Stay Tune ya Kak, kita crazy up hari ini... jangan lupa vote dan komen biar Author tambah semangat.
Andro tertidur di lantai dengan alkohol berserakan, puntung rokok masih tergeletak di berbagai sisi. Semua ini diluar kebiasaannya. Andro terbangun oleh suara dering ponsel. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Andro segera mengangkatnya. "Hallo?" "Kak, ini aku Prabu." Dada Andro seketika berdetak kencang, dia benar benar tidak belum ingin berhubungan dengan adiknya ini dulu. "Berhenti menghubungiku." Andro enggan membahas hal lain, apalagi kini dirinya masih mengalami sisa sisa kemabukan. "Tunggu, Kak," ucap Prabu saat Andro hendak menutup telepon. "Aku harus mengatakannya sendiri pada is--" Andro memutuskan panggilan, dia menelentangkan tubuhnya merasa pening. Saat telpon kembali menyala, dan Andro tahu itu dari Prabu, Andro melempar ponselnya sampai mati. Dia berteriak kesal sebelum akhirnya berdiri. Andro merasa pusing, dia bergegas ke kamar mandi dengan langkah gontai. Menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya sungguh kacau. Tidak terlihat segar lagi, benar-bena
Tiga bulan kemudian.... Alarm membangunkan Raya, dia membuka matanya pelan dan menggeliat. Raya mengusap perutnya yang mulai membuncit, senyuman terpatri di wajahnya, dia menyambut dunia dengan berkata, "Selamat pagi, anak-anak mama." Kemudian Raya bangun, dia keluar apartemen untuk mendapatkan bahan makanan yang seperti biasa sudah ada di sana. Kali ini Raya akan memasak sayur bening sesuai instruksi dokter jika dirinya harus lebih sering makan sayur. Raya memang selalu rutin memeriksa kandungannya ke sebuah klinik di dekat apartemen selama satu bulan sekali. Dan itu menggunakan uangnya sendiri dari hasil bekerja. Raya enggan memakai uang dari kartu yang Oma berikan, mengingat Andro mungkin bisa melacak keberadaannya. Sambil memasak, Raya memutar musik klasik untuk didengarkan pada janin yang ada dalam perutnya. Beruntungnya, Raya kini tidak pernah muntah atau merasa mual lagi, meski perasaan sensitif nya tetap ada. Saat sedang memasak, telpon jadul milik Raya berdering seperti
Raya mengedit foto sedemikian rupa hingga menjadi apa yang diinginkan Radit. Dia menguap lebar saat pengeditannya selesai. Raya meregangkan tubuh kemudian mengusap perutnya yang mulai membuncit karena ada dua janin di dalam tubuh Raya. "Astaga, aku lelah," ucap Raya membaringkan tubuh di atas sofa depan televisi, kakinya dia sengaja naikan ke atas meja untuk meluruskan tubuh. Raya mengusap perutnya yang membuncit. "Apa kalian juga lelah?" Di usianya yang akan menginjak dua puluh tahun, Raya akan menjadi seorang ibu. Dia tahu dirinya masih muda, tapi dia akan menjadi sosok yang selalu ada untuk anak anaknya nanti. "Mama akan selalu bersama kalian." Sambil tiduran, Raya membaca sebuah novel bahasa Inggris. Membuatnya semakin paham kosakata. Hingga Raya berandai-andai jika dirinya bertemu dengan orang luar. "Jika aku bertemu dengan orang asing nanti, aku akan bisa menjawab dan berbicara dengan mereka." Raya yakin pada dirinya. "Kita akan memulai percobaan," ucapnya lagi. "Hallo, Tu
"Andro...." Bibir Raya bergetar merasakan ketakutan, amarah dan rasa sedih di saat bersamaan."Sayang, aku merindukanmu.""Jangan mendekat," ucap Raya membuat jarak diantara dia dan Andro dengan tangan terangkat. "Jangan mendekatiku.""Sayang, biarkan aku jelaskan. Biarkan aku mendekat.""Tidak, jangan mendekat, pulanglah."Raya berbalik hendak menutup pintu, tapi Andro menahannya dengan tangan. "Sayang, aku mohon biarkan aku bicara, menjelaskan semuanya.""Tidak ada lagi yang perlu kau jelaskan. Pergi!" Raya terus mencoba mendorong pintu agar tertutup, sayangnya tenaga Andro jauh lebih kuat. Dia berhasil membuka hingga membuat Raya hampir jatuh, beruntung Andro menahan pinggang istrinya.Kejadian itu membuat Raya semakin histeris."Pergi! Jangan sentuh aku!" Teriakan Raya kini bersamaan dengan tangisan. "Pergi!"Tangan Andro menahan kedua tangan istrinya agar tidak menjauh. "Beri aku kesempatan, beri aku kesempatan. Aku mencintaimu, Raya. Kau, dan anak anak kita. Aku mohon tenanglah,
