Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Sudah gak sabar ini." Mita tersenyum.Daffin dengan cepat beranjak dari duduknya. Dipegangnya tangan istrinya dan berjalan ke tempat tidur."Saya hamilnya udah berapa minggu ya dok?" Hana bertanya ketika duduk di atas tempat tidur. Sejak tadi ia penasaran dengan usia kandungannya.Dokter Lusi tertawa. "Ini ibu hamil kok nggak tahu sih?" tanyanya.Hana menggelengkan kepalanya. "Saya baru telat bulan ini dok dan sewaktu dirawat di rumah sakit, saya masih datang bulan. Tapi cuman sebentar, itu juga ngeflek. Tapi kenapa perut saya sudah besar sekali ya dok?" "Sewaktu terjadinya ngeflek, itu sebenarnya bukan haid, namun pada saat itu sudah hamil."Hana diam mendengar ucapan dokter Lusi. Dipandanginya wajah dokter tersebut. Ia baru mengingat, Dokter Lusi pernah memeriksanya beberapa kali."Saya ingat, dokter pernah periksa saya." Hana mengangkat jarinya ke atas.Dokter Lusi tertawa. "Mbak Hana ini bagaimana sih, kok lupa. Perasaan saya belum ad
Hana keluar dari ruangan dengan membawa foto calon kedua anaknya. Surya yang duduk di kursi tunggu dengan segera langsung berdiri ketika melihat pintu ruangan tempat Hana periksa terbuka. "Papa." Hana sedikit berteriak memanggil papanya dan mengembangkan tangannya. Ia sungguh sangat bahagia. Tidak sabar rasanya untuk memberitahu kabar ini segerah. Surya tersenyum dan mempercepat langkah kakinya. Dipeluknya menantunya dengan tersenyum. Melihat wajah Hana yang begitu bahagia, ia bisa menebak bahwa menantunya ingin memberikan kabar gembira untuknya. "Bagaimana hasil periksa nya?" Surya tersenyum. "Papa lihat, papa bakalan punya cucu kembar." Hana menunjukkan foto di tangannyaSurya tersenyum saat melihat foto tersebut. "Ini hasil USG?""Iya.""Jadi cucu papa kembar?" Surya memandang foto USG 4 dimensi di tangannya.Hana dengan cepat mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kata dokter Lusi kalau usia kandungan sudah 24 minggu, Hana akan periksa pakai USG 5 dimensi, soalnya wajah anak bakal
Daffin berdiri dengan gaya santai. Satu tangannya berada didalam saku celananya. Ia hanya diam memandang istrinya yang sedang membuka baju. "Kenapa liatin Hana?" Hana memandang suaminya. Dilihat seperti ini, membuat dirinya grogi."Lagi ingin menikmati." Daffin tersenyum."Abang jangan mesum ya." Hana menutup bagian tubuhnya yang penting, dengan kedua tangannya. "Apa yang harus ditutup sih dek? Abang udah lihat selalu, bahkan isi di bagian dalamnya aja Abang sudah tahu, sudah hafal, sudah di korek-korek juga. Apa mau Abang sebutkan, bagaimana bentuknya, warnanya, kemudian." Ucapannya terhenti ketika Hana dengan cepat menyuruh diam."Abang jangan genit-genit ya." Hana kesal.Daffin tertawa ketika mendengar ucapan istrinya. Pria itu berjalan mendekati Hana. Namun wanita yang didekatinya mundur setiap kali ia mendekat."Abang mau apa?" tanya Hana.Daffin tersenyum ketika melihat sikap istrinya. "ya mau peluklah," jawabnya."Bukannya mau perkosa?" tanya Hana.Daffin tertawa, ketika me
Daffin memandang rumah yang penuh kenangan untuk istrinya. Hatinya begitu sangat senang ketika membayangkan raut wajah bahagia Hana ketika mendapatkan rumah ini kembali. "Rumah ini sebenarnya memiliki nilai lebih tinggi dari harga yang dijual. Namun ibu Susi menjual rumah ini dengan harga yang sangat murah," jelas pria yang berstatus asisten pribadi Daffin. "Aku ingin rumah ini, bisa aku dapatkan. Masalah harga, bagiku tidak masalah." Daffin memandang rumah yang tergolong mewah. Rumah ini memiliki halaman yang luas, dengan ukuran tanah yang besar. Lokasi rumah yang berada di Jakarta pusat, sudah pasti memiliki harga jual yang tinggi. Sebagai seorang pengusaha dibilang properti dan arsitek, ia sangat tahu tentang harga jual suatu rumah.Pria menganggukkan kepalanya dan kemudian mengetuk pintu."Silahkan masuk pak, saya akan memanggil ibu dan bapak dulu." Asisten rumah tangga itu, mempersilahkan dengan sangat sopan. "Terima kasih," jawab Daffin dan asisten pribadinya yang bernama Fat
"Ibu Hana, silahkan tunggu pak Daffin di dalam ruangan. Saat ini beliau sedang rapat." Wanita itu tersenyum memandang Hana."Terima kasih mbak Riri." Hana tersenyum."Iya Bu silahkan.""Apa masih lama rapatnya? "Hana duduk di kursi yang ada di depan Riri, yang merupakan sekretaris suaminya."Kemungkinan satu jam lagi Bu " Riri memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Lama juga." Bibirnya maju ke depan."Kalau bawaan hamil memang seperti itu Bu, ingin selalu dekat sama suami." Riri tersenyum."Mbak Riri sok tahu, emangnya sudah nikah?" tanya Hana.Riri tertawa kecil. "Belum Bu, tapi saya suka baca novel dan nonton Drakor juga, makanya tahu," jawabnya.Mulut Hanna membulat ketika mendengar ucapan wanita tersebut."Tapi cepat ya Bu gedenya, apa kembar?" Riri tersenyum dan memandang perut istri bosnya."Iya, kembar mbak Riri." Hana mengusap perutnya."Pantes aja besarnya cepat, ternyata ada dua di dalam. Kalau seperti ini pasti pak Daffin sangat bahagia dan makin sayang."
