Jangan lupa vote dan komen ya kakak.
Raya memandang kosong pada televisi yang menayangkan film kartun di apartemennya, bagian tubuhnya tidak bergerak kecuali kelopak matanya saja untuk berkedip. Sudah seperti mayat hidup.Untuk ketukan pintu saja, Raya enggan membukanya. Sampai Radit sendiri masuk dan melihat keadaan Raya yang masih sama seperti sebelumnya.Radit yang baru saja membeli makanan, menyimpannya di meja depan Raya. Perlahan dia mengguncang bahu perempuan itu sampai akhirnya Raya tersadar."Kak Radit?" Tanya dia dengan suara parau dan wajah terlihat jelas baru saja menangis."Makan dulu, ini sudah sore.""Baik, Kak."Raya turun untuk duduk di karpet, dia membuka styrofoam itu, melihat ada nasi kuning dengan ayam suwir kesukaannya.Radit melihat banyak barang Raya yang masih berserakan di mana mana, belum masuk ke koper."Ingin aku bantu memasukan ini, Raya?"Raya yang sedang makan hanya mengangguk pelan, membuat Radit segera membantu membereskannya."Raya, suamimu adalah Andromeda Prakarsa, dia bisa melakukan a
"Kau mau pergi atau tidak?" Tanya Prabu dengan kesal. "Taksi Online nya hanya akan ada disana selama sepuluh menit."Dan saat itulah pintu tertutup seketika di hadapan Prabu, membuat pria itu mengerutkan keningnya penuh pertanyaan. "Apa dia bodoh?"Tidak lama kemudian Raya keluar dengan jaket yang dia kenakan. "Minggir, kau menghalangi."Prabu menatap tidak percaya kepergian wanita itu, apalagi pintu apartemen belum tertutup rapat. Prabu berdecak. Dia menutup pintu apartemen Raya."Siapa kau?"Prabu berbalik, menatap seorang pria dan remaja wanita yang mendekat.Radit tahu siapa pria itu, dia adik sepupu Andro. "Mau apa kau kemari?""Bukan urusanmu," ucap Prabu hendak melangkah, sampai dia ingat wajah Radit. "Kau.... Kau pria yang menolak posisi dekan fakultas hukum?""Kau salah orang.""Baik, terserah.”Setelah kepergian Prabu, Radit bergegas masuk ke apartemen yang ditempati Raya. Dia mencari sosok itu. "Raya? Raya?""Raya.....," ucap Mega mengejek di ambang pintu, dia yang masih sed
Raya menangis dalam pelukan Andro, dia sesenggukan sampai air mata dan ingusnya menempel di mantel Andro."Hiks... hiks... hiks....""Sudah, jangan menangis. Ayo kita pulang, dengan siapa kau datang, Sayang?"Andro mencoba menangkup pipi Raya, dia membereskan rambut kekasihnya yang menghalangi pandangan. Membuat beberapa helai rambut ikut terbasahi oleh air mata."Dengan siapa kau datang, Sayang?""De.... Dengan taksi online."‘Prabu sialan,' umpat Andro dalam hati. "Sudah, kita pulang ya."Raya mengangguk."Mau aku gendong?"Raya kembali mengangguk membuat Andro segera menggendongnya, Raya menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Andro sambil menangis kembali."Sudah jangan menangis."Keduanya kini sudah dalam mobil, Raya masih berada di pangkuan Andro.Hans mengemudikan mobil tanpa menggangu kesenangan dan pertemuan majikannya."Jangan menangis lagi, nanti anak anak kita malah ikut menangis."Mengingat itu malah membuat Raya semakin menangis, dia ingat bagaimana dirinya yang kejam. hil
Oma berdecak melihat Andro yang tidak kunjung berhenti menggoda Raya dengan mengingatkan kesalahannya, membuat Raya menangis lalu memeluk Andro erat.Oma jengah melihatnya, dia segera mendekati Raya begitu ada kesempatan."Ria, Ria," panggil Oma sambil berbisik saat Raya memasukan piring ke dalam mesin pencuci piring."Iya, Oma?""Oma ingin bicara, ayo ke balkon," ucap Oma menarik tangan Raya pelan.Saat itu Andro sedang bermain game di ruang tamu sambil memakai kudapan setelah makan malam."Duduk di sini," ucap Oma pada kursi di balkon luas."Ada apa, Oma?""Dengar, Ria. Oma suka dirimu yang apa adanya.""Maksudnya, Oma?""Tidak perlu merasa bersalah dengan Andro, dia sudah memaafkanmu. Jangan terbawa perasaan, injak semua yang mereka katakan. Oma lebih suka kau yang bersikap bodo amat, sifat itulah yang menjadi bentengmu."Raya diam memikirkan apa yang dikatakan Oma. "Tapi Raya sudah membuat Andro kesal, Raya membuat Andro marah dan Raya mengusir Andro. Raya membuat Andro kecewa, itu
