Air mata Isabella segera turun, meluncur di pipinya yang putih dengan bias kemerahan. “Apa alasannya?” Dia sedang menahan perih.“Harusnya kamu sudah tahu!” Suara dingin Satria selaras dengan tatapannya.“Saya tidak tahu!” Hati Isabella semakin dihujani perih.“Ck. Jangan berpura-pura lagi!” Satria mendengus.“Saya tidak tahu ...!” Kali ini Isabella sedikit meluapkan isi hatinya hingga volume suaranya bertambah dan nada bicaranya berubah, dia meraung seiring menjatuhkan kresek hingga isinya berceceran bersama dengan butiran bening yang keluar dari ujung matanya.“Jangan berisik!” Satria segera menegur dengan hati-hati untuk berjaga-jaga karena bisa saja suaranya disampaikan angin lewat celah pintu hingga seseorang mendengarnya.“Saya tidak mau menggugurkan anak ini. Dia harus hidup, dia punya hak untuk hidup!” Seolah, Isabella bangkit dalam hitungan detik karena kini raungannya musnah digantikan dengan nada suara tegas dan tatapan tajam.“Tapi itu bukan anak saya. Saya yakin!” Akhirny
Bibi memutuskan merahasiakan penemuannya dan tidak berpikiran negatif karena segel obat masih aman yang artinya obat ini belum dikonsumsi. Namun, Isabella merasa khawatir setelah tahu obat yang dibuangnya sudah tidak ada. “Semoga saja Bibi tidak mengerti fungsi obat itu ....”Isabella ingin bertanya, tapi dia ragu karena bisa saja Bibi tahu fungsi obat yang ditemukannya hingga akhirnya berpikiran buruk.Isabella bertindak sebagaimana biasanya pada Bibi, dia juga masih meminta Bibi untuk mengabulkan semua ngidamnya kapanpun, termasuk tengah hari. “Maaf ya Bi, jadi merepotkan karena tiba-tiba Abel mau rujak.” Gadis ini terkekeh manis.“Tidak apa, Non ..., lagipula cuaca sedang sangat terik, memang nikmatnya makan rujak.” Bibi ikut terkekeh dan masih belum menyadari kehamilan Isabella.Saat ini Satria di rumah, tapi dia hanya sibuk bermain gitar di halaman hingga bertemu dengan Bibi yang hendak keluar. “Mau kemana?” Pertama kalinya dia memulai obrolan.“Bibi mau mencari rujak. Katanya No
Satu minggu berlalu sangat cepat, kini Isabella dan Satria sudah kembali berkumpul bersama keluarga. Seperti janjinya, akhirnya hari ini Isabella mengumumkan kehamilannya pada keluarganya sekalian pada keluarga Satria.Tentu saja kabar ini sangat mengejutkan untuk mereka karena terlalu bahagia. Orangtua Satria dan orangtua Isabella sama-sama menantikan cucu pertama mereka, jadi kabar ini dianggap sangat spesial.“Alhamdulillah ...,” tambah Isabella di hadapan semua keluarganya termasuk Satria.Satu minggu di luar kota tidak membuahkan hasil apapun karena sikap Satria tidak pernah berubah dan hatinya tidak akan berpaling Naura hanya karena bulan madu yang diatur oleh keluarganya.Namun, saat ini Satria tetap tersenyum seolah menyambut bahagia calon bayi di dalam perut Isabella. Satria mampu berbaur dengan lingkungannya dengan cara yang sempurna.“Sudah kan. Jangan libatkan saya lagi!” ucap dingin Satria yang segera merebahkan tubuhnya di sofa setelah selesai melakukan pertemuan dengan
Satria segera menunjukan tulisan tangan Dika pada Haris. "Apa Papa masih punya alasan menahan Satria bercerai dengan Abel!" Satria berkata tegas dan penuh keyakinan jika kali ini ayahnya akan memihak padanya. Haris segera membaca sekalian menyelidik secarik kertas itu. Lalu, dia berkata santai, "Memangnya apa yang aneh? Dan kamu tidak bisa menjadikan ini sebagai alasan meninggalkan Abel!" Pun, Haris berkata tegas. "Itu tulisan Dika. Apa sampai saat ini Papa tidak curiga pada bayi yang ada di perut Abel? Kenapa Papa bisa sangat membela Abel, padahal bayinya saja belum tentu anak Satria!" Haris menyunggingkan setengah bibirnya mengejek Satria, "Tulisan tangan tidak akan membuktikan kalau Abel hamil anaknya Dika!" Segera, Haris mengembalikan secarik kertas itu. "Itu salah satu bukti, Pa. Tidak mungkin Dika seperhatian ini kalau Abel tidak hamil anaknya!" Haris membuka kaca matanya, menyimpannya perlahan saat dirinya ingin meluapkan kekesalan pada Satria. "Walaupun berbagai macam
