Isabella keluar dari mini market sebelum Naura, jadi Naura dapat melihat Isabella yang memeluk Satria di atas motor. Maka hatinya campur aduk. “Kadang-kadang saya tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Satria! Berulang kali dia bilang suka saya dan mau bersama, tapi berulang kali juga saya melihat mereka mesra, mereka kompak sebagai suami istri. Jadi pasti kehamilan Abel juga sebenarnya disyukuri dan itu bukan anaknya Dika, Satria cuma beralasan biar dia bisa bersama saya untuk dijadikan pacar, tapi tetap menjadikan Abel sebagai istrinya!”Sejenak, Naura duduk di kursi yang ada di teras mini market. “Berulang kali saya mengambil kesimpulan itu, tapi berulang kali juga saya terjebak oleh kata-kata Satria.” Perasaannya semakin campur aduk.Sementara, Isabella baru saja mengatakan pertemuannya dengan Naura setelah tiba di teras rumah. “Tadi saya bertemu Naura di mini market.”Segera, Satria bereaksi kaget dan panik, “Saya tidak melihat Naura. Kamu jangan bohong!”“Loh, kok bohong sih. Te
Haris murka, tetapi sayangnya tidak bisa diluapkan saat ini juga karena pekerjaannya masih menumpuk. Jadi, Haris segera memanggil Satria ke ruangannya setelah jam makan malam. "Kenapa mabuk? Agama yang kita peluk tidak mengizinkan umatnya untuk meminum minuman alkohol, bahkan mengharamkan minuman tersebut!" Siang tadi amarahnya memang mendidih dan seolah akan menembus ubun-ubun, tapi nyata malam ini Haris hanya berbicara tegas. Satria menyunggingkan bibirnya karena dia mengetahui siapa yang melaporkannya. Lalu, dia menjawab santai, "Satria mabuk untuk melupakan sedikit kekesalan Satria pada kenyataan. Satria dijebak takdir, Satria tidak tahu apa-apa kenapa hidup Satria seperti ini!" Haris mendengarkan luapan emosi dalam jiwa putranya, kemudian bertanya dengan tenang, "Di bagian mana kenyataan yang membuat kamu kesal?" "Takdir percintaan. Satria menyukai Naura dari dulu, dari sejak kita kita kecil, tapi Satria harus menikah sama Abel karena Papa. Kita tidak berzina, Pa. Sudah beru
Naura tersenyum hambar kemudian berkata, "Saya bercanda." Lalu, dia mendesah dalam hatinya. 'Kenapa kita harus tinggal di daerah yang sama, padahal kamu sama Satria bisa tinggal di daerah rumah kamu biar kita tidak sering ketemu ....'Kini Naura dan Isabella berjalan bersisian. Kaki Naura yang pendek membuat langkahnya lebih sempit dibandingkan Isabella yang semampai. Maka, selalu ada selisih antara keduanya. "Saya merasa berjalan pelan loh." Isabella terkekeh tulus walaupun dia tidak lupa jika Naura pernah mengakui perasaannya pada Satria. "Kamu berjalan terlalu cepat." Di hadapan Isabella, Naura terlalu sulit berekspresi dingin, tidak seperti sikapnya pada Satria. Isabella selalu memasang wajah ramah dan hangat. "Sini, biar saya yang bawa kardusnya." "Tidak usah. Sebentar lagi sampai kok. Saya akan coba minta bunga ke rumah yang itu." Segera, tatapan Isabella mengarah pada arah mata Naura. "Yuk, saya bantu." Naura hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. 'Bisa-bisanya saya dan Ab
Tabrakan terjadi hingga Satria tidak sadarkan diri, dan motor gedenya tersered jauh, tetapi untungnya tubuh Satria hanya terbawa beberapa meter saja, tetapi membuatnya mengalami luka parah.Tidak perlu waktu lama, kabar ini segera tiba di ruang dengar Mia hingga wajahnya memucat.Mia segera meminta sopir mengantarnya ke rumah sakit tanpa memberi tahukan Isabella karena menantunya sedang hamil. Kabar buruk ini bisa saja membahayakan ibu dan anak.Mia juga tidak segera memberi tahu Haris karena dia ingin memastikan terlebih dahulu apa yang terjadi pada Satria. Apa karena tawuran lagi, balapan liar atau diserang musuh gengnya seperti yang belum lama ini terjadi?Mia tidak ingin Haris kecewa karena kenakalan Satria lagi. Maka, Mia harus memastikan dengan jelas apa yang terjadi sebelum suaminya kembali murka pada putranya.Namun, setelah tiba di rumah sakit dan melihat keadaan Satria secara langsung, Mia baru tahu ternyata semua dugaannya salah karena Satria mengalami kecelakaan lalu linta
Hari berganti, hari ini akhirnya Isabella mengetahui keadaan Satria saat Haris menceritakan secara garis besar, lalu membawa menantunya ke rumah sakit dan membiarkan Isabella menyaksikan sendiri keadaan Satria.Segera, air mata mengucur deras kala Isabella menyaksikan keadaan suaminya. “Kenapa seperti ini ..., bangun ....” Suaranya sangat sendu bahkan hingga terdengar merintih.Saat ini Mia tidak tahan dengan keadaan memilukan ini, tetapi dia harus ada untuk memeluk menantunya. “Sayang. Doakan Satria ....”Isabella tidak dapat berkata apapun lagi karena keadaan Satria membuatnya merasakan pedih yang lebih pedih.Jadi, selama beberapa saat Isabella hanya melamun seiring memandangi Satria yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Lalu, akhirnya dia bicara. “Bagaimana kata dokter?”“Dokter mengatakan jika cedera yang Satria alami cukup parah, terutama di bagian kepala karena taberakan itu sampai membuat helmnya pecah dan terlepas dari kepala.” Mia mencoba menguatkan saat berkata.Isabell
Naura segera meninggalkan duduknya. “Tolong jangan bicara yang aneh-aneh ..., saya tahu kamu marah karena saya pernah mengaku menyukai Satria. Saya minta maaf, saya bersalah ..., tapi tolong jangan diungkit karena hati manusia mudah berubah.”Isabella tersenyum dan masih duduk tenang. “Apa hati kamu pada Satria sudah berubah?”“Heuh!” Lagi, Naura dibuat terpaku karena seolah Isabella selalu menyindirnya atau menyerangnya dengan cara halus. “Ya. Saya tidak menyukai Satria. Saya sudah tidak menyukai Satria!” Hatinya sakit, napasnya sesak saat mengatakan kebohongan besar ini.Namun, lagi-lagi Isabella tetap tenang. “Kita sama-sama perempuan. Aku tahu isi hati kamu lewat mata kamu. Mungkin ... kamu memang kesal pada Satria karena Satria tidak pernah menceraikan saya, padahal Satria selalu mengaku suka kamu. Tapi di balik kesal itu saya lihat kamu masih peduli pada Satria. Mungkin kepedulian kamu adalah bagian dari cinta kamu yang berusaha kamu musnahkan.”Semua yang dikatakan Isabella mem
Naura tetap berada di sisi Satria hingga gadis ini tertidur, lalu satu jam kemudian, Aisyah masuk ke dalam kamar rawat dan segera membangunkan putrinya. “Sayang, kita pulang ....” Suaranya sangat lembut.“Emang sekarang jam berapa, Ma?” Naura tidak ingin meninggalkan Satria, tetapi tidak bisa mengungkapkannya.“Kita sudah terlalu lama di sini, takutnya nanti mengganggu keluarga Satria ....”Naura memilih mengalah pada egonya, tapi sebelum pergi, dia menanyakan Isabella, “Apa Abel masih di rumah sakit?”“Iya, Abel sedang beristirahat di mushola.”“Naura mau ketemu Abel dulu.”Aisyah mengangguk mengizinkan, maka tidak perlu waktu lama kini Naura dan Isabella sudah duduk bersisian di mushola. “Saya minta maaf.” Kalimat pertama yang dikatakan Naura.Tubuh Isabella masih terbaluk mukena. “Kamu tidak salah apapun, jadi tidak perlu minta maaf.”“Saya tetap ingin minta maaf ....”Alih-alih memberi kata maaf, justru Isabella memberikan pelukan pada Naura. Makna pelukan itu melebihi kata maaf.
"Naura tidak di sini ....” Isabella berkata bersama senyuman manis seolah hatinya baik-baik saja.“Saya mau ketemu Naura!” ucap tegas Satria bersama tatapan lebih dingin dari biasanya.Isabella menghadapi Satria lebih sabar dari biasanya. “Saya istri kamu ..., saya di sini menemani kamu sepanjang hari dan sepanjang malam. Jadi kenapa harus mencari Naura ....”“Saya tidak ingat siapa kamu!” Satria mencoba melarikan diri, tapi selang infus masih menempel dan tidak mungkin dicabut paksa karena Isabella segera berkata.“Tetaplah pakai infusannya, kamu sangat butuh itu karena kalau dibuka mungkin keadaan kamu akan lebih parah dari sekarang.” Cara bicaranya sangat lembut, tetapi tatapannya sangat sendu.Satria berdecak kesal dan duduk di sofa tanpa ingin menatap Isabella. Maka, istrinya yang menghampiri dan mencoba mengajak Satria berkomunikasi. “Kita sudah menikah. Memang belum lama ..., tapi ada seorang nyawa dari hasil pernikahan kita.”Saat ini, barulah Satria menatap Isabella, tapi buk