Aku benar-benar sudah terlalu baik padanya. Apa cuma aku yang merasa kalau hubungan ini lambat laun sudah seperti pernikahan yang didasari cinta. Tapi kenapa ternyata kenyataannya hanya aku yang merasa seperti itu. Lihat dia, bagaimana bisa melepaskanku dengan begitu mudahnya. Bercerai? Jangan mimpi. “Hans!” “Iya Tuan Muda, apa Anda mau saya mengurus Nona Celine?” Sekretaris Hans selalu tahu apa yang harus dia lakukan. “Terserah.” Andro baru saja mendengar percakapan antara Raya dan Celine di cafe yang direkam oleh Nana ata perintah Hans. Api amarah dalam diri Andro seketika meluap di sekujur tubuhnya. “Argh!” dia membuang semua benda yang ada di mejanya. Berjatuhan begitu saja. Sementara Hans masih berdiri di sampingnya. “Apa yang dilakukan Raya setelah itu?” “Nona Muda langsung pulang, setelah itu tidak keluar lagi sampai saya datang kemari, Tuan.” Jawab Nana. “Oke, keluarlah. Kau sudah bekerja dengan baik. Hans, berikan bonus padanya.” “Baik Tuan Muda.” Hans pergi menyusul
“Suasana hati Tuan Muda sedang buruk, jangan membantah apapun yang dikatakannya!” Kalimat yang dikatakan sekretaris Hans membuat Raya berdebar sepanjang menaiki tangga memasuki kamar.Raya selesai melepas sepatu Andro, meletakkan sandal rumah dibawah kakinya. Saat dia bangun, suaminya menyentuh bahunya, sedikit menekan. Membuatnya kembali berlutut. Raya mulai dirasuki perasaaan tidak nyaman karena itu. Ini bukan suasana hatinya sedang buruk, tapi sepertinya dia benar-benar sedang marah.“Kau bertemu Celine hari ini?” Suara andro terdengar dingin.Raya tersentak.Bagaimana dia bisa tahu kalau aku bertemu dengan Celine. Apa dia benar-benar mengawasi gerak-gerikku setiap hari? Apa Nana yang memberitahukannya? Tapi dia sudah berjanji untuk tidak memberitahukan itu… Tidak mungkin, pasti sekretaris Hans yang memberitahu dia, karena selama ini sekretaris Hans selalu saja tahu gerak-gerik orang, bahkan sering yang belum keluar dari hatiku pun dia tahu.“Iya, Sayang.” Suara Raya terdengar lir
Raya berjalan perlahan menuju tempat tidur. Setelah perintah naik tadi tidak terdengar suara apapun. Andro juga sudah tidur di bawah selimut.Ayo Raya, jangan bicarakan apapun sekarang, cukup lakukan yang dia katakan. Aku yakin dia hanya menggertak. Dia tidak mungkin mau mencabik-cabik tubuhku. Baiklah, pelan-pelan Raya. Jangan membuat suara mengganggu. Sebentar lagi dia juga tidur. Aku hanya perlu menahan napas sampai dia tidur.“Apa kau lupa apa yang kukatakan tadi.” Saat Raya sudah terbaring di tempat tidur. Andro menendang selimut sampai benada itu teronggok di lantai. Sekarang kaki kanan Andro sudah naik ke atas kaki Raya, menindih nya. “Sudah ku katakan, aku kan mencabik-cabik tubuhmu. Apa kau sudah siap?”Entah sudah sepucat apa sekarang wajah Raya, tangannya bergetar berpegangan pada pinggir tempat tidur. Berusaha menggerakkan kakinya agar bisa menyingkir. Namun tenaganya kalah jauh. Kaki panjang milik Andro bahkan tidak bergeser sedikit pun. Semakin dia berusaha menggerakkan
Ada wajah dengan dua binar di kamar ini. Binar bahagia, milik laki-laki yang sudah berhasil memperdayai wanita yang dicintainya untuk memohon agar tidur dengannya dan wajah penuh rona malu yang dengan tidak tahu maluny telah memohon untuk di tiduri. Andro benar-benar seperti pengantin baru yang habis melakukan malam pertamanya dengan penuh cinta, dia merasakan gairah cinta itu, meskipun ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka “Apa ini?” Andro menarik cardigan yang dikalungkan di leher Raya. Andro sudah terlihat rapi dengan setelan jasnya. “Ini siang hari, apa kau kedinginan?” Katanya sambil mengernyit melihat benda di tangannya. “Tidak, Sayang.” Menutup wajahnya dengan tangan. Raya merasa malu karena dalam kepalanya masih terngiang peristiwa semalam. “Aku hanya ingin memakainya saja.” Sambil memegangi lehernya. Menyembunyikan stempel=stempel kepemilikan Andro. “Benda ini dari kopermu?” Andro mengangkat cardigan itu tinggi-tinggi di tangannya, membolak baliknya. “Iya, aku mengam
