“Papa rasa lebih baik jangan. Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri, terutama Satria. Biarkan Satria yang mengatasi isi dari rumah tangganya, salah satunya merawat Abel yang sedang sakit.” Haris menyampaikan isi kepalanya yang berkebalikan dengan Mia.Mia mendesah kecewa saat mendengar jawaban suaminya. “Pa, bagaimana kalau Satria tetap membiarkan Abel? Kasihan Abel ....”“Papa rasa Satria tidak akan selamanya seperti itu. Maka dari itu, untuk saat ini biarkan saja dulu mereka.” Haris tersenyum lembut pada Mia seiring menggenggam tangan istrinya itu. “Papa tahu Mama mengkhawatirkan Abel, tapi kalau Mama berada di antara mereka, kapan mereka akan belajar. Terutama Satria karena putra kita yang butuh banyak sekali pelajaran hidup.”Jadi, terpaksa Mia mengurungkan niatnya saat hatinya menyimpan seribu gelisah. Namun, justru Dika yang pergi mengunjungi kota yang kini ditinggali Isabella. Dia juga tahu alamat rumah Satria setelah bertanya pada Naura.Dika pergi tanpa sepengetahua
Satria tidak menginterograsi Isabella, tetapi esoknya dia segera menemui Dika yang menginap di hotel tidak jauh dari rumahnya. “Abel hamil anak kamu?” Dia tidak berbasa-basi, tetapi Dika hanya berdecak berang.Pagi-pagi sekali Satria menghubungi Dika dan blak-blakan mengatakan tentang kehadiran Dika yang terpantau CCTV, maka tidak berselang lama mereka bertemu di sini, di kamar hotel yang ditiduri Dika semalam.Saat ini Dika tidak berkata apapun dan Satria hanya duduk santai di sofa seiring menyalakan rokok juga menyaksikan televisi. “Kalau Abel bukan hamil anak kamu, tidak mungkin sekarang kamu di sini,” ucap santainya, tetapi membuat lawan bicaranya geram.Selama beberapa detik Dika tetap hening, lalu bertanya, “Apa Abel menyebutkan kalau dia hamil anak saya?” Pun, nada suara Dika sama santainya dengan Satria walaupun diawal dia menunjukan emosinya.Satria menyunggingkan bibirnya. “Pertanyaan kamu aneh. Emang ada ya, orang yang ngaku selingkuh?” Sebelah alisnya terangkat saat menata
Air mata Isabella segera turun, meluncur di pipinya yang putih dengan bias kemerahan. “Apa alasannya?” Dia sedang menahan perih.“Harusnya kamu sudah tahu!” Suara dingin Satria selaras dengan tatapannya.“Saya tidak tahu!” Hati Isabella semakin dihujani perih.“Ck. Jangan berpura-pura lagi!” Satria mendengus.“Saya tidak tahu ...!” Kali ini Isabella sedikit meluapkan isi hatinya hingga volume suaranya bertambah dan nada bicaranya berubah, dia meraung seiring menjatuhkan kresek hingga isinya berceceran bersama dengan butiran bening yang keluar dari ujung matanya.“Jangan berisik!” Satria segera menegur dengan hati-hati untuk berjaga-jaga karena bisa saja suaranya disampaikan angin lewat celah pintu hingga seseorang mendengarnya.“Saya tidak mau menggugurkan anak ini. Dia harus hidup, dia punya hak untuk hidup!” Seolah, Isabella bangkit dalam hitungan detik karena kini raungannya musnah digantikan dengan nada suara tegas dan tatapan tajam.“Tapi itu bukan anak saya. Saya yakin!” Akhirny
Bibi memutuskan merahasiakan penemuannya dan tidak berpikiran negatif karena segel obat masih aman yang artinya obat ini belum dikonsumsi. Namun, Isabella merasa khawatir setelah tahu obat yang dibuangnya sudah tidak ada. “Semoga saja Bibi tidak mengerti fungsi obat itu ....”Isabella ingin bertanya, tapi dia ragu karena bisa saja Bibi tahu fungsi obat yang ditemukannya hingga akhirnya berpikiran buruk.Isabella bertindak sebagaimana biasanya pada Bibi, dia juga masih meminta Bibi untuk mengabulkan semua ngidamnya kapanpun, termasuk tengah hari. “Maaf ya Bi, jadi merepotkan karena tiba-tiba Abel mau rujak.” Gadis ini terkekeh manis.“Tidak apa, Non ..., lagipula cuaca sedang sangat terik, memang nikmatnya makan rujak.” Bibi ikut terkekeh dan masih belum menyadari kehamilan Isabella.Saat ini Satria di rumah, tapi dia hanya sibuk bermain gitar di halaman hingga bertemu dengan Bibi yang hendak keluar. “Mau kemana?” Pertama kalinya dia memulai obrolan.“Bibi mau mencari rujak. Katanya No
Satu minggu berlalu sangat cepat, kini Isabella dan Satria sudah kembali berkumpul bersama keluarga. Seperti janjinya, akhirnya hari ini Isabella mengumumkan kehamilannya pada keluarganya sekalian pada keluarga Satria.Tentu saja kabar ini sangat mengejutkan untuk mereka karena terlalu bahagia. Orangtua Satria dan orangtua Isabella sama-sama menantikan cucu pertama mereka, jadi kabar ini dianggap sangat spesial.“Alhamdulillah ...,” tambah Isabella di hadapan semua keluarganya termasuk Satria.Satu minggu di luar kota tidak membuahkan hasil apapun karena sikap Satria tidak pernah berubah dan hatinya tidak akan berpaling Naura hanya karena bulan madu yang diatur oleh keluarganya.Namun, saat ini Satria tetap tersenyum seolah menyambut bahagia calon bayi di dalam perut Isabella. Satria mampu berbaur dengan lingkungannya dengan cara yang sempurna.“Sudah kan. Jangan libatkan saya lagi!” ucap dingin Satria yang segera merebahkan tubuhnya di sofa setelah selesai melakukan pertemuan dengan