Raya memandang kosong pada televisi yang menayangkan film kartun di apartemennya, bagian tubuhnya tidak bergerak kecuali kelopak matanya saja untuk berkedip. Sudah seperti mayat hidup.Untuk ketukan pintu saja, Raya enggan membukanya. Sampai Radit sendiri masuk dan melihat keadaan Raya yang masih sama seperti sebelumnya.Radit yang baru saja membeli makanan, menyimpannya di meja depan Raya. Perlahan dia mengguncang bahu perempuan itu sampai akhirnya Raya tersadar."Kak Radit?" Tanya dia dengan suara parau dan wajah terlihat jelas baru saja menangis."Makan dulu, ini sudah sore.""Baik, Kak."Raya turun untuk duduk di karpet, dia membuka styrofoam itu, melihat ada nasi kuning dengan ayam suwir kesukaannya.Radit melihat banyak barang Raya yang masih berserakan di mana mana, belum masuk ke koper."Ingin aku bantu memasukan ini, Raya?"Raya yang sedang makan hanya mengangguk pelan, membuat Radit segera membantu membereskannya."Raya, suamimu adalah Andromeda Prakarsa, dia bisa melakukan a
"Kau mau pergi atau tidak?" Tanya Prabu dengan kesal. "Taksi Online nya hanya akan ada disana selama sepuluh menit."Dan saat itulah pintu tertutup seketika di hadapan Prabu, membuat pria itu mengerutkan keningnya penuh pertanyaan. "Apa dia bodoh?"Tidak lama kemudian Raya keluar dengan jaket yang dia kenakan. "Minggir, kau menghalangi."Prabu menatap tidak percaya kepergian wanita itu, apalagi pintu apartemen belum tertutup rapat. Prabu berdecak. Dia menutup pintu apartemen Raya."Siapa kau?"Prabu berbalik, menatap seorang pria dan remaja wanita yang mendekat.Radit tahu siapa pria itu, dia adik sepupu Andro. "Mau apa kau kemari?""Bukan urusanmu," ucap Prabu hendak melangkah, sampai dia ingat wajah Radit. "Kau.... Kau pria yang menolak posisi dekan fakultas hukum?""Kau salah orang.""Baik, terserah.”Setelah kepergian Prabu, Radit bergegas masuk ke apartemen yang ditempati Raya. Dia mencari sosok itu. "Raya? Raya?""Raya.....," ucap Mega mengejek di ambang pintu, dia yang masih sed
Raya menangis dalam pelukan Andro, dia sesenggukan sampai air mata dan ingusnya menempel di mantel Andro."Hiks... hiks... hiks....""Sudah, jangan menangis. Ayo kita pulang, dengan siapa kau datang, Sayang?"Andro mencoba menangkup pipi Raya, dia membereskan rambut kekasihnya yang menghalangi pandangan. Membuat beberapa helai rambut ikut terbasahi oleh air mata."Dengan siapa kau datang, Sayang?""De.... Dengan taksi online."‘Prabu sialan,' umpat Andro dalam hati. "Sudah, kita pulang ya."Raya mengangguk."Mau aku gendong?"Raya kembali mengangguk membuat Andro segera menggendongnya, Raya menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Andro sambil menangis kembali."Sudah jangan menangis."Keduanya kini sudah dalam mobil, Raya masih berada di pangkuan Andro.Hans mengemudikan mobil tanpa menggangu kesenangan dan pertemuan majikannya."Jangan menangis lagi, nanti anak anak kita malah ikut menangis."Mengingat itu malah membuat Raya semakin menangis, dia ingat bagaimana dirinya yang kejam. hil
Oma berdecak melihat Andro yang tidak kunjung berhenti menggoda Raya dengan mengingatkan kesalahannya, membuat Raya menangis lalu memeluk Andro erat.Oma jengah melihatnya, dia segera mendekati Raya begitu ada kesempatan."Ria, Ria," panggil Oma sambil berbisik saat Raya memasukan piring ke dalam mesin pencuci piring."Iya, Oma?""Oma ingin bicara, ayo ke balkon," ucap Oma menarik tangan Raya pelan.Saat itu Andro sedang bermain game di ruang tamu sambil memakai kudapan setelah makan malam."Duduk di sini," ucap Oma pada kursi di balkon luas."Ada apa, Oma?""Dengar, Ria. Oma suka dirimu yang apa adanya.""Maksudnya, Oma?""Tidak perlu merasa bersalah dengan Andro, dia sudah memaafkanmu. Jangan terbawa perasaan, injak semua yang mereka katakan. Oma lebih suka kau yang bersikap bodo amat, sifat itulah yang menjadi bentengmu."Raya diam memikirkan apa yang dikatakan Oma. "Tapi Raya sudah membuat Andro kesal, Raya membuat Andro marah dan Raya mengusir Andro. Raya membuat Andro kecewa, itu