Daffin berjalan-jalan di mall sambil memegang tangan istrinya. Sampai saat ini, ia tidak tahu apa yang dicari Hana."Apa mau?" Daffin bertanya ketika Hana memegang tas sandang berwarna merah.Hana tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah melihat barcode harga, ia kemudian pergi.Entah sudah berapa banyak barang yang dipegang istrinya namun tidak ada satu pun yang dibeli."Adek sebenarnya mau cari apa?" Daffin memandang Hana."Nggak ada sih, cuman jalan-jalan aja." Hana tersenyum."Tas tadi, kenapa nggak diambil?" "Oh itu, cuman mau lihat aja, sekalian mau tahu harga." Hana tersenyum dengan manisnya."Bila adek mau, ambil aja. Abang akan bayarkan." Sampai saat ini, ia tidak tahu alasan istrinya yang tidak mau membeli barang apapun. "Nggak usah, tas Hana sudah banyak di rumah." Hana tersenyum lebar."Terus sekarang kita ke mall ini ngapain dek?" Ia pusing sendiri, mutar-mutar tanpa tahu apa yang dicari. "Ya nggak ada sih, niatnya cuman makan bakso. Lagian ke sini cuma cuci mata
Bab 93Daffin masuk ke dalam kamar sambil membawa segala susu untuk istrinya. Dipandangnya Hana yang duduk di atas tempat tidur. "Capek ya." Daffin duduk di tepi tempat tidur dan mengusap kepala istrinya.Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Setelah puas jalan-jalan di mall, kini ia merasa amat kelelahan."Anak-anak papi capek ya? Apa, sudah capek tapi gak bawa apa-apa pulang. Oh cuma di sogok dengan bakso beranak?" Daffin berkata dengan mengusap perut istrinya. Hana tertawa saat mendengar sindiran dari suaminya. "Kita sudah buat kesepakatan, hanya jalan-jalan di mall dan makan bakso." Sambil mengusap perutnya. Diambilnya gelas yang berisi susu coklat yang diberikan suaminya. "Dihabiskan." Daffin tersenyum."Iya." Hana meminum susunya hingga habis dan meletakkan gelas kosong ke atas nakas. "Abang kaki Hana pegel." Perutnya yang sudah buncit, membuat ia kesulitan untuk menunduk dan memijat kakinya sendiri."Udah nyampe rumah ya dek, baru terasa capeknya." Daffin menarik h
Mita menarik napas panjang dan kemudian menghembusnya. "Hana mama mau ngasih tahu. "Ia berkata , setelah mereka selesai sarapan pagi."Kasih tahu apa ma?" tanya Hana. Daffin diam memandang mamanya. Rencana kedua orang tuanya yang akan kembali ke rumah besar milik kedua keluarganya, sudah ia ketahui. Ia berharap agar Hana mau menerima keputusan kedua mertuanya.Mita diam memandang Hana. Ia sudah menyusun kata-kata untuk memberitahu menantunya. Namun melihat raut wajah Hana yang seperti ini, membuat konsentrasinya buyer dan tidak tega.Dipegangnya tangan Hana dan sedikit tersenyum."Mama dan papa, sudah terlalu lama di sini. Rumah yang di sana, di tinggal aja. Jadi mama mau pulang ke rumah dan ngurusin rumah, soalnya sudah lama ditinggalin." Mita memberikan penjelasan agar menantunya bisa menerima alasannya."Apa mama, papa nanti datang lagi ke sini?" Hana memandang kedua mertuanya secara bergantian. "Mungkin datangnya cuman untuk main-main aja, bila rindu sama Hana. Hana menganggukk