Hari ini Isabella resmi cuti dari rumah sakit karena kondisinya tidak memungkinkannya tetap mendedikasikan diri di sini. Dia berpamitan pada semua rekan perawat, termasuk pada beberapa dokter yang tanpa sengaja ditemuinya.Isabella diberikan cuti selama trisemster pertama kehamilannya, tetapi jika kondisinya tidak membaik maka cuti akan diperpangjang dan kemungkinan besar hingga melahirkan.Hati Isabella berat menerima hal ini, tetapi semua dilakukan demi bayinya. Setelah dari rumah sakit, dia segera kembali ke rumah bersama ibunya. Namun, ibunya tidak bisa lama karena harus mengurus pekerjaan.Kini, tangan Mia yang kembali merangkul Isabella. “Ya sudah, lebih baik Abel istirahat saja. Untuk sementara, jangan memikirkan rumah sakit.”“Iya, Ma. Abel ingin fokus pada kehamilan pertama Abel.” Wajahnya sangat berseri dan menunjukan syukur yang amat besar atas kehamilannya.Mia sudah mendengar dari Haris tentang secarik kertas yang ditunjukan Satria sebagai alasan untuk menceraikan Isabell
Pagi ini Satria kuliah seperti biasanya, tetapi sebelum pergi dia mengatakan hal menyakitkan untuk Isabella, “Saya bertanggung jawab menafkahi kamu dan anak kamu. Tapi apa yang saya dapatkan selain pengkhianatan?”“Saya tidak pernah berkhianat.” Isabella segera menunjukan sendunya walaupun akhirnya Satria akan tahu jika anak yang dikandungnya adalah anak Satria, bukan Dika.Satria tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi dengan dingin. Di kampus, Satria hanya duduk merokok untuk sedikit membuang kesal.Namun, saat ini Naura berjalan di hadapannya. Tentu saja Satria tidak akan menyia-nyiakan hal ini. “Pagi, Nay,” sapanya dengan wajah berseri. Pun, rokok sudah dimatikan dan dibuang jauh-jauh.Naura hanya melirik dengan pandangan dingin. “Abel lagi hamil, kan.”Satria mengerti maksud ucapan Naura, tetapi dia belum menyerah untuk mendapatkan gadis itu. “Ada hal penting yang harus saya katakan.”“Tidak perlu!”“Beri saya waktu. Saya janji tidak akan sampai lima menit.” Satria sudah berdiri
Satria pergi tanpa mendengarkan pesan bermakna dalam dari ibunya karena Isabella dan bayi dalam kandungannya tidak akan pernah ada di hatinya.Setibanya di restoran, Satria bertemu dengan Haris dan dia segera mendapatkan name tag baru yaitu maneger, tetapi dengan syarat. “Kamu memang pemilik restoran ini, tapi kamu tetap dalam pengawasan Galih dan tugas kamu di sini tetap dari nol. Jadilah cerminan restoran.”Saat ini Satria tidak merasa lebih baik walaupun sudah mendapatkan jabatan tertinggi di sini. Jadi, dia hanya mengangguk kecil sebagai pormalitas.“Papa sudah mengumumkan secara resmi jabatan kamu di sini. Jadi bekerjalah dengan bersungguh-sungguh.” Haris menepuk bahu Satria bersama harapan besar.Kini, Haris harus kembali ke perusahaan maka Satria duduk seorang diri di dalam ruangan yang sudah dikhususkan untuknya. “Apa artinya jadi CEO kalau saya tetap harus mencatat dan mengantar pesanan pelanggan. Ck!”Satria berleha-leha, dia menghabiskan waktu tiga puluh menit di dalam ruan
Isabella keluar dari mini market sebelum Naura, jadi Naura dapat melihat Isabella yang memeluk Satria di atas motor. Maka hatinya campur aduk. “Kadang-kadang saya tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Satria! Berulang kali dia bilang suka saya dan mau bersama, tapi berulang kali juga saya melihat mereka mesra, mereka kompak sebagai suami istri. Jadi pasti kehamilan Abel juga sebenarnya disyukuri dan itu bukan anaknya Dika, Satria cuma beralasan biar dia bisa bersama saya untuk dijadikan pacar, tapi tetap menjadikan Abel sebagai istrinya!”Sejenak, Naura duduk di kursi yang ada di teras mini market. “Berulang kali saya mengambil kesimpulan itu, tapi berulang kali juga saya terjebak oleh kata-kata Satria.” Perasaannya semakin campur aduk.Sementara, Isabella baru saja mengatakan pertemuannya dengan Naura setelah tiba di teras rumah. “Tadi saya bertemu Naura di mini market.”Segera, Satria bereaksi kaget dan panik, “Saya tidak melihat Naura. Kamu jangan bohong!”“Loh, kok bohong sih. Te