Jangan lupa vote dan komen
menatap jam, dia kesal menunggu Andro yang ternyata belum pulang juga. Dia mendesah pelan, membuat Nana yanRaya g masih menemani itu kebingungan. "Apa anda perlu sesuatu, Nyonya?" "Berhenti bertanya seperti itu, Nana, kau boleh pulang." "Saya berjanji pada Tuan Andro bahwa saya tidak akan meninggalkan anda sendirian di rumah." "Kau melakukannya dengan baik, ini hampir malam. Pulanglah dan besok bawakan aku pudding." Nana masih diam di sana, membuat Raya berdiri dan membukakan pintu keluar untuk sekretaris pribadinya itu. Dia tahu Nana mengantuk dan ingin segera pulang. "Lekaslah pulang, aku akan istirahat." "Baik, Nyonya. Selamat malam." Kenyataannya, Nana tidak pergi. Dia tangan kanan siaga, yang membuatnya berjaga di luar rumah. Hal seperti ini sudah biasa baginya, menjadi mantan intel adalah kelebihan tersendiri sekarang ini. Sementara Raya masuk kembali ke kamar sambil merebahkan diri di kasur, menatap ponsel yang tidak ada panggilan dari siapapun, bahkan Andro. Dapat dite
"Sayang.....," gumam Andro yang memeluk Raya, dia menggesekkan kepalanya di dada istrinya. Andro sangat manja, membuat Raya terpaksa harus mengakhiri rasa marahnya. "Ingin aku buatkan teh hangat?" "Tidak, peluk aku saja." Raya melakukannya, dia mengusap rambut suaminya penuh kasih sayang. Dan saat itu pelukan Andro turun kebawah, dia mencium perut Raya. "Welcome, Darling. Aku ingat kapan membuatmu." Raya kesal ingat kejadian tadi, dia menyentil kepala Andro. "Adaw," ucap Andro, dia menengadah menatap istrinya. "Sayang?" "Kamu melakukan itu padanya. Kenapa kamu mengira aku badut? Jelas jelas ini kejutan untukmu." "Maaf, Sayang. Aku hanya mendengarkan Gala dan Mentari." Raya diam, dia ingat jika Andro membuatnya kesal, kedua tentaranya selalu menyerang. Tahu apa yang ada dalam pikiran istrinya, Andro menggeleng. "Jangan, Sayang. Mendengar keributan mereka saja kepalaku hampir meledak, bagaimana jika aku dipukuli dengan tangan mungil mereka?" Raya berdecak. "Apa mereka tahu?"
Sampai akhirnya terdengar, "Daddy! Mommy! Ikutaaaan!" Teriak Gala langsung terjun ke dalam kolam.Disusul Mentari yang merengek karena di tinggalkan.BYUR!BYUR!Kedua bocah itu dengan lincahnya berenang kesana kemari.Andro mengerutkan kening heran bagaimana mereka datang. "Kenapa anak kecebong ini datang?"Raya tidak menghiraukannya, istrinya malah bermain bersama Mentari."Daddy!" Teriak Gala di bagian yang dalam.Andro mendekat dan mengejar putranya."Aaaa ha ha ha ha!""Dapat!" Teriak Andro memegang kaki Gala."Aaaaaaaa! Lepas!"Andro segera melepaskannya saat Gala akan menangis. Anak itu cemberut saat Andro memeluknya. "Maaf, ehe he.""Oh my God," ucap Andro merasa terkejut. "Kenapa kau kesini, Gala?""Ingin membawa mainan, but Thali mendengar suara air dari sini.""Dala! Lets go!" Teriak Mentari yang sudah keluar dari kolam. "Ambil mainan!""Oke! Let me go, Daddy!" Teriak Gala saat Andro terus menciuminya. "Daddy!"Kedua anaknya berlarian mengambil mainan untuk dimasukan ke kol
Oma menunggu kedatangan Nana sangat lama, dia sengaja menyuruh kedua cicitnya untuk pulang dulu dan membawa mainan dari rumah mereka. Supaya tidak ada yang tahu kecuali dirinya dan Jeta kalau Nana datang. "Apakah dia sudah datang?" Tanya Oma. Jeta yang menatap keluar jendela menggeleng. Sampai lima belas detik kemudian, terlihat ada mobil masuk. "Saya rasa itu Nana, Nyonya Besar." "Bawa dia ke sini, cepatlah!" "Baik." Jeta keluar dari kamar majikannya, dia bergegas menuruni tangga untuk menyambut Nana di sana. "Nyonya Besar sudah menunggu." Nana yang tidak banyak bicara hanya mengikuti dari belakang. Sampai Jeta berhenti di depan pintu dan memberi isyarat agar Nana masuk sendiri. "Tunggu," ucap Nana saat Jeta akan pergi. "Ya?" "Bawakan aku lemon teh, tolong. Terima kasih." Lalu Nana berbalik kembali menghadap pintu, mengetuknya sebagai tanda dia telah datang. "Masuklah." Nana melakukannya. "Nyonya Besar." "Nana! Masuklah cepat, aku menunggumu dari tadi. Cepat datanglah ke
"Nyonya Besar, anak anak dalam perjalanan kemari." "Benarkah? Siapkan makanan untuk mereka." "Baik, Nyonya Besar." Oma masih fokus dengan ponselnya, dia melihat lihat pakaian lucu untuk cicitnya. Sampai dia mendapat telepon dari orang yang tidak dikenal. Oma mengangkatnya sambil mengerutkan kening. "Hallo?" "Hallo, Ibu." "Astaga, Teresa?" "Kau ingat aku? Untunglah, anakku tidak ingat aku lagi. Aku ingin datang kesana dan menemui putraku yang diculik oleh penyihir." Oma menarik napas dalam. "Penyihir yang kau katakan itu sudah melahirkan keturunan Prakarsa, tidak sepantasnya kau mengatakan begitu. Andro sudah menjamin semuanya, jangan kau khawatir akan kesusahan." Oma mematikan ponselnya, dia melempar malas jika sudah bersangkutan dengan wanita itu. "Omaaaaa!" Teriak Mentari yang datang lebih dulu. Dia memeluk kaki Oma di sana. "Omaaa!" "Aduhhai, cicitku yang cantik. Dimana Gala?" "Makan di bawah. Apa Oma tauuuu?" "Tau apa?" Oma mendudukan cucunya di pinggir ranjang. "Berit
Tuan Ash menatap putrinya dengan senyuman di wajahnya. "Maaf, seharusnya aku tidak datang.""Apa yang Ayah katakan? Kenapa minta maaf?" Tanya Raya yang menyimpan nampan berisi kue dan teh di atas meja. Raya ikut duduk di sofa bersebelahan dengan ayahnya.Tuan Ash berkata jujur, "Ibumu melarang ku menemuimu lagi, dia bilang aku tidak boleh mengganggu kehidupanmu. Tapi aku merindukanmu dan ingin tau, jadi memaksa datang."Raya mengerutkan keningnya, ternyata itu alasan kedua orangtuanya tidak menghubunginya lagi. "Kalian tidak menggangguku, aku bahagia jika kalian datang ke sini.""Raya, dosa kami tidak bisa dideskripsikan, bahkan lebih tinggi dari gunung. Aku dan Ibumu membuangmu, kenapa kamu masih memaafkan?""Itu semua membuatku tumbuh menjadi anak yang lebih baik, Ayah. Lagi pula dendam hanya akan berdampak tidak baik pada kesehatan."Saat itulah tatapan Tuan Ash turun ke perut anaknya. Di sana ada calon cucunya yang lain. "Berapa bulan?""Ini masuk bulan ke keempat.""Selamat, aku
Setelah melihat putrinya bergabung dengan Oma, baru Andro melangkah mendekati Tuan Ash.Melihat kedatangan Andro, Tuan Ash berdiri. "Apa kau baik baik saja?""Maaf atas kejadian yang tidak diinginkan.""Santai saja, aku baik baik saja."Andro bergabung duduk di sana. "Apa kau yakin akan pulang besok?""Ya, dan terima kasih telah menyiapkan jet pribadi untukku. Tapi aku tidak bisa menaikinya.""Apa kau masih merasa tidak enak? Raya sudah memaafkan dan menerimamu."Tuan Ash hanya tersenyum. Wajah China yang kental Tuan Ash menjadi jawaban kenapa Raya sangat cantik dengan mata sipitnya."Aku belum bisa memaafkan diriku sendiri.""Maka lekas lakukan itu, banyak hal yang ingin dilakukan istriku bersama keluarganya, orangtuanya."Tuan Ash menatap Andro. "Denganmu menjaga putriku, itu sudah cukup bagiku mulai memaafkan diri sendiri. Jadi aku mohon, jangan pernah lepaskan genggaman tangannya.""Aku berjanji.""Jaga kesehatanmu."Raya mengangguk. "Lain kali datang bersama Ibu."Tuan Ash tersen
Suasana liburan terasa sangat bermakna untuk Raya, dia menghabiskan waktu berduaan dengan Andro. Anak anak selalu ke sana ke mari di temani Hans.Seperti sekarang, anak anak ingin berenang. Karena mereka meminta Andro, jadi terpaksa pria itu turun ke danau dan berenang.Sementara Raya melihat mereka dari dalam penginapan. Tangan Raya mengambai saat melihat Mentari di sana."Tunggu, dimana Gala?" Gumam Raya saat tidak mendapati Gala berenang di sekitar penginapan aquarium, di mana Andro dan Mentari berada di dalamnya.Raya mengetuk ngetuk kaca supaya Andro melihatnya. "Dimana Gala?!" Teriak Raya dari dalamAndro yang memakai tabung oksigen tidak dapat mendengarnya."Gala?! Dimana dia, Andro?!"Tanpa diduga, Andro malah mengacungkan kedua jempolnya sebelum mengajak Mentari berenang ke arah lain."Ya Tuhan, dimana Gala?" Gumam Raya panik.Saat dia hendak menaiki tangga, seseorang turun dari sana. "Mom?!""Gala? Kenapa kamu di sini? Astaga! Kau membuat Mommy khawatir," ucap Raya memeluk p