"Diam di rumah, jangan ke mana mana atau berkeliaran tanpa izinku."Raya mengangguk saat memakaikan dasi pada Andro. Setelah selesai dia turun dari papan kursi kecil yang diinjaknya, itulah yang membuatnya bisa menggapai leher Andro."Iya.""Handphone jelekmu sudah dibuang?""Sudah."Andro terkekeh, dia memberikan ciuman di pipi Raya sebelum membuka salah satu laci di walk in closet dan mengeluarkan ponsel yang dibelinya kemarin. Berwarna merah jambu dengan motif berlian. "Pakai ini.""Nomornya?""Sudah di atur di sana."Raya mengangguk paham, dia menengadah tatkala Andro melingkarkan tangan di pinggangnya. "Ada rapat mendadak, jadi aku mungkin akan pulang malam. Tentang pemeriksaan dan pernikahan kita, bisa kita bicarakan besok. Bagaimana?"Raya mengangguk."Pernikahannya tepat di hari ulang tahunmu, seharusnya ini kejutan, tapi aku lebih suka sekarang."Raya hanya diam saat merasakan tangan Andro mengusap wajahnya. "Diam di rumah, jangan ke mana mana.""Aku mengerti.""Beri aku ciuma
“Saya permisi dulu, Nyonya.” “Baiklah, Terima kasih.” Senam telah usai, pelatih senam Oma meninggalkan Oma dan Jeta di apartemen milik Andro. Mereka akan beristirahat dan makan siang disini. “Astaga, aku lelah. Aku malas sekali pulang.” “Oma, besok biar Raya saja yang kerumah. Tidak perlu Oma yang kemari.” “Sudahlah, kau kan sedang hamil. Biar Oma saja yang kemari,” ucap Oma dengan agak cekikikan. Oma seolah menyembunyikan niat terselubung. “Ria, kau sudah dapat pesan dari Andro?” “Pesan? Belum Raya lihat di ponsel, Oma.” “Kalau begitu lihat sana dulu~” ucap Oma dengan nada menggoda, membuat Raya sedikit bertanya-tanya ada apa dengan Oma, karena sikapnya yang dirasa agak lain. Raya pun meminta ijin untuk naik ke lantai dua, dimana ponselnya sedang di isi daya dikamar dan sekalina berganti baju. “Jeta, bagaimana, apa strategi ku bagus?” Jeta mengacungkan dua jempolnya. “Sip!” “Mantul, Jeta.” Oma ikut mengacungkan jempolnya. Semua ini dilakukan Oma semata untuk mendapatkan
Saat di tempat tidur, ponsel Andro berbunyi, Raya mengangkatnya atas perintah Andro. “Halo, Oma?” “Oh, Ria. Beritahu Andro jika persiapan pesta sudah 90%.” “A… apa? Secepat itu, Oma?” “Kenapa? Kau tidak percaya pada Oma, hah?” “Bukan seperti itu,” ucap Raya kebingungan. “Sudahlah, beritahu saja Andro seperti itu, oke?” “Baik, Oma.” “Oma akan mengirim dokumennya pada email Andro.” “Iya, Oma.” “Selamat malam, Ria.” “Malam, Oma.” Raya menutup telepon dan mendekat ada suaminya. “Oma bilang persiapan pesta sudah 90%, dia mengirim dokumennya di emailmu.” “Apa? Secepat itu?” Andro segera membuka emailnya di laptop dan mendapatkan dokumen berbahasa korea. Andro pun segera menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan ketika semua tulisan itu sudah berubah menjadi tulisan bahasa Indonesia… “Ini sama seperti sebelumnya, apa yang beda?” Gumam andro. Sampai di bagian paling bawah, Andro akhirnya melihat perbedaannya, dia melihat tambahan yang sebelumnya tidak ada bertuliskan, Cat
Andro menjatuhkan diri lebih dulu di tempat tidur, lalu menarik selimutnya. Sementara Raya yang mematikan lampu setelahnya juga naik ke atas tempat tidur. Masuk ke dalam selimut. Seharian ini semuanya cukup bisa dikendalikan meski menyisakan lelah dalam badan. “Ayo tidur, aku lelah.” Andro menarik tangan Raya. Tidak mengomentari apapun. “Mendekatlah!” Raya menggeser tubuhnya, sampai menempel. Dia bersandar di dada Andro, sampai laki-laki itu bisa mencium kepalanya. “ Kau bersenang-senang hari ini?” Memebelai kepala Raya yang bersandar di dadanya. “Hemm.” Andro menarik telinga Raya mendengar jawaban istrinya. “Apa?” Raya bertanya sambil menyentuh jemari Andro agar melepaskan telinganya. “Sakit tahu,” begitu katanya lirih. “Jawab dengan benar kalau aku tanya.” “Maaf.” Raya mengerucutkan bibirnya. “Kami pergi ke spa, makan dan jalan-jalan sebentar tadi.” “Spa?” Ekspresi Andro seperti tidak mengerti tempat apa itu. “Iya, tempat pijat seluruh badan itu lho…” Raya menjawab sambil mempe