"Naura tidak di sini ....” Isabella berkata bersama senyuman manis seolah hatinya baik-baik saja.“Saya mau ketemu Naura!” ucap tegas Satria bersama tatapan lebih dingin dari biasanya.Isabella menghadapi Satria lebih sabar dari biasanya. “Saya istri kamu ..., saya di sini menemani kamu sepanjang hari dan sepanjang malam. Jadi kenapa harus mencari Naura ....”“Saya tidak ingat siapa kamu!” Satria mencoba melarikan diri, tapi selang infus masih menempel dan tidak mungkin dicabut paksa karena Isabella segera berkata.“Tetaplah pakai infusannya, kamu sangat butuh itu karena kalau dibuka mungkin keadaan kamu akan lebih parah dari sekarang.” Cara bicaranya sangat lembut, tetapi tatapannya sangat sendu.Satria berdecak kesal dan duduk di sofa tanpa ingin menatap Isabella. Maka, istrinya yang menghampiri dan mencoba mengajak Satria berkomunikasi. “Kita sudah menikah. Memang belum lama ..., tapi ada seorang nyawa dari hasil pernikahan kita.”Saat ini, barulah Satria menatap Isabella, tapi buk
Satria tidak menyangka jika reaksi Naura sesuai harapan. "Terimakasih sudah bersedia mencintai saya ...." Namun, kali ini Naura tidak terlalu menanggapi. "Cepatlah sembuh." Tatapannya berisi banyak makna. "Saya akan sembuh buat kamu." Satria menggenggam tangan Naura, lalu mengecup punggung tangan gadis itu, sedangkan Naura hanya menghembus udara panjang membatin. Cukup lama mereka berdua, saat Mia masuk bersama Aisyah, Naura sedang menyuapi Satria. Segera, gadis ini mengecup punggung tangan wanita yang telah melahirkan Satria. "Terimakasih sudah datang menjenguk Satria." Mia menyambut hangat walau tidak terlalu menyukai kedekatan Naura dan Satria. "Semoga Satria lekas sembuh ....""Aamiin ... terimakasih ya, Sayang ...."Sejak hari ini hingga tiga hari ke depan Satria tetap berpura-pura hilang ingatan di hadapan Naura walaupun tidak setiap hari mereka bertemu. Jadi laki-laki ini lebih sering menghubungi gadis itu lewat chat walaupun di sekitarnya ada Isabella. Ini adalah hari ke
Malam ini Isabella tetap menunggu Satria kembali. "Satria pergi dari pagi, tapi kenapa sekarang masih belum pulang? Ini sudah jam 12 ...." Hatinya gelisah, entah kenapa karena perasaan ini tidak seperti biasanya. Begitupun dengan hari Haris dan Mia yang juga merasa aneh dan tidak tenang hingga kedunya tidak bisa tidur. Maka, pria ini menunggu putranya di halaman, sedangkan Mia memilih tetap di dalam kamar. Satu jam berlalu, tapi Satria masih belum kembali. Nomor handphonenya juga tidak dapat dihubungi hingga membuat Isabella keluar dari kamar dan bermaksud menunggu Satria di ruang tamu. Saat inilah Isabella berpapasan dengan Mia yang juga baru keluar dari kamar. "Abel mau kemana ...." Lembut Mia. "Satria masih belum pulang. Dan Abel merasa tidak enak hati." Mia mendesah. "Mama juga merasakan hal yang sama. Jadi sejak tadi Mama sama Papa tidak bisa tidur." "Satria memang biasa pulang malam atau pagi buta. Tapi biasanya Abel tidak cemas, berbeda dengan sekarang. Abel sangat khawat
Mia tidak kuasa menahan air matanya setelah mendengar pernyataan Isabella. Jadi, bukan dirinya yang mengusap tetesan butiran bening di pipi menantunya, tapi justru sebaliknya. Bahkan Isabella menyesali ucapannya, “Abel minta maaf karena sudah membuat Mama sedih ....”Mia segera menggeleng beberapa kali. “Kamu tidak boleh memperhatikan hati siapapun lagi termasuk hati Mama. Pikirkan hati kamu sendiri ....”“Abel tidak bisa ....” Tatapannya sangat tulus. “Propesi Abel menuntut Abel harus peduli pada sesama, jadi Abel tidak terbiasa mengabaikan orang lain dalam hal apapun.”Alih-alih terobati, justru perasaan Mia semakin perih hingga tidak mampu berkata-kata lagi, dirinya hanya mampu menyampaikan satu pesan, “Kamu boleh mengambil keputusan apapun, dengan syarat terbaik untuk kamu dan bayi dalam kandungan kamu.”Hari berganti, tapi Satria masih belum terlihat batang hidungnya. Mia dan Isabella masih sabar menunggu kabar serta kepulangan Satria, tapi tidak dengan Haris. “Papa akan minta ba
Isabella mendapatkan kabar tentang Satria setelah dua hari menunggu. Dika mengirimkan foto lewat chat. [Tidak sengaja saya melihat Satria, tapi dia tidak bisa didekati. Dia berpindah-pindah tempat.]Isabella menangkup mulutnya karena merasa senang sekalian tenang setelah melihat Satria baik-baik saja. Tapi harapannya belum terpacai. [Tolong bawa Satria pulang.][Mungkin saya tidak bisa melakukannya karena Satria berpindah-pindah tempat.] Dika mengulang walaupun dia tahu itu akan mengulang rasa kecewa di hati Isabella, tapi itu memang kenyataannya.[Kalian berteman. Tolong bujuk Satria lewat cara apapun.] Saat ini Isabella terkesan memaksa hal yang mungkin tidak dapat dilakukan Dika karena dia tidak menginginkan keadaan seperti ini.[Terakhir kali saya melihat Satria di sini, tapi sekarang Satria sudah tidak di sini. Kalau kamu penasaran, saya akan kirimkan alamat lengkapnya.]Akhirnya Dika harus menelan kekewaannya lagi karena ternyata sebesar apapun ketulusan yang dimilikinya untuk I
"Saya tidak tahu!" Naura menjawab dengan sedikit ketus. Lalu menjelaskan dengan detail yang pernah terjadi sebelum ini. "Satria berpamitan dan katanya percuma saja menyukai saya, takdir tidak pernah mengizinkan kita. Jadi, tidak mungkin kan tiba-tiba Satria menghubungi saya! Apa semua sudah jelas?" Saat ini Isabella menunduk sendu sekalian lesu karena ternyata Satria benar-benar tidak ingin ditemukan. "Maaf, saya sudah menuduh kamu," ucapannya sangat tulus. Naura masih sedikit kesal, tapi ucapannya dibuat lembut. "Tidak apa ...." Satu minggu kembali berlalu tanpa terasa. Kali ini Haris dan Mia lebih tegar ketika Satria tidak berada di sisi mereka walau tetap risau hingga pria ini selalu mengikuti jejak putranya walau sulit, tapi setidaknya dia selalu tahu jika putranya baik-baik saja. Haris memerintahkan bawahannya untuk selalu mengikuti Satria yang selalu berpindah tempat, tapi dia hanya menginginkan kabar putranya, bukan menyuruh putranya pulang walau seharusnya begitu. Haris h
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa