Jangan lupa komen dan vote ya...
Empat tahun kemudian. Suara keributan terdengar jelas di dalam sebuah rumah. Pagi yang sangat heboh, dimana ada banyak teriakan, tawa bahkan jeritan dari dua orang anak kecil yang saling berkejaran. "Aaaaa! Mommy!" Teriak Mentari yang dikejar oleh kakaknya, Gala mengambil belalang lalu menakut nakuti Mentari. Dan... HAP! Mentari memeluk kaki ibunya saat dia datang. "Mommy! Help me! Help me!" Raya menggendong putrinya seketika. Gala yang sedang berlari mendekat langsung berhenti, dia menyembunyikan belalang di belakangnya. "Gala," ucap Raya memperingati. "No," ucap Gala seolah menolak apa yang ada dalam pikiran ibunya. "lam just..... ingin kebun binatang." "Kau ingin kebun binatang?" Gala mengangguk. Dalam pangkuan Raya, Mentari mengadu dengan kalimat, "Dala menyimpan belalang belalang itu di kepala Tari, Mom." Anak tampan itu mengangkat bahu. "Rambut Tari sangat cocok untuk jadi kebun binatang." Dan saat itulah Mentari menangis membayangkan kepalanya akan dijadikan kebun bin
Andro harus mendapatkan infus sebagai pengganti cairan, dirinya sangat lemas karena terus menerus muntah. Di sana Hans siaga menerima berbagai keinginan Andro. "Apa anda ingin sesuatu, Tuan?" "Apa ini karma karena aku terlalu lama di Thailand? Karena aku tidak jujur?" Hans diam, dia tahu sebenarnya majikannya pergi ke Thailand untuk membangun danau cinta untuk keluarganya. "Itu bukan kebohongan, Tuan. Anda pergi untuk bekerja." "Astaga, kenapa botaknya selalu terbayang bayang di benakku?" Gumam Andro. "Anda perlu sesuatu, Tuan?" "Sudah menghubungi Raya?" "Ya, say--" "Daddy!" Teriak Mentari yang membuka pintu, dia langsung berlari dan naik ke atas ranjang. "Daddy! Are you oke?" Dan saat itulah Oma masuk. "Mereka merindukanmu, jadi Oma bawa ke sini." "Lalu Raya?" "Dia di rumah, sedang tidak enak badan." Dan tidak lama kemudian...., "Daddy!" Teriak Gala ikut naik ke atas ranjang. "Daddy! Jauhi Tari, dia punya kutu." Ingat dengan yang saudaranya lakukan, Mentari menangis seke
Karena akan menginap di rumah Oma, maka kewajiban bagi anak anak untuk membeli cemilan dan mainan lebih dulu. Seperti sekarang, Andro yang masih mual harus menggendong Gala dan Mentari menuju tempat mainan di salah satu mall dengan ditemani Hans. Sementara Oma memilih membeli berbagai makanan dengan Jeta. "Tuan, anda butuh bantuan?" Tanya Hans. "Mereka tidak ingin digendong selain Daddy nya." "We miss you, Daddy," gumam Mentari membujuk supaya tetap digendong. Baru juga mendekati toko mainan, Gala sudah mengumumkan keinginannya. "Gala mau itu," tunjuk putranya pada mainan basoka. Mata Andro melotot, dia ingat apa yang dilakukan putranya. Sering kali memodifikasi mainan hingga jadi berbahaya. Dan seringkali pantat Andro menjadi korban tembakan. "No, no, no," ucap Andro. "Selamat datang di toko mainan. Apa yang bisa saya bantu?" Tanya Karyawan itu begitu mereka masuk. "Ada benda yang anda cari, Tuan?" "Tidak, mereka akan mendapatkannya sendiri," ucap Andro menurunkan Gala dan
menatap jam, dia kesal menunggu Andro yang ternyata belum pulang juga. Dia mendesah pelan, membuat Nana yanRaya g masih menemani itu kebingungan. "Apa anda perlu sesuatu, Nyonya?" "Berhenti bertanya seperti itu, Nana, kau boleh pulang." "Saya berjanji pada Tuan Andro bahwa saya tidak akan meninggalkan anda sendirian di rumah." "Kau melakukannya dengan baik, ini hampir malam. Pulanglah dan besok bawakan aku pudding." Nana masih diam di sana, membuat Raya berdiri dan membukakan pintu keluar untuk sekretaris pribadinya itu. Dia tahu Nana mengantuk dan ingin segera pulang. "Lekaslah pulang, aku akan istirahat." "Baik, Nyonya. Selamat malam." Kenyataannya, Nana tidak pergi. Dia tangan kanan siaga, yang membuatnya berjaga di luar rumah. Hal seperti ini sudah biasa baginya, menjadi mantan intel adalah kelebihan tersendiri sekarang ini. Sementara Raya masuk kembali ke kamar sambil merebahkan diri di kasur, menatap ponsel yang tidak ada panggilan dari siapapun, bahkan Andro. Dapat dite
"Sayang.....," gumam Andro yang memeluk Raya, dia menggesekkan kepalanya di dada istrinya. Andro sangat manja, membuat Raya terpaksa harus mengakhiri rasa marahnya. "Ingin aku buatkan teh hangat?" "Tidak, peluk aku saja." Raya melakukannya, dia mengusap rambut suaminya penuh kasih sayang. Dan saat itu pelukan Andro turun kebawah, dia mencium perut Raya. "Welcome, Darling. Aku ingat kapan membuatmu." Raya kesal ingat kejadian tadi, dia menyentil kepala Andro. "Adaw," ucap Andro, dia menengadah menatap istrinya. "Sayang?" "Kamu melakukan itu padanya. Kenapa kamu mengira aku badut? Jelas jelas ini kejutan untukmu." "Maaf, Sayang. Aku hanya mendengarkan Gala dan Mentari." Raya diam, dia ingat jika Andro membuatnya kesal, kedua tentaranya selalu menyerang. Tahu apa yang ada dalam pikiran istrinya, Andro menggeleng. "Jangan, Sayang. Mendengar keributan mereka saja kepalaku hampir meledak, bagaimana jika aku dipukuli dengan tangan mungil mereka?" Raya berdecak. "Apa mereka tahu?"
Sampai akhirnya terdengar, "Daddy! Mommy! Ikutaaaan!" Teriak Gala langsung terjun ke dalam kolam.Disusul Mentari yang merengek karena di tinggalkan.BYUR!BYUR!Kedua bocah itu dengan lincahnya berenang kesana kemari.Andro mengerutkan kening heran bagaimana mereka datang. "Kenapa anak kecebong ini datang?"Raya tidak menghiraukannya, istrinya malah bermain bersama Mentari."Daddy!" Teriak Gala di bagian yang dalam.Andro mendekat dan mengejar putranya."Aaaa ha ha ha ha!""Dapat!" Teriak Andro memegang kaki Gala."Aaaaaaaa! Lepas!"Andro segera melepaskannya saat Gala akan menangis. Anak itu cemberut saat Andro memeluknya. "Maaf, ehe he.""Oh my God," ucap Andro merasa terkejut. "Kenapa kau kesini, Gala?""Ingin membawa mainan, but Thali mendengar suara air dari sini.""Dala! Lets go!" Teriak Mentari yang sudah keluar dari kolam. "Ambil mainan!""Oke! Let me go, Daddy!" Teriak Gala saat Andro terus menciuminya. "Daddy!"Kedua anaknya berlarian mengambil mainan untuk dimasukan ke kol
Oma menunggu kedatangan Nana sangat lama, dia sengaja menyuruh kedua cicitnya untuk pulang dulu dan membawa mainan dari rumah mereka. Supaya tidak ada yang tahu kecuali dirinya dan Jeta kalau Nana datang. "Apakah dia sudah datang?" Tanya Oma. Jeta yang menatap keluar jendela menggeleng. Sampai lima belas detik kemudian, terlihat ada mobil masuk. "Saya rasa itu Nana, Nyonya Besar." "Bawa dia ke sini, cepatlah!" "Baik." Jeta keluar dari kamar majikannya, dia bergegas menuruni tangga untuk menyambut Nana di sana. "Nyonya Besar sudah menunggu." Nana yang tidak banyak bicara hanya mengikuti dari belakang. Sampai Jeta berhenti di depan pintu dan memberi isyarat agar Nana masuk sendiri. "Tunggu," ucap Nana saat Jeta akan pergi. "Ya?" "Bawakan aku lemon teh, tolong. Terima kasih." Lalu Nana berbalik kembali menghadap pintu, mengetuknya sebagai tanda dia telah datang. "Masuklah." Nana melakukannya. "Nyonya Besar." "Nana! Masuklah cepat, aku menunggumu dari tadi. Cepat datanglah ke
"Nyonya Besar, anak anak dalam perjalanan kemari." "Benarkah? Siapkan makanan untuk mereka." "Baik, Nyonya Besar." Oma masih fokus dengan ponselnya, dia melihat lihat pakaian lucu untuk cicitnya. Sampai dia mendapat telepon dari orang yang tidak dikenal. Oma mengangkatnya sambil mengerutkan kening. "Hallo?" "Hallo, Ibu." "Astaga, Teresa?" "Kau ingat aku? Untunglah, anakku tidak ingat aku lagi. Aku ingin datang kesana dan menemui putraku yang diculik oleh penyihir." Oma menarik napas dalam. "Penyihir yang kau katakan itu sudah melahirkan keturunan Prakarsa, tidak sepantasnya kau mengatakan begitu. Andro sudah menjamin semuanya, jangan kau khawatir akan kesusahan." Oma mematikan ponselnya, dia melempar malas jika sudah bersangkutan dengan wanita itu. "Omaaaaa!" Teriak Mentari yang datang lebih dulu. Dia memeluk kaki Oma di sana. "Omaaa!" "Aduhhai, cicitku yang cantik. Dimana Gala?" "Makan di bawah. Apa Oma tauuuu?" "Tau apa?" Oma mendudukan cucunya di pinggir ranjang. "Berit