“Kamu sedang apa? Kenapa kamu terlihat gelisah seperti sedang memikirkan sesuatu? Apa kamu sedang ada masalah, Alana? Kamu bisa cerita sama aku kalau kamu mau.” Danu tetap berdiri di tempatnya. Tak berani masuk ke dalam kamar Alana di saat Rehan tak sedang ada di sana.
Alana menggelengkan kepala sambil memaksakan senyumnya. Lantas ia berdiri menghampiri Danu.
“Sungguh, Alana. Aku tak akan keberatan jika menjadi tempatmu menceritakan segala keluh kesah. Aku akan setia mendengarnya agar beban di hatimu berkurang.” Danu kembali menawarkan dirinya.
Danu tahu sekali jika ada sesuatu yang tidak beres dengan Alana. Wanita itu sedang menyembunyikan sesuatu namun enggan mengatakannya. Danu hanya ingin membuat Alana merasa lega, itu sebabnya ia menawarkan diri.
‘Danu sangat peka. Dia selalu tahu saat aku sedang ada masalah. Tapi aku tidak mungkin mengatakannya pada Danu. Cukup aku yang menelan sendiri perlakuan Andra padaku
Hari semakin sore. Nita pun sudah pulang satu jam yang lalu. Kini Alana harus menyerahkan dokumen-dokumen penting ke ruangan Andra.Sambil ada sesuatu yang ingin Alana katakan pada lelaki itu. Dan Alana pikir sekarang adalah waktu yang tepat.TOK! TOK! TOK!“Masuk!” suara baritone milik Andra menyahut. Dan Alana segera mendorong pintu dengan tangannya.“Selamat sore, Pak Andra! Aku membawa dokumen penting yang harus Anda tandatangani.”“Letakan saja di atas meja!”Alana mengangguk, lalu menaruh dokumen itu di atas meja seperti yang Andra perintahkan. Andra yang sedang memijit dagunya sambil fokus menatap pada layar monitor, kini mengangkat kepala saat menyadari jika Alana masih berdiri mematung di hadapannya.“Ada apa lagi?” tanya Andra menaikan sebelah alisnya.Alana memilin jemari. Ia balas menatap Andra dengan bola matanya yang bulat. Kemudian berkata.&ldquo
Berontakan Alana tak berarti apapun. Andra tetap mendekap tubuh rampingnya dengan begitu erat. Tak peduli pada kedua pipi Alana yang sudah banjir air mata.“Melepaskanmu? Tidak akan semudah itu! Aku masih belum puas merendahkanmu!” kata Andra.Dan Alana yang mendapat sedikit tenaga, kini menendang barang berharga milik Andra lantas menampar pipi lelaki itu dengan kuat.“Aargghh!”“Kamu memang tidak akan pernah puas, Ndra. Kamu tidak akan pernah puas selama dendam itu masih menguasai hati dan pikiran kamu!” tegas Alana dengan meninggikan suaranya. Matanya berkilat tajam menatap pada Andra yang meringis memegangi barangnya yang tadi ia tendang sekuat tenaga.“Alana.. kamu!” Andra hendak meraih tangan Alana lagi. Tapi cepat Alana pergi keluar dari ruangan Andra. Meninggalkan lelaki itu yang berjalan menunduk untuk duduk di kursi kerjanya.“Arrgghh.. sialnya Alan
Danu memang sudah terbiasa bercanda seperti ini. Membahas tentang cintanya yang sudah beberapa kali ditolak oleh Alana. Meski Alana tahu betul di dalam hatinya Danu pasti merasa sakit. Tapi Alana bisa apa. Alana tidak mau menikah dengan Danu tanpa dilandasi dengan cinta.“Oh iya. Bagaimana dengan pekerjaanmu di kantor tadi? Apa sangat melelahkan?” tanya Danu setelah mereka terdiam beberapa saat. Kini Danu berusaha memecahkan keheningan.Alana menggeleng. “Tidak terlalu. Apalagi hari ini kami tidak lembur. Jadi tidak terasa melelahkan.”Danu manggut-manggut. Kini ia mengubah posisi duduknya agar miring menghadap Alana, Danu menopang sebelah sikunya di kepala kursi. Maka wajah Alana yang begitu cantik terpampang jelas di depan matanya.“Dan soal boss mu. Sepertinya kamu belum pernah cerita tentang boss mu di kantor itu ‘kan Alana? Bagaimana rupa boss mu itu? Apa dia sangat tampan, tinggi, arogan dan dingin seperti yang ad
Karena Alana memang tak berada di sana. “Ini bukan aku, Alana! Sosok ini bukan diriku! Andra yang sebenarnya tidak seperti ini. Dulu aku masih menyukai warna dalam hidupku. Dulu aku masih memiliki senyum yang tulus dan lembut dalam diriku. Tapi sekarang, semua itu sudah kamu renggut. Kamu sudah merenggutnya tanpa perasaan,” ucap Andra. Tapi kali ini sambil terkekeh pelan.Andra tertawa. Namun tawa itu tak menyiratkan kebahagiaan sama sekali. Yang ada hanya nada getir yang mana akan membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa kasihan.“Kemana kamu membawa pergi diriku yang dulu, Alana? Hingga sekarang aku sudah berubah menjadi sosok Andra yang tak punya hati. Aku tak lagi bisa mengenal warna dalam hidupku. Hidupku sudah gelap. Sangat gelap. Dan kamu yang sudah mengubahnya,” lirih Andra pelan-pelan memejamkan kelopak matanya. Membayangkan kembali saat-saat Alana meninggalkan selembar surat di atas ranjang kontrakan mereka.Bayangan Andra
Sementara Darma tertawa dalam hatinya. Ya. Memang inilah yang Darma tunggu. Dengan sengaja Darma ingin Alana mendengarnya lalu kemudian wanita itu merasakan sakit hati.‘Rasakan kamu wanita murahan! Saya harus menunjukan pada kamu dimana tempat kamu yang sebenarnya. Yaitu di bawah kaki Andra. Kamu hanya pantas menjadi babunya Andra. Bukan jadi pendampingnya. Mimpi jika kamu berniat mengejar cinta Andra kembali. Karena yang pantas menjadi menantu saya hanya Sherly. Saya tidak sudi memiliki menantu seperti kamu! Dan ya, sekarang kamu sudah paham seberapa rendah derajat kamu, bukan?’ batin Darma berkata dengan sinis.Tapi sebaris senyum jumawa masih terukir di wajahnya. Tampak jelas raut puas di wajah Darma.“Pa! Kita belum—““Maaf. Ini kopinya, Tuan Darma. Silakan. Aku permisi..” belum juga Andra menyelesaikan kata-katanya, Alana sudah memotong dengan pamit pada Darma.Darma mengangguk mengibaskan
“Kamu memang wanita yang tidak tahu diri ya. Mulai berani kamu sama saya? Apa karena kamu bekerja di perusahaan Andra, jadi merasa mendapat perlindungan? Heh, dengar Alana. Andra tidak akan peduli padamu. Mau kamu mati atau hidup. Bahkan Andra tidak akan peduli dengan itu!”Alana tetap tersenyum. Meski hatinya hanya sedang menahan diri agar tak terpancing emosi atas hardikan Darma padanya.“Terserah Anda mau mengatakan apa, Tuan. Tapi yang jelas, aku bukan lagi Alana yang akan diam seperti dulu jika Anda menindasku. Jadi maaf kalau aku sedikit kurang sopan karena menjawab setiap ocehan Anda. Niatku di sini adalah untuk bekerja. Bukan untuk mencari masalah dengan siapapun. Termasuk dengan Anda, Tuan. Jadi jika Tuan tidak ada kepentingan lain. Bisakah Anda pergi dan membiarkan aku kembali fokus dengan pekerjaanku?” pinta Alana yang secara tidak langsung mengusir Darma.Tentu saja Darma terkejut dengan sikap Alana yang berani-beraninya menga
“Ah, Anda bisa menilainya sendiri. Seberapa dekat kami berdua,” jawab Danu dengan enteng. Lalu menoleh pada Alana yang hanya bisa menghembuskan napas lelah. Alana tak berniat mengelak atau pun meluruskan keadaan. Karena yang ia inginkan saat ini adalah segera pulang dan menghindar dari Andra.“Ya sudah. Kalau begitu aku permisi. Tadinya aku ingin menawari tumpangan pada sekretarisku yang sedang berdiri sendirian di pinggir jalan. Sebagai atasannya aku hanya mengandalkan sedikit rasa simpati. Tapi ternyata dia sedang menunggu jemputan seseorang,” ucap Andra terus terang.Alana memandangnya sembari menggigit bibir. Entah mengapa Alana bisa menangkap ada nada cemburu di dalam ucapan Andra barusan.“Baik. Terimakasih sudah bersimpati terhadap Alana. Tapi saat ini sudah ada aku yang akan menjaganya. Iya ‘kan Alana?” Danu melemparkan pertanyaan yang membuat Alana terhenyak dan tergagap di tempatnya.“Engh, iya,&rd
Alana meneguk ludahnya kasar, jari-jemarinya saling memilin satu sama lain. Ia bingung, apakah dirinya harus pergi nonton bersama Danu? Tapi nanti Danu malah salah sangka dan mengira bahwa malam ini sebagai kencan mereka.“Tenang saja Alana, aku tidak akan berpikir yang macam-macam. Aku hanya ingin menonton film saja bersamamu. Tidak lebih dari itu,” bisik Danu yang seakan bisa membaca apa yang tersembunyi di dalam pikiran Alana.“Baiklah. Aku mau nonton film denganmu,” putus Alana akhirnya. Membuat senyum di wajah Danu kian melebar.Begitu juga dengan Winarti. Wanita paruh baya itu menyipitkan matanya sambil tersenyum, memandang pada Alana dan Danu yang berdiri di hadapannya.‘Tuhan. Mereka sangat cocok menurutku. Jika Danu adalah jodoh Alana, tolong dekatkanlah mereka. Aku sangat ingin melihat putriku bahagia.’ batin Winarti.*** “Apa?! Aku harus menemani Sherl