Satria segera menunjukan tulisan tangan Dika pada Haris. "Apa Papa masih punya alasan menahan Satria bercerai dengan Abel!" Satria berkata tegas dan penuh keyakinan jika kali ini ayahnya akan memihak padanya. Haris segera membaca sekalian menyelidik secarik kertas itu. Lalu, dia berkata santai, "Memangnya apa yang aneh? Dan kamu tidak bisa menjadikan ini sebagai alasan meninggalkan Abel!" Pun, Haris berkata tegas. "Itu tulisan Dika. Apa sampai saat ini Papa tidak curiga pada bayi yang ada di perut Abel? Kenapa Papa bisa sangat membela Abel, padahal bayinya saja belum tentu anak Satria!" Haris menyunggingkan setengah bibirnya mengejek Satria, "Tulisan tangan tidak akan membuktikan kalau Abel hamil anaknya Dika!" Segera, Haris mengembalikan secarik kertas itu. "Itu salah satu bukti, Pa. Tidak mungkin Dika seperhatian ini kalau Abel tidak hamil anaknya!" Haris membuka kaca matanya, menyimpannya perlahan saat dirinya ingin meluapkan kekesalan pada Satria. "Walaupun berbagai macam
Hari ini Isabella resmi cuti dari rumah sakit karena kondisinya tidak memungkinkannya tetap mendedikasikan diri di sini. Dia berpamitan pada semua rekan perawat, termasuk pada beberapa dokter yang tanpa sengaja ditemuinya.Isabella diberikan cuti selama trisemster pertama kehamilannya, tetapi jika kondisinya tidak membaik maka cuti akan diperpangjang dan kemungkinan besar hingga melahirkan.Hati Isabella berat menerima hal ini, tetapi semua dilakukan demi bayinya. Setelah dari rumah sakit, dia segera kembali ke rumah bersama ibunya. Namun, ibunya tidak bisa lama karena harus mengurus pekerjaan.Kini, tangan Mia yang kembali merangkul Isabella. “Ya sudah, lebih baik Abel istirahat saja. Untuk sementara, jangan memikirkan rumah sakit.”“Iya, Ma. Abel ingin fokus pada kehamilan pertama Abel.” Wajahnya sangat berseri dan menunjukan syukur yang amat besar atas kehamilannya.Mia sudah mendengar dari Haris tentang secarik kertas yang ditunjukan Satria sebagai alasan untuk menceraikan Isabell
Pagi ini Satria kuliah seperti biasanya, tetapi sebelum pergi dia mengatakan hal menyakitkan untuk Isabella, “Saya bertanggung jawab menafkahi kamu dan anak kamu. Tapi apa yang saya dapatkan selain pengkhianatan?”“Saya tidak pernah berkhianat.” Isabella segera menunjukan sendunya walaupun akhirnya Satria akan tahu jika anak yang dikandungnya adalah anak Satria, bukan Dika.Satria tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi dengan dingin. Di kampus, Satria hanya duduk merokok untuk sedikit membuang kesal.Namun, saat ini Naura berjalan di hadapannya. Tentu saja Satria tidak akan menyia-nyiakan hal ini. “Pagi, Nay,” sapanya dengan wajah berseri. Pun, rokok sudah dimatikan dan dibuang jauh-jauh.Naura hanya melirik dengan pandangan dingin. “Abel lagi hamil, kan.”Satria mengerti maksud ucapan Naura, tetapi dia belum menyerah untuk mendapatkan gadis itu. “Ada hal penting yang harus saya katakan.”“Tidak perlu!”“Beri saya waktu. Saya janji tidak akan sampai lima menit.” Satria sudah berdiri
Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“
Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya
Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat
Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia
Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena
Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka
“Satria bilang kamu bersedia bercerai setelah melahirkan. Saya mohon, jangan lakukan itu ....” Naura tidak enggan mengatakan hal ini karena jika benar dia penyebabnya, gadis ini tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga Satria dan Isabella.Namun, saat ini Isabella hanya memandang kosong ke arah Naura. ‘Semalam dan tadi pagi Satria sangat perhatian. Jadi Satria punya maksud terselubung. Apa Satria ingin membahagiakan saya sebelum perceraian?’“Abel. Saya mohon ... jangan pernah bercerai dengan Satria.” Naura mengulang kalimatnya bahkan lebih tatapannya lebih dalam.Saat ini Isabella tersadar, lalu tersenyum kecil. “Ini rumah tangga saya dan Satria.” Isabella menjawab dengan bijak, tetapi berhasil menyentil Naura.Naura mendesah. “Saya memang tidak punya hak apapun, dan tidak sepantasnya saya mencampuri rumah tangga kamu dan Satria. Tapi ... kalau alasan kamu bersedia bercerai karena saya, saya akan merasa sangat bersalah. Jadi tolong jangan bercerai, karena walaupun kalian b
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab