Isabella tersadar, lalu tersenyum kecil. “Ini rumah tangga saya dan Satria.” Isabella menjawab dengan bijak, tetapi berhasil menyentil Naura.Naura mendesah. “Saya memang tidak punya hak apapun, dan tidak sepantasnya saya mencampuri rumah tangga kamu dan Satria. Tapi ... kalau alasan kamu bersedia bercerai karena saya, saya akan merasa sangat bersalah. Jadi tolong jangan bercerai, karena walaupun kalian b
Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka