Satria segera menunjukan tulisan tangan Dika pada Haris. "Apa Papa masih punya alasan menahan Satria bercerai dengan Abel!" Satria berkata tegas dan penuh keyakinan jika kali ini ayahnya akan memihak padanya. Haris segera membaca sekalian menyelidik secarik kertas itu. Lalu, dia berkata santai, "Memangnya apa yang aneh? Dan kamu tidak bisa menjadikan ini sebagai alasan meninggalkan Abel!" Pun, Haris berkata tegas. "Itu tulisan Dika. Apa sampai saat ini Papa tidak curiga pada bayi yang ada di perut Abel? Kenapa Papa bisa sangat membela Abel, padahal bayinya saja belum tentu anak Satria!" Haris menyunggingkan setengah bibirnya mengejek Satria, "Tulisan tangan tidak akan membuktikan kalau Abel hamil anaknya Dika!" Segera, Haris mengembalikan secarik kertas itu. "Itu salah satu bukti, Pa. Tidak mungkin Dika seperhatian ini kalau Abel tidak hamil anaknya!" Haris membuka kaca matanya, menyimpannya perlahan saat dirinya ingin meluapkan kekesalan pada Satria. "Walaupun berbagai macam
Hari ini Isabella resmi cuti dari rumah sakit karena kondisinya tidak memungkinkannya tetap mendedikasikan diri di sini. Dia berpamitan pada semua rekan perawat, termasuk pada beberapa dokter yang tanpa sengaja ditemuinya.Isabella diberikan cuti selama trisemster pertama kehamilannya, tetapi jika kondisinya tidak membaik maka cuti akan diperpangjang dan kemungkinan besar hingga melahirkan.Hati Isabella berat menerima hal ini, tetapi semua dilakukan demi bayinya. Setelah dari rumah sakit, dia segera kembali ke rumah bersama ibunya. Namun, ibunya tidak bisa lama karena harus mengurus pekerjaan.Kini, tangan Mia yang kembali merangkul Isabella. “Ya sudah, lebih baik Abel istirahat saja. Untuk sementara, jangan memikirkan rumah sakit.”“Iya, Ma. Abel ingin fokus pada kehamilan pertama Abel.” Wajahnya sangat berseri dan menunjukan syukur yang amat besar atas kehamilannya.Mia sudah mendengar dari Haris tentang secarik kertas yang ditunjukan Satria sebagai alasan untuk menceraikan Isabell
Pagi ini Satria kuliah seperti biasanya, tetapi sebelum pergi dia mengatakan hal menyakitkan untuk Isabella, “Saya bertanggung jawab menafkahi kamu dan anak kamu. Tapi apa yang saya dapatkan selain pengkhianatan?”“Saya tidak pernah berkhianat.” Isabella segera menunjukan sendunya walaupun akhirnya Satria akan tahu jika anak yang dikandungnya adalah anak Satria, bukan Dika.Satria tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi dengan dingin. Di kampus, Satria hanya duduk merokok untuk sedikit membuang kesal.Namun, saat ini Naura berjalan di hadapannya. Tentu saja Satria tidak akan menyia-nyiakan hal ini. “Pagi, Nay,” sapanya dengan wajah berseri. Pun, rokok sudah dimatikan dan dibuang jauh-jauh.Naura hanya melirik dengan pandangan dingin. “Abel lagi hamil, kan.”Satria mengerti maksud ucapan Naura, tetapi dia belum menyerah untuk mendapatkan gadis itu. “Ada hal penting yang harus saya katakan.”“Tidak perlu!”“Beri saya waktu. Saya janji tidak akan sampai lima menit.” Satria sudah berdiri
Satria pergi tanpa mendengarkan pesan bermakna dalam dari ibunya karena Isabella dan bayi dalam kandungannya tidak akan pernah ada di hatinya.Setibanya di restoran, Satria bertemu dengan Haris dan dia segera mendapatkan name tag baru yaitu maneger, tetapi dengan syarat. “Kamu memang pemilik restoran ini, tapi kamu tetap dalam pengawasan Galih dan tugas kamu di sini tetap dari nol. Jadilah cerminan restoran.”Saat ini Satria tidak merasa lebih baik walaupun sudah mendapatkan jabatan tertinggi di sini. Jadi, dia hanya mengangguk kecil sebagai pormalitas.“Papa sudah mengumumkan secara resmi jabatan kamu di sini. Jadi bekerjalah dengan bersungguh-sungguh.” Haris menepuk bahu Satria bersama harapan besar.Kini, Haris harus kembali ke perusahaan maka Satria duduk seorang diri di dalam ruangan yang sudah dikhususkan untuknya. “Apa artinya jadi CEO kalau saya tetap harus mencatat dan mengantar pesanan pelanggan. Ck!”Satria berleha-leha, dia menghabiskan waktu tiga puluh menit di dalam ruan
Isabella keluar dari mini market sebelum Naura, jadi Naura dapat melihat Isabella yang memeluk Satria di atas motor. Maka hatinya campur aduk. “Kadang-kadang saya tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Satria! Berulang kali dia bilang suka saya dan mau bersama, tapi berulang kali juga saya melihat mereka mesra, mereka kompak sebagai suami istri. Jadi pasti kehamilan Abel juga sebenarnya disyukuri dan itu bukan anaknya Dika, Satria cuma beralasan biar dia bisa bersama saya untuk dijadikan pacar, tapi tetap menjadikan Abel sebagai istrinya!”Sejenak, Naura duduk di kursi yang ada di teras mini market. “Berulang kali saya mengambil kesimpulan itu, tapi berulang kali juga saya terjebak oleh kata-kata Satria.” Perasaannya semakin campur aduk.Sementara, Isabella baru saja mengatakan pertemuannya dengan Naura setelah tiba di teras rumah. “Tadi saya bertemu Naura di mini market.”Segera, Satria bereaksi kaget dan panik, “Saya tidak melihat Naura. Kamu jangan bohong!”“Loh, kok bohong sih. Te
Haris murka, tetapi sayangnya tidak bisa diluapkan saat ini juga karena pekerjaannya masih menumpuk. Jadi, Haris segera memanggil Satria ke ruangannya setelah jam makan malam. "Kenapa mabuk? Agama yang kita peluk tidak mengizinkan umatnya untuk meminum minuman alkohol, bahkan mengharamkan minuman tersebut!" Siang tadi amarahnya memang mendidih dan seolah akan menembus ubun-ubun, tapi nyata malam ini Haris hanya berbicara tegas. Satria menyunggingkan bibirnya karena dia mengetahui siapa yang melaporkannya. Lalu, dia menjawab santai, "Satria mabuk untuk melupakan sedikit kekesalan Satria pada kenyataan. Satria dijebak takdir, Satria tidak tahu apa-apa kenapa hidup Satria seperti ini!" Haris mendengarkan luapan emosi dalam jiwa putranya, kemudian bertanya dengan tenang, "Di bagian mana kenyataan yang membuat kamu kesal?" "Takdir percintaan. Satria menyukai Naura dari dulu, dari sejak kita kita kecil, tapi Satria harus menikah sama Abel karena Papa. Kita tidak berzina, Pa. Sudah beru
Naura tersenyum hambar kemudian berkata, "Saya bercanda." Lalu, dia mendesah dalam hatinya. 'Kenapa kita harus tinggal di daerah yang sama, padahal kamu sama Satria bisa tinggal di daerah rumah kamu biar kita tidak sering ketemu ....'Kini Naura dan Isabella berjalan bersisian. Kaki Naura yang pendek membuat langkahnya lebih sempit dibandingkan Isabella yang semampai. Maka, selalu ada selisih antara keduanya. "Saya merasa berjalan pelan loh." Isabella terkekeh tulus walaupun dia tidak lupa jika Naura pernah mengakui perasaannya pada Satria. "Kamu berjalan terlalu cepat." Di hadapan Isabella, Naura terlalu sulit berekspresi dingin, tidak seperti sikapnya pada Satria. Isabella selalu memasang wajah ramah dan hangat. "Sini, biar saya yang bawa kardusnya." "Tidak usah. Sebentar lagi sampai kok. Saya akan coba minta bunga ke rumah yang itu." Segera, tatapan Isabella mengarah pada arah mata Naura. "Yuk, saya bantu." Naura hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. 'Bisa-bisanya saya dan Ab
Tabrakan terjadi hingga Satria tidak sadarkan diri, dan motor gedenya tersered jauh, tetapi untungnya tubuh Satria hanya terbawa beberapa meter saja, tetapi membuatnya mengalami luka parah.Tidak perlu waktu lama, kabar ini segera tiba di ruang dengar Mia hingga wajahnya memucat.Mia segera meminta sopir mengantarnya ke rumah sakit tanpa memberi tahukan Isabella karena menantunya sedang hamil. Kabar buruk ini bisa saja membahayakan ibu dan anak.Mia juga tidak segera memberi tahu Haris karena dia ingin memastikan terlebih dahulu apa yang terjadi pada Satria. Apa karena tawuran lagi, balapan liar atau diserang musuh gengnya seperti yang belum lama ini terjadi?Mia tidak ingin Haris kecewa karena kenakalan Satria lagi. Maka, Mia harus memastikan dengan jelas apa yang terjadi sebelum suaminya kembali murka pada putranya.Namun, setelah tiba di rumah sakit dan melihat keadaan Satria secara langsung, Mia baru tahu ternyata semua dugaannya salah karena Satria mengalami kecelakaan lalu linta