Di kediaman Prakarsa, tempat tinggal Raya sebelum dinikahi Andro, tempat yang menjadi saksi bisu bagaimana seorang Rayana Lazuardi menjalani masa-masa yang cukup berat sebagai seorang cucu dikala anak-anak dan masa remajanya, menjadi anak yang patuh, hanya bisa menerima setiap keputusan dengan anggukan kepalanya. Yarina sudah mondar-mandir di ruang makan, sedangkan ibunya duduk di kursi makan. Nenek Raya sedang melakukan check up kesehatan rutin di salah satu rumah sakit negara sebelah. Dan saat ini, wajah mereka berdua sudah sangat gelisah. Hari ini adalah batas akhir permohonan maaf mereka dengan Raya yang harus mereka lakukan sesuai prosedur sekretaris Hans. “Mama bagimana ini? Kalau kita belum juga minta maaf pada Raya, syuting iklan ku tidak akan pernah di mulai. Kita harus bagaimana, Ma?” Yarina merengek seperti biasanya. Tidak mudah mendapatkan kesempatan menjadi Brand Ambassador produk kecantikan nomor dua negri ini. Yarina sudah pamer kemana-mana. Kalau sampai ini gagal, r
Apa aku benar-benar menyukai Andromeda? Apa benar aku tidak akan menangis kalau dia membuangku? Aku bahkan menikmati tidur bersamanya setiap malam… Aku tersipu saat dia memujiku, meskipun pujian itu mungkin hanay karena lidahnya kepeleset. Apalagi saat dia memanggilku sayang. Jantungku rasanya ingin meledak saking senangnya.Tidak, tidak. Aku tidak boleh terlalu berharap seperti itu.Raya mengusir kegalauannya dengan memutus harapannya.Bunyi ponsel juga ikut memutus lamunannya. Panggilan dari Yarina masuk dan membuat Raya mengerutkan alisnya ketika mendengar permohonannya untuk bertemu di sebuah kafe sore ini. Tak hanya Yarina, Raya juga mendengar suara ibu Yarina ikut memohon.Apa sebaiknya aku menghubungi Sekretaris Hans dulu, bertanya suamiku akan kembali sebelum makan malam atau tidak. Pikiran itu muncul ketika Raya telah memutus panggilan telepon Yarina dan sekarang dia akan mengirim pesan pada Hans.“Sekretaris Hans, apa tuan Andro akan kembali sebelum makan malam?” Pesan terki
Setelah menyelesaikan urusan dengan keluarganya, Andro mengajak Raya makan malam hangat di sebuah restoran privat di tengah kota.Hans memilih keluar ruangan, meninggalkan bosnya yang sedang di mabuk cinta pada istrinya. Raya sudah mencegah Hans keluar ruangan agar dia ikut makan malam bersama. Namun lirikan mata Andro pada Hans berkata berbeda. Jadi Hans hanya bisa berkata dalam hati, ‘maaf nona, saya tidak bisa menolong anda, kendalikan sendiri laki-laki yang sudah tergila-gila pada anda ini semampu anda. Selamat menikmati makan malam kalian berdua.’Begitulah pada akhirnya Raya menikmati makan malamnya di sudut sebuah meja tanpa bicara sepatah katapun, tenang dan hanya menikmati makanan dengan ekspresi wajah yang datar, entah makanan itu enak atau tidak bagi dirinya, hanya dia yang tahu.Saat pulang ke rumah setelah makan malam yang cukup memakan waktu lama jika diukur dari kegiatan yang hanya sekedar makan malam, sepanjang perjalanan, di kursi belakang hanya terdengar suara, “Saya
Beberapa hari lagi adalah hari ulang tahun Oma. Pesta yang sebenarnya sudah menjadi topik hangat di kalangan para pelayang di rumah besar Keluarga Prakarsa. Perancang busana membawakan beberapa gaun untuk di coba Raya di kamar lantai satu. Karena terlalu lama, Andro menyusulnya dan mengetuk pintu dengan kuat. “Apa yang sedang kalian lakukan? Zay! Jauhi istriku!” Zay segera keluar sambil mengangkat tangannya. Dia memang sengaja mengunci pintu agar Andro tidak masuk tadi. “Jangan Tuan, Nona Muda sedang ganti baju.” “Kau melihatnya?” “Tidak, Tuan. Demi Tuhan. Tuan kan tahu, aku sudah…” Zay memperagakan tangannya seperti menggunting sesuatu. “Mengerti maksudku, bukan?” “Diam kau,” ucap Andro merasa jijik. “Kalo boleh memilih, saya lebih pilih melihat anda ganti baju daripada Nona Muda.” Zay menutup mulutnya dengan bibir setelah bicara. Seketika Andro menjauh, tanpa berkata apapun dia kembali menonton televisi di ruang tengah lantai satu sambil menunggu istrinya. Duduk di sofa dengan